Raveena sengaja menuangkan narkotika ke dalam mangkuk koktail, hal ini karena kebanyakan tamu dan penjaga pesta mengambil minuman itu. Hanya dalam waktu beberapa menit, semua orang sudah memegang koktail di tangan mereka seraya menyeruputnya perlahan-lahan.
Padahal Raveena juga ingin mencicipi rasa koktail. Tapi, sayangnya dia hanya bisa minum jus sebagai gantinya.
“Nona Lili, kamu dipanggil oleh Bos untuk kembali,” bisik seorang penjaga di samping telinga Raveena.
Karena tubuh anggota Kartel Meksiko itu cukup besar, ia bisa menutup jarak pandang Carlos ke arahnya, membuat penjaga itu mengambil kesempatan dengan menelusupkan tangannya ke dalam gaun Raveena, kemudian dengan sengaja mengelus perut wanita itu.
Sabar, Raveena harus sabar.
Dia akan merusak rencana Cerano apabila membuat keributan, jadi dia lebih baik diam saja.
“Nona Lili, kamu memang sangat cantik, aku tidak sabar menunggumu di pesta utama.”
Kata-katanya membuat Raveena merasa bingung.
Apa yang sebenarnya ada di Pesta Utama sampai penjaga ini begitu tidak sabar?
Carlos bahkan juga terlihat sangat senang saat membicarakan pesta utama.
Seketika ada sesuatu yang mengganjal di hati Raveena.
“Cepat pergilah, jangan sampai Bos marah,” peringat pria itu seraya mendorong punggung Raveena.
Raveena mengangguk, tak lupa dia membawa satu gelas koktail yang sudah dituangkan racun untuk Carlos Vincente.
Ketika dia kembali ke samping Carlos, Raveena membungkukkan punggungnya dan berkata, “Tuan, saya juga membawakan minuman untuk Anda. Silahkan dinikmati selagi masih dingin.”
Carlos menerima koktail itu dengan senang hati. “Haha, kamu sangat perhatian! Tapi, aku akan meminumnya nanti, sekarang pesta utama akan segera dimulai!”
Hati Raveena mencelos saat mendengar penuturan itu. Jika Carlos tidak segera meminum koktail tersebut, maka bisa-bisa rencana Cerano akan hancur.
Raveena hendak meyakinkan Carlos untuk meminum koktail itu, tapi tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditarik oleh Carlos. Pria itu menarik Raveena sampai dia duduk di atas pangkuan Carlos. Bagian bawah roknya yang pendek tersingkap sampai memperlihatkan celana dalamnya yang berwarna hitam.
Para tamu pesta yang didominasi oleh pria segera memandangi Raveena dengan mata yang dipenuhi nafsu.
“Seluruh tamuku yang kuhormati! Malam ini, aku akan menyuguhkan hiburan yang menarik untuk para Tuan-Tuan sekalian! Hiburan ini merupakan pesta utama dari pesta malam ini, dan dapat kujamin, kalian tidak akan bosan!” suara Carlos menggelegar di dalam aula, memantul ke setiap telinga milik tamu-tamunya.
Dari atas pangkuan Carlos, Raveena melihat para wanita penghibur digiring ke tengah aula oleh para penjaga. Mereka semua dipaksa untuk berlutut dan menggunakan kalung anjing di leher mereka.
“Aku tahu kalian pasti mempunyai banyak tekanan saat bekerja! Karena itulah, silahkan melepaskan stress kalian kepada wanita-wanita cantik ini! Kalian bebas melakukan apa saja kepada mereka!” Carlos menambahkan, “Bermainlah dengan mereka dan biarkan aku menonton kalian!”
Malam itu, Raveena melihat naluri hewan buas dari para pria yang datang ke pesta. Mereka semua berlarian ke tengah aula, melucuti pakaian wanita-wanita yang kini tampak ketakutan seperti kelinci. Pakaian mereka dirobek, kemudian tubuh mereka digerayangi oleh tangan-tangan kotor.
“Tidak! Kumohon jangan lakukan ini!”
