Home / Thriller / The Deepest Emotions / Chapter III - Pabrik Terbengkalai

Share

Chapter III - Pabrik Terbengkalai

Author: D. Maulana
last update Last Updated: 2022-02-24 10:01:56

Tidak terasa saat itu hari mulai sore, Noah dan Vilma akhirnya tiba di pabrik terbengkalai tempat Noah diculik. Mereka pergi dengan hanya berjalan kaki karena takut dicurigai jika membawa kendaraan, maka dari itu mereka mencoba sebisa mungkin agar tidak ketahuan oleh orang sekitar atau pihak yang menjaga pabrik tersebut. lagi pula jarak ke Papratno juga tidak terlalu jauh, namun daerah di sana cukup sepi sehingga mereka perlu berhati – hati terlebih lagi di kawasan pabrik tersebut.

“Noah, sebenarnya kita menuju ke tempat seperti apa? Dan mengapa kau hanya diam daritadi?”

Vilma mulai mengeluh karena dia sendiri tidak tahu apa tujuan Noah pergi ke pabrik tidak terpakai tersebut. Vilma menyadari bahwa perlahan Noah mulai berubah. Biasanya dia tidak akan membuang waktu seperti ini hanya untuk pergi ke pabrik obat yang sudah ditinggalkan 9 tahun lamanya.

“Sst, kecilkan suaramu. Bukankah aku sudah bilang jangan mengikutiku, tetapi kau malah ikut dan kini protes tentang tujuan kita?”

“Bukan begitu maksudku. Kau tidak seperti ini biasanya, mengapa justru tiba – tiba pergi ke tempat seperti ini? Apa kau akan dipalak lagi oleh Besim?”

“...”

Noah hanya melirik Vilma yang setengah bercanda, kemudian melanjutkan perjalanan tanpa berkata – kata.

“Aku punya urusan di sini. Urusan yang sangat penting mengenai kejadian aneh tadi pagi. Dan Besim tidak ada sangkut paut dengan hal ini.”

Vilma kemudian ikut terdiam dan tidak tertarik untuk mengganggu lagi. Lima menit lamanya mereka menyusuri lorong kumuh di dalam pabrik itu, dan akhirnya mereka sampai di depan pintu ruangan tempat Noah dipertemukan dengan profesor itu.

Tampak ada suatu kejanggalan yang dirasakan oleh Noah. Dia melihat pintu ruangan tersebut tertutup rapat, padahal jika diingat – ingat seharusnya pintu itu tidak tertutup karena yang terakhir keluar dari tempat tersebut adalah Noah yang melarikan diri, sedangkan seluruh pria bertopeng dan profesor itu telah meninggal jadi tidak ada lagi yang keluar masuk ruangan ini.

Akhirnya Noah menyimpulkan bahwa ada dua kemungkinan dari kejanggalan ini, yaitu ada korban selamat dari kejadian tersebut, atau kemungkinan kedua yaitu ada orang luar yang memasuki ruangan ini.

Noah pun mencoba membuka pintu dan ternyata pintu tersebut tidak dikunci. Noah pun mendorong daun pintu itu, dan memasuki ruangan bersama dengan Vilma. Begitu masuk, Noah kaget sekaligus bingung karena diruangan itu tidak ada satu pun jasad orang – orang yang menculiknya kemarin, bahkan darah yang berlumuran waktu itu juga hilang tak berbekas.

“Apa yang terjadi di sini?”

Noah makin bingung dengan situasi saat ini, namun dia tidak lupa dengan tujuan sebenarnya. Noah segera mengajak Vilma menuju ke arah meja di sudut ruangan tempat si profesor itu kehilangan nyawanya.

Noah mencoba mencari sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk yang dapat menjelaskan kondisi dirinya dan situasi saat ini.

“Vilma, coba cari apa pun yang kau anggap aneh. Kita mencoba mencari suatu petunjuk.”

Vilma mengangguk dan langsung membuka satu per satu lemari di ruangan tersebut. Tidak ada sepatahpun kata yang keluar dari mulut mereka berdua, hanya ada suara gesekan besi lemari dan tumpukan kayu yang memecah keheningan di tempat itu. Sekitar setengah jam mencari petunjuk, sedangkan senja kala itu mulai mencekam menandakan malam akan segera tiba.

