Share

BAB 5 : Penyamaran

“Bos! Kami sudah membawakan pakaian yang kamu minta!” seru Henry Russo, salah satu anak buah Cerano.

Cerano menurunkan kaca mobilnya, kemudian mengambil kotak yang ada di tangan Henry. “Bagaimana dengan mobil yang membawa para wanita? Apa sudah diamankan?”

Henry tersenyum bangga. “Tenang saja, Bos! Ugo sudah menghentikan mobilnya di tengah jalan, lalu mengikat supirnya, dan melemparnya ke gorong-gorong. Sekarang, Ugo-lah yang menyetir mobil kemari.”

Cerano mengangguk mengerti, tangannya bergerak untuk membuka kotak, kemudian ia mengeluarkan sebuah gaun berwarna merah dari kotak itu. Warna merah dari gaun itu sangat mencolok mata, terlihat sensual sekaligus menarik. Terdapat dua tali pada bagian lengan yang nanti bisa diikat ke leher, sedangkan bagian punggungnya dibiarkan terbuka.

Raveena ikut menatap gaun tersebut, lalu bertanya, “Kamu ingin aku memakai itu?”

Cerano memperhatikan gaun tersebut, kemudian melirik ke arah Raveena. “Henry, tidakkah ini terlalu terbuka? Lihat ini, bagian roknya saja sangat pendek! Apa kamu ingin membuatnya telanjang saja?!”

Henry tersentak saat mendengar teriakan Cerano. “Maaf, Bos! Tapi, biasanya para wanita penghibur selalu menggunakan pakaian minim bahan, jadi aku membawa itu.”

Kedua manik Cerano lantas menatap Henry dengan sengit. “Kau—”

“Tidak apa-apa,” potong Raveena. “Aku sudah biasa menggunakan pakaian seperti itu.”

“Suhu di tempat ini bahkan mampu membekukkan kopi panas! Kalau kamu mengenakan ini, bisa-bisa kamu membeku sampai mati.”

Raveena tertawa. “Saat tinggal di rumah bordil, Tuan Wilson tidak memperbolehkan para wanita untuk memakai pakaian tebal. Jadi, aku sudah terbiasa.”

Raveena memang mudah menggigil karena udara dingin, tapi dia selalu mampu menahannya jika terpaksa.

Dengan dengusan kasar, Cerano akhirnya memberikan pakaian itu kepada Raveena, lalu keluar dari mobil agar wanita itu bisa berganti pakaian.

Sesungguhnya Raveena masih belum mengerti, mengapa Cerano harus menaruh perhatian kepadanya.

Bukankah dia hanyalah seorang pelayan—tidak, kata pelayan masih terlalu bagus. Raveena mungkin hanyalah budak yang sudah dihak miliki oleh Cerano, tak perlu dibayar, dan juga tidak perlu diberikan perhatian.

Seharusnya Cerano memang menganggapnya begitu, tapi mengapa Cerano menjadi orang yang paling memanusiakan Raveena?

Raveena tidak mengerti.

Beberapa menit kemudian, dia sudah selesai berganti pakaian. Karena bagian punggungnya terbuka lebar, dia tidak bisa mengenakan bra, sehingga kedua bulatan kecil di dadanya sedikit menonjol dari balik gaun merah tersebut. Bagian bawah roknya juga sangat pendek, hanya menutup seperempat dari bagian pahanya.

Tin! Tin!

Suara klakson mobil terdengar, dari kaca spion, terlihat sebuah mobil truk baru saja berhenti di belakang mobil Cerano.

Karena tahu itu adalah mobil yang mengangkut para wanita, Raveena segera keluar tanpa perlu menunggu perintah Cerano.

Angin dingin sontak menerpa tubuhnya, gumpalan uap putih bahkan tercipta setiap kali Raveena bernapas, membuat saluran pernapasannya terasa panas dan menyakitkan.

“Bos! Apa ini nona perawan yang kau temukan? Ayo, cepat masuklah, jangan sampai si Carlos bajingan itu menunggu,” seru Ugo dari dalam truk.

Sebelum Raveena naik, Cerano memberikan sebuah gelang rantai kepada Raveena. Di rantainya, terdapat dua bandul kecil yang terbuat dari besi berbeda warna. Satu berwarna biru dan yang satu berwarna merah.

“Bandul dari gelang ini bisa dibuka. Warna biru berisikan narkotika, kamu harus menuangkannya ke dalam sumber minuman pesta. Lalu yang merah adalah racun, kamu harus menuangkannya ke minuman Carlos. Kamu mengerti?”

