Share

BAB 4 : Tugas Pertama

Raveena memandang Vallerie dari balik jendela mobil. Mata wanita itu tampak kosong, tapi apabila dilihat lebih dekat, seseorang pasti bisa tahu kalau Raveena sedang menanggung duka.

“Panti asuhan akan menerimanya, anak itu akan baik-baik saja,” kata Cerano.

Raveena tidak mengatakan apa-apa selama beberapa menit. Dia terlalu fokus untuk memperhatikan jalan, seolah masih tidak percaya bila dirinya mampu keluar dari wilayah Distrik Merah. Sampai mobil bergerak keluar dari palang Distrik Merah, Raveena akhirnya berbicara, “Aku tidak hanya mengkhawatirkan Vallerie, tapi juga wanita lain. Mereka tiba-tiba kehilangan rumah dalam satu malam, mereka semua pasti kebingungan untuk mencari tempat tinggal malam ini.”

Cerano menumpukkan kepalanya pada satu tangan, kemudian ikut melihat ke jalanan luar. “Tempat yang kau tinggali itu bukanlah rumah, jadi para wanita itu tidak akan merasa kehilangan rumah. Adapun tempat tinggal, petugas polisi di wilayah ini mungkin akan menempatkan mereka di rusun tunawisma.”

“Tempatnya agak kumuh dan sempit, tapi setidaknya mereka tidak perlu menjual tubuh di sana,” tambah Cerano.

Menjual tubuh.

Saat mendengar kata itu, Raveena segera menundukkan kepalanya. Bagi masyarakat umum, orang-orang seperti Raveena dan para wanita di distrik merah adalah orang hina yang tak patut dianggap manusia.

Semua orang menganggap mereka sebagai wanita rendahan karena telah menjajakan tubuh mereka kepada para laki-laki. Namun, Raveena selalu bertanya-tanya.

Jika wanita dianggap sampah karena menjual tubuhnya, lantas mengapa pria yang membeli para wanita itu tidak turut dianggap sampah?

Mengapa hanya wanita yang harus menanggung stigma kotor, sementara pelanggan mereka tetap bisa berjalan di antara masyarakat dengan bebas.

Mengapa?

Raveena tidak dapat menjawabnya untuk saat ini, dan mungkin juga tidak akan mampu menjawabnya sampai ia mati.

Hembusan AC mobil yang dingin menyadarkan Raveena dari lamunanmya. Ia lantas menatap kisi-kisi AC yang ada di bagian atas. Tubuhnya yang hanya dibalut oleh dress tanpa lengan itu menggigil sampai tangannya sedikit gemetar. Ia ingin menurunkan suhu AC di atas kepalanya, tapi Raveena belum pernah naik mobil sehingga tidak tahu caranya.

Dia lantas menoleh ke arah Cerano yang tengah menutup matanya, mungkin pria itu sedang tidur. Bulu mata Cerano yang panjang bergerak setiap kali terkena hembusan angin AC, dirinya tampak begitu tenang, dan membuat Raveena ragu untuk bertanya.

Selama beberapa menit, Raveena hanya menatap Cerano dalam diam. Terkadang dia akan mengangkat tangannya untuk menyentuh lengan Cerano, tapi kemudian diturunkan kembali karena takut akan mengganggu pria itu.

“Kenapa terus menatapku? Bicaralah,” suara bariton Cerano mengejutkan Raveena. Kelopak mata Cerano perlahan terbuka, dan kedua manik cobaltnya bergerak untuk melihat Raveena.

“Kamu tidak tidur?”

“Aku hanya mengistirahatkan mata. Kamu butuh sesuatu?”

Raveena tidak mengatakan apa-apa, dia takut Cerano mungkin akan menganggapnya merepotkan jika dia meminta suhu mobil dinaikkan. Lagipula, Cerano adalah Tuannya, dan sangat tidak etis apabila seorang pelayan meminta sesuatu.

Cerano pertama memperhatikan tangan Raveena yang terlihat menggigil, kemudian melirik AC di atas mereka. “Kamu kedinginan? Ingin menaikkan suhu AC?”

“Tidak,” kata Raveena, tapi giginya mengeluarkan suara gemeretak saat tertutup.

“Tapi aku kedinginan,” ujar Cerano. Pria itu kemudian menaikkan suhu AC, sehingga anginnya tidak lagi begitu kencang. Sebelum Raveena mengatakan sesuatu, dia kembali dikejutkan oleh mantel yang tiba-tiba diletakkan di atas kepalanya.

“Pakailah, suhu di luar hampir 0°C hari ini. Kamu masih harus melakukan sesuatu, jadi jangan sampai sakit.”

Raveena diam-diam mengenakan mantel tersebut. Karena Cerano memiliki tubuh yang tinggi dengan bahu lebar, mantel yang diberikan pun kebesaran di tubuh Raveena, membuat wanita itu tampak tenggelam dalam buntalan bulu.