Saat itu sinar matahari yang sudah sangat condong ke barat masuk ke dalam sela – sela ventilasi pabrik. Sinar matahari tersebut mengenai sebuah benda yang menyebabkan benda tersebut berkilau. Vilma yang menyadari hal itu langsung pergi mendatangi barang tersebut.

Ternyata yang dilihat Vilma adalah sebuah USB Drive berwarna perak tergeletak di antara tumpukan kayu.

“Noah, aku menemukan sesuatu yang sepertinya berguna. Lihatlah!”

Noah langsung menghampiri Vilma dan melihat kondisi barang tersebut.

“Sepertinya ini masih berfungsi. Ayo kita tinggalkan tempat ini, hari sudah mulai malam.”

Noah dan Vilma mulai meninggalkan ruangan tadi. Namun saat berada tepat di depan pintu, Noah memberhentikan langkah Vilma karena mendengar suara langkah kaki dari kejauhan yang memercikkan air disekitarnya. makin lama langkah kaki tersebut terdengar makin dekat. Secepat kilat Noah menarik tangan Vilma dan membawanya ke tumpukan lemari berkas seraya mendekap mulutnya agar tidak mengeluarkan suara.

Tidak lama, datang 2 orang berjas merah dengan mengenakan topi fedora. Mereka tampak sedang memeriksa meja disudut ruangan itu sambil berbincang – bincang.

“Apa benar kau meletakkannya di sini? Bagaimana bisa barang sepenting bisa kau hilangkan dasar bodoh.”

“Tempat terakhir yang aku datangi adalah tempat ini. Mungkin barang itu terjatuh saat aku membersihkan jasad – jasad di sini bersama dengan tim delapan.”

Noah langsung paham dengan situasi tadi setelah mendengarkan percakapan singkat barusan. Mereka berdua adalah pihak yang mendatangi pabrik ini setelah dia melarikan diri semalam. Bahkan mereka pula penyebab bersihnya ruangan itu dari jasad – jasad kemarin.

“Tunggulah sebentar lagi, aku ingin menyimak pembicaraan mereka.”

Wajah Noah tampak serius sekali saat itu. Vilma pun hanya bisa mengangguk dan diam dalam dekapan Noah. Jantung Vilma berdegup dengan sangat cepat saking tegangnya situasi saat itu ditambah dengan angin malam yang menusuk kulit mereka berdua yang hanya mengenakan kemeja dan celana jeans.

“Apa sudah kau cari di seluruh tempat? Bagaimana dengan tumpukan lemari di pojok sana?”

“Belum, aku akan ke sana. Kau cari di pojok sebelah sana!”

Vilma seketika terkejut dan Noah mencoba menutup rapat mulut Vilma agar tidak membuat suara yang mencurigakan. Pria bertopi itu makin dekat dan akhirnya mereka hanya dipisahkan oleh satu buah lemari besar.

Tangan pria itu bergerak membuka lemari besar tersebut dan mencoba mencari – cari keberadaan USB Drive tersebut. Kemudian, suasana begitu sunyi untuk beberapa detik hingga tiba – tiba muncul sebuah tangan dari kolong lemari tepat di sebelah Vilma dan Noah, bahkan tangan besar itu hampir menyentuh kaki Vilma.

Noah langsung mendekap Vilma dengan erat dan menggesernya menjauh dari tangan besar itu. Beberapa detik kemudian ponsel pria itu berdering sangat keras dan mengagetkan seluruh orang yang berada di ruangan tersebut.

“Bisa kau kecilkan suara ponsel sialanmu itu hah?!”

“Ini pesan dari tuan besar. Sepertinya ada panggilan darurat untuk seluruh tim. Sebaiknya kita cepat pergi dari sini.”

Noah dan Vilma akhirnya menghembuskan napas lega. Tangan dan kaki mereka sudah tidak sanggup lagi untuk menopang tubuh masing – masing. Noah mencoba mengintip sedikit untuk memeriksa situasi. Dia melihat pria yang sebelumnya berada di dekat mereka mulai menjauh menghampiri temannya yang berada di pojok seberang ruangan itu.