“Aku hanya dibayar untuk menghibur! Tapi kenapa diperlakukan seperti ini?!”
Satu-persatu wanita itu mulai menangis, berteriak dan memohon supaya para pria meninggalkan mereka. Akan tetapi, tidak ada satu pun dari pria itu yang berhenti. Mereka semua menganggap tangisan dari wanita-wanita itu sebagai alunan musik untuk pertunjukkan mereka.
Hentikan.
Raveena merasa tidak tahan untuk menonton itu, dia ingin menghentikan perbuatan biadab mereka, dan mau membawa pergi wanita-wanita itu.
Mereka hanya ingin mencari uang, tapi kenapa diperlakukan seperti hewan?
“Lili, kenapa kamu ingin kabur?” bisikan Carlos membuat sekujur tubuh Raveena merinding.
Dengan kasar, Carlos memposisikan tubuh Raveena supaya bagian depannya menghadap ke arah aula. Kemudian tangan Carlos merobek gaun Raveena, membuat dadanya yang tidak ditutupi oleh bra terekspos ke hadapan umum.
Pria-pria yang ada di aula bersorak dan bersiul. Mereka berbondong-bondong berbaris di hadapan Carlos untuk menonton tubuh molek Raveena yang terlihat jelas.
Kebanyakan dari pria itu adalah para pengusaha yang memiliki kerja sama dengan Kartel Meksiko.
Para pengusaha seharusnya memiliki otak yang cerdas, tapi kenapa mereka bertingkah seperti makhluk buas?
Apa ini yang disebut kecerdasan tidaklah sejalan dengan hati nurani?
Raveena mengepalkan tangannya, dia ingin melawan, tapi dia sudah berjanji kepada Cerano untuk tetap diam.
“Lili, lihatlah mereka semua! Begitu bernafsu dengan keindahan tubuhmu ini!”
Telapak tangan Carlos meraba-raba dada Raveena, sambil sesekali meremas kedua dadanya.
“Bos! Cepat gunakan tubuhnya! Bagian intinya pasti sangat nyaman digunakan!” teriakan seorang anggota Kartel Meksiko terdengar.
Raveena memejamkan matanya, kemudian membuang muka agar tidak melihat kerumunan menjijikan itu lagi.
“Tidak apa-apa,” batin Raveena.
Jika memang dia akan dijadikan bahan tontonan para pria ini, Raveena tidak akan memberontak. Lagipula, sejak awal dia memang sudah kotor, bertambah jadi lebih kotor tidak akan mengubah apapun dari Raveena.
Dor!
Prang!
Suara tembakan pistol terdengar, kemudian disusul oleh suara pecahnya kaca jendela. Dari balik jendela yang pecah, satu-persatu sosok yang mengenakan mantel hitam terlihat. Mereka semua membawa serta senapan laras panjang, tampak bersiap untuk membidik semua orang yang ada di dalam ruangan.
Cerano Acheron berjalan di tengah anak-anak buahnya. Mata biru cobaltnya memancarkan amarah yang membara, seolah ingin menggerus siapa pun di hadapannya sampai mati.
“Carlos Vincente, pantas saja aku mencium aroma bangkai di luar, ternyata itu berasal darimu yang lebih busuk daripada bangkai tikus,” Cerca Cerano.
Carlos membulatkan matanya, ia sontak berteriak kepada anak-anak buahnya. “Tembak mereka semua!”
Namun, efek narkotika yang sempat dituangkan oleh Raveena mulai muncul. Para anggota Kartel Meksiko itu berjatuhan satu-persatu ke lantai, mungkin terlalu mabuk sampai tidak bisa menyeimbangkan tubuh mereka.
Tamu-tamu yang hadir pun turut sempoyongan dan jatuh, memberikan kesempatan bagi para wanita untuk meraih pakaian mereka dan melarikan diri.
Di dalam aula, hanya sedikit dari anggota Kartel Meksiko yang masih sadar, tapi jumlah mereka tidak bisa disandingkan dengan anggota Acheron.
