Share

Mie Instan

  "Anan, apa kau sudah tidur?" tanya Xavier yang telah keluar dari toilet.

  "Belum Tuan," jawab Anan yang masih berusaha menghitung domba untuk kembali terlelap.

  "Aku mendadak ingin makan mie instan," ujar Xavier santai.

  "Haiss ...sudah jam berapa ini?" batin Anan kesal.

  "Apa kau keberatan untuk menolongku membuatkannya?" tanya Xavier lagi dengan tatapan memelas.

  Anan beranjak malas dari posisi tidurnya, "Tidak Tuan, baiklah ... akan aku buatkan."

  Anan hendak melangkah keluar dari kamar Xavier, ketika tanpa dinduga Xavier juga ikut bangkit dari kasurnya ... berjalan mengikuti langkah kecil Anan di depannya.

  "Tuan, Anda mau kemana?" tanya Anan bingung.

  "Ingin melihatmu memasak mie instan."

  "Tuan, aku bisa melakukannya ... percayalah."

  Xavier tidak menghiraukan perkataan Anan, langkahnya tetap menyamai langkah Anan, hingga mereka tiba di dapur bersama.

  Xavier terus memperhatikan Anan dengan intens

  Mulai dari memanaskan air, membuka bungkus mie dan bumbunya, memasukkan mie kedalam air mendidih, menambahkan dua butir telur dan memasukkan bumbu-bumbunya. Xavier terlihat menikmati pemandangan tersebut, dengan senyum yang sesekali terbit.

  "Sudah siap Tuan," seru Anan sumringah.

  Anan meletakkan mangkuk mie tersebut di atas meja makan di ruang dapur bersih. Menyiapkan segela air putih, sebagai pelengkap.

  Kepulan asap panas masih terlihat bergerombol keluar dari mangkuk tersebut, aroma dan tampilan yang menarik, sungguh menggugah selera.

  Xavier mengangguk, menghampiri hidangan yang telah Anan siapkan tersebut, ditariknya kursi makan lalu duduk manis sempurna. Dengan jarak sedekat ini, pastinya aroma mie instan kaldu ayam dengan tambahan daging tersebut itu menjadi sulit untuk di abaikan.

  Xavier mulai menghidu dan meniup hawa panas yang masih melekat pada mie instannya. Hingga tanpa aba-aba, Anan menghentikan tiupan Xavier, menggantinya dengan mengipas-ngipas mie di hadapannya.

  "Jangan di tiup seperti itu Tuan, tidak baik. Saat meniup makanan tubuh akan melepaskan karbondioksida, dan karbon monoksida. Karbondioksida yang dilepas akan berekasi dengan partikel air di dalam makanan dan akan menghasilkan pembentukan asam karbonat," terang Anan santai, seraya sesekali menyuapkan mie instan yang telah ia kipas dengan kipas bambu.

  "Karbonmonoksida itu sendiri saja sudah beracun. Jadi, jika mengkonsumsi makanan setelah meniupnya, tubuh Anda akan kemasukan lebih banyak asam karbonat dan karbonmonoksida."cicit Anan lagi.

  Xavier mendengarkan Anan, selayaknya siswa sekolah menengah pertama yang sedang mempelajari biologi, tentang sistem metabolisme tubuh, dengan khusyuk.

  "Kelihatannya kau cukup pintar di sekolah," cibir Xavier.

  Anan mengangguk penuh semangat. Dengan mata berbinar kembali dirinya mencurahkan isi hatinya. "Sejak Bapak meninggal, aku selalu berjanji untuk rajin belajar, Tuan. Setiap semester aku selalu mendapatkan peringkat pertama."

  "Lalu, mengapa kau tidak melanjutkan sekolahmu?" tanya Xavier mulai tertarik berbincang dengan Anan, seraya terus menerima suapan demi suapan yang Anan berikan.

  Sebuah senyum miris terukir di wajah cantik Anan yang kini kembali memberikan suapan mie instan kepada Xavier. Sesaat Anan menggeleng, sebelum akhirnya hening ... dengan netra yang menantap mangkuk mie instan.

  "Kenapa?"

  "Aku dan ibu hanya penjual kue di desa, biaya kuliah di kota besar," papar Anan, seraya kembali mengangsurkan sendok berisi mie instan itu kembali kepada Tuan muda-nya.

  "Kau ingin kuliah lagi?" tanya Xavier serius.

  Binar mata Anan kembali cerah ... seperti ada harapan baru di sana. "Tuan ...." desahnya lirih.