Raveena mengangguk. “Aku mengerti.”

Cerano lantas memasangkan gelang tersebut ke pergelangan tangan Raveena. Tapi, gerakannya sempat terhenti saat melihat ada gelang kayu yang sudah melingkar di tangan wanita itu. “Gelangmu?”

Raveena menunduk. “Mhm, sudah ada sejak aku kecil.”

“Artinya kamu tidak ingat siapa yang memberikannya?” tanya Cerano.

“Tidak ingat.”

Cerano mengangguk paham. “Tidak apa-apa. Sekarang pergilah bersama Ugo, aku akan memantau pergerakanmu dari jauh.”

Raveena segera berjalan ke belakang kontainer. Henry kemudian membukakan pintu kontainer, menampakan selusin wanita muda dengan pakaian minim yang duduk di dalam kontainer. Mereka semua memandang Raveena dengan acuh, seolah tidak memperdulikan lingkungan sekitar mereka lagi.

Tatapan mereka, persis seperti para wanita di rumah bordil.

Tatapan orang yang sudah tidak ingin hidup.

Setelah Raveena masuk ke dalam kontainer, mobil truk mulai berjalan dengan kecepatan konstan. Beberapa saat kemudian, truk kembali berhenti, kali ini Raveena mampu mendengar suara musik yang keras, dan disertai oleh suara obrolan banyak orang.

Sepertinya dia sudah sampai di kediaman Carlos Vincente.

“Buka! Cepat buka kontainernya! Bos Carlos sudah menunggu wanita-wanita ini!” teriak salah satu penjaga di depan pintu.

“Sabar! Aku sedang membukanya!”

Kriett …

Suara besi yang ditarik keluar terdengar memekakan telinga. Para wanita di dalam kontainer mulai berdiri dan memasang senyuman palsu mereka, berusaha keras untuk bersandiwara demi memanjangkan hidup.

Raveena Hesper pun turut melakukannya. Jika dia ingin menuangkan racun ke dalam minuman Carlos, maka dia harus menjadi wanita yang paling bersinar malam ini sehingga Carlos akan memintanya duduk di dekat dia.

Untungnya, penampilan Raveena terbilang begitu cantik. Di antara wanita yang lain, dia terlihat paling mencolok mata saat keluar dari dalam kontainer, terutama karena ia mengenakan pakaian berwarna merah terang.

Ketika Raveena melangkah masuk, dia sengaja menggelung rambut hitamnya ke atas, sehingga menampakan bagian lehernya yang jenjang dan tampak menggoda. Seluruh tamu undangan yang didominasi oleh pria sontak memakukkan pandangan mereka kepada Raveena.

Di mata Raveena, mereka semua terlihat seperti sekelompok serigala yang tengah meneteskan liurnya.

“Bos, ini adalah wanita penghibur yang kita sewa untuk malam ini,” kata penjaga di sebelah Raveena.

Di ujung aula, sosok Carlos Vincente duduk di atas kursi kebesarannya. Kursi itu diletakkan di atas lantai yang lebih tinggi, sehingga membuat pria bertubuh tambun itu terlihat seperti seorang raja.

“Menjijikan,” batin Raveena.

Dari penampilan Carlos yang diselimuti oleh emas itu saja sudah membuat Raveena yakin bahwa dia adalah orang yang senang pamer dan menganggap dirinya sebagai seorang penguasa tinggi.

Carlos menggosok dagunya, kemudian menyapukan pandangan ke arah tiga belas wanita penghibur. Sampai akhirnya tatapan Carlos berhenti tepat di hadapan Raveena. Pria tambun itu lantas tersenyum lebar. “Wanita yang memakai gaun merah di sana! Siapa nama kamu?!”

Raveena menyunggingkan senyuman lembut, lalu melangkah sedikit ke depan. “Nama saya adalah Lili.”

“Lili … aku belum pernah melihat kamu, apakah kamu baru menjadi wanita penghibur?”

“Ya,” Raveena membalas, “Saya baru masuk satu minggu yang lalu.”

Kebohongan Raveena berjalan dengan mulus. Hal ini karena para wanita di belakangnya tidak berani berurusan dengan Mafia Sisilia atau pun Kartel Meksiko, lebih baik mereka memang diam alih-alih terbunuh.

“Lili! Kamu sangat menarik! Jadilah pelayan pribadiku untuk hari ini, aku akan memberikanmu uang tambahan nanti.”

Raveena buru-buru menundukan kepalanya dan tersenyum gembira. “Terima kasih, Tuan. Anda sangat murah hati! Saya pasti akan bekerja dengan keras hari ini.”