Cerano mengokang senapan di tangannya, kemudian berkata dengan intonasi rendah. “Tembak semua pria di dalam aula, mereka semua hanyalah binatang liar yang tak patut untuk hidup.”
“Siap, Bos!”
Dor! Dor! Dor!
Ratusan peluru meluncur ke seluruh ruang aula, suara tembakannya memekikkan telinga semua orang di sana. Bubuk mesiu berterbangan di udara, kemudian jatuh dan mengotori lantai bersama dengan genangan darah yang berasal dari tubuh para tamu.
Ruang aula yang sebelumnya didominasi oleh warna emas, kini tertutupi oleh warna merah yang pekat.
Raveena memanfaatkan kekacauan itu untuk melarikan diri dari jeratan Carlos, dia menyikut perut Carlos dengan kuat, kemudian berlari sambil mengambil gelas koktail berisikan racun.
“Wanita sialan! Kembali ke sini!” Carlos menarik ujung gaun Raveena yang masih melekat di pinggang wanita itu, menyebabkan Raveena kehilangan keseimbangan dan terjatuh dari podium.
Jarak antara podium dan lantai bawah itu sekitar satu meter. Jarak yang tidak begitu tinggi, tapi cukup menyakitkan untuk jatuh.
Gelas koktail yang Raveena pegang juga sudah menghantam lantai sampai pecah.
Beberapa saat kemudian, sepasang sepatu hitam berjalan di atas pecahan gelas, kemudian berhenti tepat di hadapan Raveena. Ketika Raveena mendongak, hal pertama yang ia lihat adalah dua manik cobalt yang tampak menyala.
“Kamu berkata akan menendang pria yang menyentuhmu, tapi kenapa hari ini kamu begitu patuh meski dipermalukan?” tanya Cerano.
Raveena lantas menjawab dengan tatapan kosong. “Kamu memintaku untuk tidak melawan, jadi aku tidak melawan.”
Cerano mengepalkan kedua tangannya, lalu menghela napas berat saat berkata, “Kalau aku memintamu untuk mati, apakah kamu akan menurutinya juga?”
Tanpa jeda, Raveena segera membalas, “Tentu, aku sudah memberikan jiwa dan ragaku kepadamu. Jadi, aku akan menuruti semua perkataanmu.”
Sesuatu yang sudah Raveena berikan, tidak bisa lagi diambil, termasuk jiwa dan raganya.
Cerano lantas berlutut di hadapan Raveena supaya tinggi mereka sejajar. Dia kemudian menatap kedua manik hazel yang selalu kosong itu. “Maka mulai hari ini, aku memerintahkanmu untuk tetap hidup. Karena itulah, jika di masa depan nyawamu terancam, kamu diperbolehkan untuk melawan atau melarikan diri.”
Cerano tidak memberikan kesempatan untuk Raveena membalas. Dia hanya melemparkan mantelnya ke atas tubuh Raveena, kemudian melangkah menaiki podium dan berhenti di depan Carlos Vincente. “Maaf, racunnya tidak sengaja kutumpahkan,” kata Raveena di bawah undakan tangga. Cerano kembali mengokang pistolnya, kemudian mengarahkan ujung senapannya ke depan kening Carlos. “Aku bisa menggunakan cara lain untuk membunuh seseorang.” Carlos lantas memandangi Cerano dengan raut wajah panik. Saat di pesta, dia tidak meletakkan senapan di dekatnya, karena Carlos percaya kalau seluruh anak buahnya mampu untuk melindunginya. Namun, sekarang dia menyesali kepercayaannya itu. “Carlos Vincente, ada dua hal yang tidak boleh kamu lupakan saat menjadi bos organisasi gelap. Pertama, jangan memprovokasi lawan yang lebih kuat darimu.” Cerano perlahan menarik pelatuknya sedikit demi sedikit, sehingga membuat suasana di antara mereka menjadi lebih tegang. “Kedua, kamu ti