Tapi, suhu hangat yang dihasilkan oleh mantel itu membuat Raveena merasa nyaman. Aroma cologne lembut juga tercium dari mantel tersebut, aromanya sangat harum dan menenangkan, membuat Raveena menenggelamkan sebagian wajahnya ke dalam mantel.

“Tuan, hal apa yang harus saya lakukan?” tanya Raveena.

Cerano menatapnya selama beberapa saat, kemudian mengernyitkan keningnya. “Sejak tadi, aku berpikir, apa yang sebenarnya salah darimu. Ternyata itu cara bicara kamu.”

Raveena tertegun, “Cara bicara saya? Apa saya tidak sopan?”

Raveena sering mengatakan hal-hal yang tidak sopan kepada tamu di rumah bordil, jadi dia khawatir kata-katanya juga terdengar tidak sopan di telinga Cerano.

Cerano adalah orang yang telah menyelamatkannya, dan juga pemiliknya. Jadi, Raveena tidak ingin sampai membuat Cerano kesal.

“Salah. Cara bicaramu terlalu sopan, rasanya aneh,” Cerano menambahkan, “Kamu seperti Costumer Service di bank yang selalu menawarkan kredit pinjaman kepadaku. Rasanya menyebalkan, cepat ganti.”

Raveena, “…”

Raveena terlalu bingung untuk menanggapi.

Cerano, “Anak buahku biasa memanggilku dengan sebutan Bos. Tapi, terdengar aneh juga kalau kamu memanggilku Bos seperti anak-anak buahku yang kasar itu. Jadi, mungkin lebih baik jika kamu memanggilku Cerano.”

Kedua mata Raveena membulat karena terkejut. Kepalanya semakin lama semakin tenggelam ke dalam mantel.

“Ayo panggil aku Cerano.”

Kedua mata Cerano tertuju lurus ke mata Raveena, membuat wanita itu merasa grogi. Karena tidak ingin banyak membantah, Raveena akhirnya berkata dengan suara pelan, “Ce … Cerano.”

Cerano tersenyum puas. “Ya, itu terdengar lebih baik. Apa tadi yang kamu tanyakan?”

Setelah merasa lebih tenang, Raveena menjawab dengan bahasa yang tidak terlalu formal. “Kamu bilang, aku harus melakukan sesuatu. Apa yang harus aku lakukan?”

“Oh, itu. Aku ingin memintamu untuk menjadi wanita penghibur.”

Raveena kembali membelalakan matanya.

Dia baru saja keluar dari rumah bordil, dan kini kembali disuruh untuk menjadi wanita penghibur.

Apa ini yang dinamakan orang-orang sebagai ‘Lepas dari kandang harimau, masuk ke dalam mulut buaya’ [1]. Tapi bukankah itu wajar? Cerano berasal dari Acheron Familia, sebuah organisasi mafia yang dikenal luas dari Itali. Rumor mengatakan bila Acheron Familia mengembangkan banyak bisnis gelap di dunia, termasuk menjual narkoba ke distrik merah di Philadelpia.

Jika dia mampu menjual narkoba, maka artinya Cerano juga mampu menjual wanita.

• • •

Tapi, ternyata pemikiran Raveena salah.

Cerano bukan mau menjual Raveena ke rumah bordil lain. Tidak pula meminta Raveena untuk menjajakan tubuhnya ke pria hidung belang.

Pria itu mengajukkan hal lain. “Aku ingin kamu menyamar menjadi salah satu wanita penghibur untuk masuk ke pesta di rumah itu.”

Saat ini, mobil yang Raveena tumpangi berhenti di sebuah jalanan asing. Tak jauh dari tempat pemberhentian, Raveena mampu melihat sebuah rumah besar yang berdiri sendiri di halaman yang luas.

Rumah itu tampak mewah dengan lantai dan dinding yang dilapisi oleh marmer. Selain itu, ada juga ornamen-ornamen penuh kilau yang Raveena tebak sebagai emas.

Siapapun yang tinggal di sana, dia pasti orang yang sangat kaya.

“Itu rumah milik siapa?”

“Pria busuk dan biadab,” jawab Cerano dengan acuh.

Raveena ingat, sebelumnya Cerano berkata dia ingin menghancurkan orang yang telah mengusiknya.

Seseorang yang berani mengusik anggota mafia sisilia ini, pastilah juga orang yang berbahaya.

Pantas saja Cerano pernah bertanya kepada Raveena apakah dia takut mati atau tidak. Ternyata karena Cerano ingin menempatkan Raveena di tempat yang berbahaya.

“Aku ingin kamu menyusup masuk dan menuangkan narkotika ke dalam minuman mereka. Tapi, aku mau kamu menuangkan racun ke minuman milik Carlos Vincente.”