  "Bekerjalah dengan baik, aku akan pertimbangkan," balas Xavier ... kali ini senyum tulus Xavier turut mengembang seraya mengacak rambut Anan yang tergerai indah.

  "Sudah cukup, kau habiskan ... aku tak ingin ada makanan sisa," ujar Xavier lagi di angguki Anan yang terlihat begitu bahagia.

  Xavier masih terus menatap gadis cantik di hadapannya ini, usianya yang masih belia membuatnya terlihat begitu polos dan menyenangkan.

  "Aku lelah, aku ke kamar duluan ... habiskan makanan itu, dan segeralah kembali ke kamar."

  "Baik, Tuan."

*****

  Seperti peraturan yang dibuat semalam, Anan benar-benar tidur di kamar Xavier. Namun, semalaman itu pula Anan tak dapat dapat benar-benar memejamkan matanya. Anan takut bermimpi yang tidak-tidak lagi seperti sebelumnya. Selain itu, Anan juga tengah membayangkan janji Xavier untuk memberinya izin kuliah lagi.

  Kini, waktu telah menunjukkan pukul lima pagi, Anan telah terjaga bahkan sebelum alarm di handphonenya berbunyi. Beranjak dari sofa tempatnya merebahkan tubuh malam ini.

  Tanpa di sadari, Xavier juga telah memperhatikan segala gerak-gerik Anan yang terlihat sangat berhati-hati ... hingga nyaris tidak menimbulkan suara.

  Langkah Anan di buat seringan mungkin, agar suara sandal dan lantai yang digunakannya tidak menghasilkan bunyi yang akan mengusik tidur sang majikan yang masih terlihat terbaring lelap.

  Anan mulai dengan mengambil setelan tiga milik Xavier, lengkap dengan segala atributnya. Anan memang gadis desa, namun kemampuannya menyelaraskan warna tidak perlu di ragukan lagi. Bicara soal fashion juga Anan terbilang cukup mumpuni.

  Setelah selesai dengan kegiatan memilih pakaian untuk Xavier kenakan, Anan beralih tugas menyiapkan persiapan mandi Xavier.

  Memastikan air hangat dengan suhu yang sesuai, lalu memberikan beberapa tetes aroma therapy di dalamnya.

  Setelah tugas menyiapkan kebutuhan Xavier pagi ini, langkahnya kini perlahan mendekati ranjang milik bos besarnya tersebut, Anan kikuk harus memulai darimana untuk membangunkan tuan muda yang masih terlelap di hadapannya. Padahal sama halnya dengan Anan, Xavier juga tidak bisa tidur nyenyak karena kehadiran Anan di dalam kamarnya.

 Ada sesuatu yang terus tegak di dalam dirinya, namun bukan sebuah keadilan, dan itu sangat menyiksa Xavier.

  Xavier menyadari kehadiran Anan yang kini semakin mendekat dengannya. Aroma minyak kayu putih yang menjadi khas aroma tubuh Anan menjadi pertanda jarak mereka kini semakin dekat.

  "Ehem ... ehem ..." Anan mencoba mengawalinya dengan berdehem, berharap Xavier langsung terbangun atau memberi tanda agar Anan tidak ragu kembali membangunkannya.

  Sayangnya, Xavier tidak memberikan pergerakan apapun. Anan semakin bingung, pasalnya dia tidak mengerti apa yang harus di lakukannya dan tidak membuat tuan muda ini marah.

  Anan memberanikan diri, mengangsurkan tangannya menyentuh pundak Xavier, dan sedikit menggoyang-goyangkannya. "Tuan, bangun Tuan ... sudah hampir jam enam," ucap Anan pelan nyaris seperti orang berbisik.

  Xavier yang memang sudah bangun, semakin gemas mendengar suara manja Anan, suaranya tidak seperti orang yang sedang berusaha membangunkannya tidur, tapi justru menggoda membangunkan yang lain dari dirinya.

  Masih dengan berpura-pura tidur, Xavier dengan mata yang seolah masih terpejam menggeliat, menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, hingga bertumburan dengan tubuh Anan yang memang sedang merunduk.

  Anan dengan posisinya yang tidak siap mendapat tumburan dari Xavier, membuatnya kehilangan keseimbangan, dan jatuh tepat di atas tubuh Xavier.

  Xavier yang juga tidak menyangka akan berada dalam posisi seperti ini nyatanya cukup tertegun, membuatnya bergeming, seperti patung.

  Kedua netra sepasang insan yang kini sedang menikmati pesona masing-masing wajah dari mereka, serta detak jantung yang tak beraturan membuat Anan seolah tidak ingin beranjak dari atas tubuh Xavier yang membatu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status