Tetapi, tiba – tiba mata Noah terbelalak. Teman dari pria berbadan besar itu ternyata sedang menatap matanya. Ternyata dia sudah sadar dengan keberadaan Noah dan Vilma. Walaupun mereka hanya bertatapan selama beberapa detik, tetapi saat itu waktu terasa lama sekali.

“Vilma, kakimu sudah kuat? Sekarang ayo kita lari!”

“Hah, ada ap-“

Noah secepat kilat menarik tangan Vilma dan berlari ke arah pintu. Kedua pria bertopi tadi langsung menyadari mereka berdua yang berusaha melarikan diri.

“Hei, siapa itu?!!”

Noah tidak lagi menghiraukan keadaan dibelakangnya. Dia hanya fokus akan keselamatan Vilma dan dirinya saat itu. Namun Noah tidak mendengar adanya langkah kaki selain yang dihasilkan mereka berdua. Dia pun sempat menoleh ke belakang dan melihat kedua pria bertopi itu hanya berdiri di depan pintu ruangan barusan.

Mata Noah langsung memandang pria bertopi yang berbadan langsing. Begitu melihatnya, sekilas dari wajah pria itu tampak senyuman tipis seraya memandang Noah dan Vilma yang melarikan diri.

Noah dan Vilma akhirnya bisa keluar dari pabrik itu dengan selamat. Noah langsung menenangkan Vilma yang terlihat shock dan lelah sambil berjalan pulang.

“Hei. Kali ini kau jangan pernah menemuiku lagi. seperti yang sudah kau lihat, apabila kau berhubungan denganku maka kau akan terkena masalah. Ingat itu!”

Namun Vilma hanya diam tanpa menoleh sedikitpun. Akhirnya Noah mengantarkan Vilma ke tempat tinggalnya tanpa berbunyi sepatah kata pun.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Deepest Emotions   Chapter XL - Pengkhianatan (2)

    Perawat mengambil beberapa botol kosong di atas meja pasien yang semuanya merupakan prajurit perang atau pengintaian, kecuali Noah. Dilihatnya botol kaca berwarna cokelat itu tampak seperti botol minuman keras yang dijual di toko swalayan.“Kelompok yang membuatmu koma waktu itu ... datang ke tempat ini,” bisik Noah.“Yaa ... aku sudah tahu itu. Jangan kau bicarakan lagi di depanku, lukamu saja masih belum sepenuhnya sembuh karena obat itu.”Noah berdehem, dia tidak akan menyangka kalau perkataan Mr. A itu benar. Ternyata doktrin yang dibuatnya di Reddit saat itu tidak asal-asalan. Namun jujur saja, orang itu memang menyebalkan jika ditemui secara langsung.Borris dan Morrey dengan langkah lantang di ruangan itu menghampiri Noah. Wajah keduanya tampak serius—dan tidak ada keraguan sama sekali—kemudian disusul oleh Mr. A yang Noah lihat dari postur dadanya pasti sedang serius. Tidak, dengan suasana seperti itu tidak mungkin Mr. A akan bercanda.“Kami berniat untuk melakukan investigasi

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIX - Pengkhianatan

    “Dialah alasan kita untuk menjadi kadet berpengalaman di organisasi militer federasi.”“Crvena Kapa?” tanya Andi tertegun melihat wajah serius Noah. Bercak darah Noah di lengannya telah mengering, begitu juga dengan bibirnya akibat angin dingin malam itu. Tepat ketika bulan menampakkan wujudnya di balik awan gelap yang sempat menjadi penghambat Andi saat ingin membersihkan luka Noah yang kotor oleh tanah.“Orang itu sudah hilang entah ke mana. Bahkan jejak darahnya sudah tidak ada lagi. seperti itukah pembunuh profesional menghilangkan jejaknya?”Noah terdiam mendengar Andi yang mengoceh sendirian. Dilihatnya luka sabetan belati dan senjata api di lengan dan kakinya. Andi berdiri di depan mayat kadet berkacamata itu, kemudian menunduk sesaat. “Cepat kita bawa ke markas. Lebih baik sembunyi-sembunyi,” ucap Andi pelan dan hampir tidak bisa didengar Noah.Mayat yang sudah terbujur kaku itu diangkat dengan sembarang oleh mereka berdua, kemudian mengambil jalan terjauh untuk menghindari te