“Carlos Vincente?” ulang Raveena dengan bingung.

Cerano mulai menjelaskan, “Carlos Vincente adalah Ketua dari Kartel Meksiko.”

Sekitar dua minggu yang lalu, salah satu ladang marijuana milik Acheron Familia terbakar, dan menghanguskan sekitar 30 % luas lahan. Hal ini jelas saja menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Acheron, sehingga Ketua Acheron Familia —Dante Acheron— ingin Cerano membunuh siapapun yang telah membakar ladang mereka.

Setelah diusut tuntas, ternyata itu adalah perbuatan dari Carlos Vincente. Dia sengaja membakar ladang marijuana milik Acheron karena Acheron menolak untuk menjual sebagian ladangnya kepada Kartel Meksiko.

“Tak cukup dengan membakar ladang, dia bahkan meminta anak buahnya untuk melukai consigliere Acheron.” Cerano menggertakan giginya saat mengingat hal itu. “Karena Carlos bajingan ini, Javer harus kehilangan satu matanya.”

Bagi Acheron Familia, setiap anggota merupakan keluarga yang harus dijaga. Apabila ada seseorang yang mengusik keluarga mereka, maka orang itu harus menerima pembalasan Acheron. Carlos telah membutakkan satu mata Javer, maka Cerano akan membalas dengan melenyapkan nyawanya.

Raveena tidak begitu mengerti seberapa rumit permasalahan dari dua organisasi gelap ini. Tapi, dia memahami satu hal, Cerano ingin membalaskan dendam anggota keluarganya yang terluka.

“Apa aku bisa menyelundupkan narkotika dan racun ke dalam? Bukankah penjagaannya pasti ketat?” tanya Raveena.

“Jangan khawatir, bawahan Carlos itu hanya boleh memeriksa tamu, tapi tidak diperbolehkan untuk menyentuh para wanita penghibur.”

Raveena, “Sesungguhnya aku tidak begitu paham.”

“Apa yang tidak kamu pahami?”

“Kalau kamu hanya ingin aku menyelundupkan racun. Kenapa kamu harus mencari wanita perawan di rumah bordil? Bukankah yang sudah tidak perawan juga bisa menyelundupkan racun?”

Saat mendapat pertanyaan ini, Cerano juga sempat terdiam. Tapi, pria itu segera menjawab beberapa saat kemudian. “Carlos sangat menyukai wanita yang belum berpengalaman dalam berhubungan. Dia senang saat wanita yang ia sewa terlihat gugup saat dia sentuh, dan dia juga selalu menikmati ekspresi takut dari wanita-wanita itu.”

“Benar-benar bajingan,” tambah Cerano.

Raveena, “Para wanita di rumah bordil pandai bersandiwara. Kalau kamu meminta mereka untuk gugup, maka mereka akan pura-pura gugup. Mereka bahkan bisa berpura-pura merasa nikmat saat disetubuhi oleh pria, meski sesungguhnya terasa hambar. Jadi, perawan atau bukan, tidak akan ada bedanya.”

Cerano, “….”

Pria itu jadi merasa telah melakukan kebodohan karena tidak mengetahui hal itu.

“Bagaimana denganmu? Apa kamu cukup bagus bersandiwara?” tanya Cerano.

Raveena berpikir sebentar. “Mungkin … cukup bagus. Biasanya aku berpura-pura ramah saat tamu penting dari Tuan Wilson datang. Sayangnya, sandiwaraku tidak bisa bertahan lama.”

“Kenapa?”

“Tamunya selalu saja menyentuhku, jadi aku menendangnya,” kata Raveena.

Jika dia bertingkah begitu, maka sandiwaranya benar-benar buruk!

Cerano menghela napas. “Kamu tidak boleh berbuat begitu saat menyamar nanti. Kartel Meksiko itu sangat berbahaya, kalau kamu melukai salah satu dari mereka, bisa-bisa kamu ditembak mati.”

Raveena mengangguk, matanya mengarah ke bawah. “Aku mengerti,”

Dia mungkin senang mencari masalah untuk Hose, tapi Raveena akan berusaha tidak mencari masalah untuk Cerano.

“Apa kamu berencana untuk membunuh tamu pesta saat mereka mabuk narkotika?” tanya Raveena.

“Tidak semua,” Cerano menegaskan, “Aku hanya akan membunuh anggota Kartel Meksiko, tamu lain bisa tetap hidup."

• • • •

[1] Lepas dari kandang harimau, masuk ke dalam mulut buaya, artinya sudah keluar dari bahaya, tertimpa lagi bahaya lain.

Shafazana

Haloo! Terima kasih karena sudah membaca cerita ini! Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar agar penulis bisa lebih semangat ❤❤

| Sukai
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
Raveena ini polos polos ngeselin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status