Saat mendengar perkataan Cerano, Steven langsung ingin protes. Dia juga lelah! Kenapa Bos-nya sangat kejam sampai tidak mau berbagi kamar untuk bertiga?! Namun, Steven tidak berani mengutarakan protesnya itu. “Aku tidak keberatan,” bisik Raveena. Cerano mengangguk, lalu berbicara dengan resepsionis, “Baiklah, aku akan memesan satu kamar dan tolong beritahu alamat hotel terdekat untuk temanku ini.” Resepsionis tersenyum. “Baik, Tuan.” Beberapa saat kemudian, akhirnya Cerano dan Raveena bisa masuk ke dalam kamar hotel. Kamar itu cukup luas, tetapi hanya ada satu tempat tidur di dalam kamar. “Aku bisa tidur di sofa,” kata Raveena. Cerano, “Kenapa kamu harus tidur di sofa? Apa kamu tidak lihat kalau sofanya kecil dan tidak bisa digunakan untuk berbaring? Tidurlah di tempat tidur, gunakan saja pembatas di tengah kasur jika kamu tidak mau tidur denganku.” “Bukan begitu, kupikir kamu yang akan merasa tidak nyaman denganku,” be
“Aku hanya memintamu untuk tidur, astaga!” Setelah diam sebentar, Raveena akhirnya berjalan mendekati tempat tidur. Namun, dia tidak naik ke kasur, melainkan merangkak ke atas tubuh Cerano dan membuat pria itu kalang kabut. “Kamu ingin apa?!” “Cerano,” panggil Raveena. “Saat kamu memilihku, katanya kamu ingin meniduri perawan, tapi kenapa sampai sekarang kamu belum menyentuhku?” “Apa maksudmu? Bukankah aku sudah pernah bilang, aku hanya membutuhkan perawan untuk menyusup masuk ke dalam kediaman Carlos Vincente. Aku tidak ingin menidurimu.” Raveena mengerutkan keningnya. “Kenapa tidak mau? Apa kamu berpikir aku tidak berpengalaman?” “Raveena, kamu mabuk. Berhentilah meracau dan segera tidur,” kata Cerano dengan lelah. Raveena masih bergeming di atas Cerano, wanita itu bahkan mulai menurunkan jubah bagian atasnya sehingga pundaknya dapat terlihat dengan jelas. “Aku merasa panas. Apa karena pendingin ruangannya belum dinyalakan?”
Tatkala Raveena membuka mata, dia merasa tubuh bagian bawahnya tidak nyaman, terasa lengket seolah ada banyak cairan yang menumpuk di sela-sela kakinya. Selain itu, rasa sakit yang tajam turut ia rasakan ketika Raveena berusaha untuk duduk, membuat wanita itu langsung kembali berbaring tanpa berani untuk bergerak lagi.Raveena terdiam selama beberapa saat, berusaha keras untuk mencerna situasi yang kini tengah ia alami. Secara tiba-tiba kepingan ingatan yang memalukan mulai menghujani benaknya, memaksa Raveena untuk melihat setiap adegan yang dipenuhi oleh gairah dan rasa panas. Raveena bahkan bisa ingat, saat di mana ia bergerak seperti wanita murahan di atas tubuh Cerano, mengingat saat dia melebarkan kedua kakinya supaya pria itu bisa melesakkan kejantanannya lebih dalam.Raveena Hesper ingat, dialah orang yang sudah memancing Cerano dan membuat pria itu kehilangan kendali.Klek. Suara pintu kamar yang terbuka membuat sekujur tubuh R
Hari esoknya, tatkala matahari belum terbit sepenuhnya. Cerano sudah membawa Raveena pergi menuju bandara. Sepanjang jalan, Raveena menatap jalanan Kota Philadelphia dengan perasaan hampa. Meskipun, seluruh memorinya buruk tentang kota ini, dia tidak dapat memungkiri bahwa dia sudah tinggal selama 12 tahun di Philadelphia.“Raveena, anak-anak buahku sudah menunggu kita di bandara Italia. Mereka memang terlihat kasar dan tidak baik, tapi tidak perlu takut, mereka tidak akan menyakiti kamu,” kata Cerano.Karena yang terkendala passport hanyalah Raveena, anak-anak buah Cerano sudah pulang lebih dahulu ke Italia sejak kemarin. Namun, mereka akan menjemput Cerano di bandara.Raveena akhirnya menoleh. “Aku mengerti.”Cerano, “Apa kamu sedih karena akan meninggalkan Philadelphia?”“Dibandingkan dengan sedih, hatiku sepertinya terasa kosong,” Ravena menambahkan, “Mungkin karena kehidupanku terlalu monoton saat tinggal di Distrik Merah. Tapi, aku