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVIII - Pertarungan Sengit

    Ketika itu, malam sudah tidak lagi sunyi. Suara berisik semak dan dedaunan yang terinjak-injak—bukan, suara ringisan dua manusia yang sedang bertarung itu mengisi kesunyian malam, walaupun tidak sampai terdengar di tenda tim cokelat.Noah melancarkan serangan bertubi-tubi, selagi lawannya terdesak karena bertahan sambil memegang pistol. Lebih baik seperti itu, daripada membiarkan pria itu menodongkan pistol sekali lagi ke wajahnya.Semakin lama dia melayangkan tinju, tapi seolah Noah yang semakin terpojok. Semula dirinya mengejar pria itu dan menyerangnya, bahkan sekarang hormatnya sudah hilang karena mereka seenaknya menginjak jasad kadet berkacamata itu dengan terpaksa.“Lumayan. Tidak kusangka federasi bakal menciptakan generasi yang hebat sepertimu,” tuturnya santai sambil menangkis tinjuan Noah yang tidak sedikit pun mengenai badan pria misterius itu.Noah menggigit bibir, kemudian meningkatkan kecepatan serangannya. Kini seperti ada pertandingan tinju dunia, bahkan jika diperton

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVII - Pria Tidak Dikenal (2)

    Pemuda itu melihat sepasang mata yang menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. Bola matanya memantulkan cahaya api seolah-olah ada dua kloningan api. Dia sadar sudah salah bicara, tapi ketika mendengar sesuatu yang sepertinya familiar, otaknya langsung berfungsi dengan baik.“Di mana kau melihatnya?” tanya Noah masih dalam posisi setengah duduk. Dinginnya angin tidak bisa membuat dirinya diam beberapa saat—sangat menusuk tulang. “Sebelah barat, tidak terlalu jauh dari tenda kita, karena aku dan Elliot juga hanya mengumpulkan kayu bakar di sekitar tempat itu dan kembali,” jelas Davud.Ia mengungkapkan kalau pria itu juga muncul di tempat yang sama ketika Noah melihatnya, entah kenapa dia hanya berkeliaran di sana. “Aku akan pergi sebentar,” tegas Noah langsung bergerak dari posisinya. Tidak sampai lima detik dia sudah berada di luar gua, meninggalkan Davud yang masih setengah sadar. Dilihatnya rembulan masih tepat di atas kepala, putih bersih seolah kabut pun tak ingin menutup keindaha

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVI - Pria Tidak Dikenal

    Tali biru yang melingkari tangan Davud tampak begitu mengering karena berada dekat dengan api. Sekelompok kadet yang duduk dan yang sebagian lagi bersimpuh menghadap ke arah Noah yang berdiri kaku di dekat dinding gua.“Tim oranye sudah bergerak. Kita harus bertindak dan tetap waspada dengan sergapan mereka.”“Kau sudah mengatakan itu berulang kali sejak dari luar tenda,” gerutu Davud yang mengernyit heran ke arahnya. Kanvas tenda di luar sana kejatuhan oleh tetesan air dari pepohonan tinggi tepat di sebelahnya. Matthew sengaja berdiri di dekat tenda—mengawasi setiap pergerakan di sekitar.“Saat ini tim biru sudah disergap oleh tim oranye. Mereka juga tahu kalau tim biru membuat markas di atas pohon.”Noah kemudian terdiam di depan belasan pasang mata yang memperhatikannya berdiri. Hanya terdapat sedikit fakta dari kejadian tadi sore. Saat ini belum terbesit strategi apa-apa di kepalanya, hanya ada lelah yang menyerangnya sekarang.“Apa ada bagusnya jika kita tidak terlalu fokus menye

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXV - Sergapan Tiba-Tiba

    Noah menahan napasnya yang sempat tidak teratur setelah memanjat pohon besar itu seorang diri. tangannya ia usap dengan pakaian di tubuhnya dan tetap menatap kedua kadet di depannya. Tim biru yang barusan menggugurkan Vior dan dua orang lainnya itu ternyata tinggal di atas pohon. Berarti ada sekitar lima pohon lain yang mereka tempati tersebar di hutan seluas ini. “Jangan bergerak sedikit pun. Kita biarkan mereka bergerak sampai sejauh mana. Pantau dari jauh.” Davud melangkah lebih jauh, mendahului rekan-rekannya yang bertahan di balik semak besar. Selang beberapa menit saja, kedua kadet tim biru itu didatangi rekan mereka yang lain: jumlahnya tiga orang. Mereka membawa seutas tali baru yang dipikul salah satu kadet berkacamata. “Tinggalkan saja! Pindah ke pohon yang satu lagi,” tegur kadet berkacamata itu sambil menunjuk sebatang pohon lain di sebelah barat. “Tapi—“ “Kau tidak lihat sisa tali di atas itu? Bekas potongan seperti itu pasti ulah seseorang, dasar bodoh!” bentaknya se