Setelah mendapatkan perhatian lebih dari Carlos, Raveena berdiri di samping kursi pria tersebut. Terkadang ia diminta untuk memijat lengan Carlos, dan terkadang Raveena juga diminta untuk tetap diam sementara tangan Carlos menggerayangi bokong Raveena.

Berkali-kali Raveena menghela napas di dalam hati, berusaha keras untuk tidak melakukan kekerasan di hadapan ketua Kartel Meksiko ini.

“Lili, apa kamu haus? Kamu juga boleh meminum semua minuman yang ada di pesta ini,” kata Carlos seraya menepuk punggung Raveena sambil sesekali membelai kulit halus itu.

“Benarkah? Saya boleh mengambil minuman yang ada di pesta?”

“Tentu,” Carlos tersenyum dengan wajah menjijikan. “Pesta utama akan segera dimulai, alangkah lebih baik bila kamu makan dan minum terlebih dahulu. Pergilah ke meja makan, dan santaplah sepuasmu.”

“Pesta utama? Apa itu?”

“Nanti kamu juga akan tahu, tunggu saja,” jawab Carlos dengan makna tersirat.

Raveena tidak bertanya lagi, dia segera menuju meja berisikan makanan dan minuman. Dia tidak perduli dengan pesta utama, apapun itu, pastilah tidak begitu penting.

Hal terpenting yang harus dia lakukan sekarang adalah menuangkan narkotika ke dalam minuman supaya seluruh tamu dan anggota kartel tidak bisa berpikiran jernih.

Karena tidak ingin membuat curiga, Raveena turut menyantap beberapa kue di meja, dan merasa terkejut dengan rasanya. Ketika masih tinggal di rumah bordil, Raveena selalu memakan kue kering yang sangat keras dan terasa hambar, sehingga dia tidak tahu kalau di dunia ini ada kue yang begitu lembut dan manis seperti ini.

Di luar kediaman Carlos Vincente, Cerano tertawa kecil saat melihat Raveena memasukkan dua kue secara langsung ke dalam mulutnya yang kecil, membuat pipi wanita itu mengembung seperti hamster.

“Bos, kenapa kamu tertawa? Memangnya di pesta ada badut?” tanya Henry, dia hendak merebut teropong yang digunakan oleh Cerano, tapi pria itu langsung menepis tangan bawahannya.

“Kamu tidak perlu teropong, dengarkan saja aba-abaku.”

Henry mendengus, kemudian bertanya lagi. “Wanita perawan itu sudah menuangkan obatnya?”

“Berhenti memanggilnya wanita perawan, namanya Raveena.” Cerano menambahkan, “Dia baru saja menuangkan narkotika ke dalam mangkuk minuman tamu. Dia juga sepertinya akan mengambil satu gelas minuman untuk Carlos.”

Henry terkejut, “Wah! Bos, wa— Raveena ini sepertinya sangat cerdas. Kita bahkan hanya menjelaskan beberapa hal, tapi dia mampu berimprovisasi dengan baik.”

“Dia memang selalu cerdas,” balas Cerano.

“Selalu? Memangnya kalian pernah bertemu sebelumnya?”

Cerano melirik Henry sejenak, kemudian membalas lagi dengan tenang. “Dia bisa bertahan di rumah bordil itu tanpa tersentuh selama 22 tahun. Jadi, tentu saja aku menyimpulkan dia selalu cerdas dalam menghadapi situasi buruk.”

Henry masih tidak yakin, tapi dia lebih memilih untuk diam.

Saat ini, keduanya tengah bersembunyi dibalik semak belukar yang ada di bagian samping rumah Carlos. Cerano memilih tempat ini sebagai tempat pengintaian, karena tidak ada penjaga yang berjaga, dan lampunya pun redup. Terlebih, tempat ini juga mengarah ke sebuah jendela besar di aula, sehingga Cerano mampu memantau Raveena dengan baik dari tempatnya.

“Bos, kenapa pesta yang dirayakan oleh Carlos ini terasa membosankan? Kupikir dia mengadakan pesta untuk menghibur diri, tapi sejak tadi hanya ada musik dan makanan, semuanya terlihat sangat normal.”

Bahkan wanita penghibur yang disewa pun hanya bertingkah sebagai pelayan dengan membagikan makanan dan minuman ke para tamu.

Tidak ada hal yang spesial.

Dan hal itu memang terasa janggal.

“Tetaplah waspada, minta juga kepada yang lainnya untuk bersiap. Dalam waktu 5 menit, obat di minuman itu akan bekerja.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status