Raveena Hesper tercengang saat Cerano membawanya ke kediaman utama Acheron Familia, yang terletak di bagian paling utara dari Pulau Sisilia. Tempat itu sangat rahasia dan tertutup, bahkan sekitar 3 meter dari kediaman utama, terdapat peringatan bahwa mereka akan memasuki wilayah terlarang, sehingga orang yang tak memiliki izin tidak diperbolehkan untuk masuk.Raveena juga perlu memasukan data sidik jari serta retina matanya terlebih dahulu sebelum diperbolehkan masuk ke lingkungan Acheron.Kediaman utama dari Acheron Familia berupa sebuah mansion mewah bertingkat lima, di mana warna eksteriornya didominasi oleh warna hitam dan kelabu, membuat mansion itu memancarkan aura yang kelam. Di sekeliling mansion, terdapat jalan setapak dan lahan hijau yang terbentang begitu luas. Bahkan Raveena sempat berpikir, dia pasti akan tersesat apabila berjalan-jalan sendirian di dalam lingkungan mansion.“Apa kamu pernah berjalan kaki dari pintu masuk ke gerbang utama?” ta
Dante berbincang-bincang sebentar dengan Raveena, intonasi suaranya begitu lembut, tak terdengar mengerikan atau kejam seperti bayangan Raveena. Alih-alih tampak seperti seorang pimpinan dari kelompok mafia, Dante malah terlihat seperti seorang pria tua yang ramah.Beberapa saat kemudian, akhirnya Dante meminta Raveena untuk keluar lebih dahulu karena ingin membicarakan sesuatu dengan Cerano. Wanita itu jelas langsung menurut dan meninggalkan ruangan.“Nak, dia tampaknya tidak ingat kamu,” kata Dante dengan iba.Cerano tersenyum getir. “Dia melupakan ingatannya sejak berada di rumah bordil. Aku tidak tahu kenapa bisa begitu, mungkin trauma berat telah menghancurkan isi ingatannya.”Dante, “Maka, kamu hanya bisa menarik ingatannya pelan-pelan. Menyembuhkan trauma seseorang adalah sesuatu yang sulit, apalagi Raveena sudah mengalami banyak penyiksaan dan pelecehan saat di rumah bordil. Teman lamamu ini, jelas rusak parah sekaran
Pria yang membawanya pergi adalah Dante Acheron, yang kemudian menjadikan Cerano sebagai anak angkatnya. Di bawah bimbingan Dante pula, Cerano berlatih begitu keras untuk menjadi lebih kuat, belajar lebih giat agar ia tak mudah ditipu oleh siapa pun.Cerano ingin menjadi kuat, supaya ia mampu menyelamatkan Raveena, seperti sekarang ini.“Tapi, bagaimana kamu tahu dia adalah teman yang kamu cari?” tanya Dante.Cerano, “Awalnya aku tidak tahu, sampai aku melihat gelang di tangannya. Gelang itu adalah buatanku, jadi aku bisa tahu kalau itu adalah Raveena yang kucari.”Ketika mereka bertemu di atap, Cerano tanpa sengaja melihat gelang yang Raveena pakai saat wanita itu menarik lengannya. Setelah itu, Cerano menyelidiki Raveena dan tahu kalau dia tinggal di sebuah rumah bordil sebagai perawan tua. Karena itulah, akhirnya Cerano datang ke rumah bordil dan berpura-pura mencari perawan untuk menyusup masuk ke dalam kediaman Carlos.