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIV - Invasi

    Davud dan Matthew yang sudah berada di luar gua bergegas menghampiri Noah sambil menenteng gulungan tali lain untuk berjaga-jaga kalau saja ada mangsa lebih. Pemuda itu—sambil terengah-engah—hanya diam dan menatap wajah kadet di bawah lututnya.“Apa maksudmu?” dalih kadet itu. Tampak sekali wajahnya kesal, mungkin karena lutut Noah yang berada di atas punggungnya itu.“Yang mengintai tim cokelat kemarin itu kau, bukan? Kami meli—”“Kami tahu persis wajahmu waktu itu... diamlah.”Davud memasang mimik kesal karena kalimatnya dipotong oleh Noah dan kemudian berbalik, mencoba memanggil rekan mereka untuk keluar dari gua. Vior lebih dulu datang dan bertepuk tangan dari kejauhan sana.“Lumayan juga kau, Cassenn. Sepertinya kau lebih bisa berguna dibandingkan rekan-rekanmu di dalam gua sana.”“Apa kau perlu kuikat juga, hah?” geram Noah kemudian mengepalkan tangan kanannya yang masih mengenggam tali. sesuai dengan arahan dari instruktur, kadet yang gugur dalam tantangan akan di bawa kembali

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIII - Pemantauan

    Noah menoleh ke arah rekannya, Davud. Mereka berdua mencoba menahan diri agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Terlihat tangan Davud yang memberikan aba-aba agar tetap tenang selagi matanya melihat ke arah tim lain.Yang mereka lihat itu adalah tim cokelat. Mungkin hampir setengah pasukan yang mereka bawa. Memang benar sekarang Noah dan timnya menang jumlah, tapi mereka juga tidak bisa gegabah untuk menyerang secara brutal karena bisa saja ada tim lain yang mengintai seperti mereka sekarang ini.“Pantau yang ada di atas bukit.”Davud berbisik ke arah Noah sambil menunjuk sesuatu. Ternyata memang benar perkiraan Noah, tidak hanya mereka yang memantau tim cokelat. Tim biru juga sedang memantau dari kejauhan. Dan hebatnya lagi, entah bagaimana rekannya itu bisa melihat orang yang sedang bersembunyi dari jarak sejauh itu.“Mereka sudah tidak terlihat lagi, lebih baik kita pergi ke tenda dan memikirkan strategi.”Noah mengangguk. Kini mereka berdua perlahan berbalik dan bergerak menuj

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXII - Tantangan

    Sosok itu terlihat sedang memegang sebuah kantung berwarna cokelat sambil seolah menunggu kedatangan seseorang. Noah memicingkan matanya, berusaha melihat sosok itu dengan jelas dari kejauhan. “Vilma?” “Instruktur Mona memberitahuku kalau kau sedang menemui Mr. A.” “Ah...” Pemuda itu melihat Vilma yang perlahan menyodorkan kantung yang dipegangnya, kemudian wajahnya tampak serius memandangi wajah Noah yang tidak terlalu jelas karena gelap. “Aku membawa barang ini atas perintah ayahku. Kau akan memerlukannya nanti.” Pemuda itu meraih kantung tersebut dan melihat isinya. Hanya sebuah senter kecil dan selembar kertas kosong. Wajahnya tampak bingung, namun mendengar ucapan Vilma kalau barang ini akan diperlukan nanti, jadi ia tidak perlu memusingkannya sekarang. Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor yang gelap itu sambil berbincang ringan. “Bagaimana keadaanmu sekarang?” “Ah, iya. Aku tidak apa-apa, hanya saja aku masih perlu menemui psikolog untuk mengatasi traumaku. Ban

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status