Share

Dream

  "Apa? ... ti-tidur di sini?" beo Anan tidak menyangka Xavier akan memberikan perintah seperti itu.

  Xavier mengangguk dan tidak mengulang perintahnya, seraya berbalik arah kembali pada tujuan awalnya untuk membersihkan tubuhnya yang lengket akibat peluh.

  Sementara itu Anan yang di tinggalkan  Xavier begitu saja, merasa kikuk, bingung ... "Perintah macam apa ini?" batin Anan

  Butuh waktu sekian menit untuk Anan kembali pada kesadarannya. Melangkah keluar kamar, menuju dapur menyampaikan pesan Tuan muda-nya.

  Setelahnya Anan tidak langsung kembali ke kamar Xavier seperti yang diperintahkansang majikn tersebut. Anan justru kembali ke kamarnya, berdiam di atas kasurnya. Memganggap perintah bos-nya kali ini hanyalah gurauan.  Hingga tak selang beberapa menit kemudian ponsel Anan berdering, sebuah nama yang tidak asing muncul di layar bemda pipih tersebut  dan memacu detak jantungngya hingga berdebar lebih kencang.

  Dialah Xavier ... yang memanggil. "Kesini!" Perintahnya singkat dan langsung mematikan sambungan teleponnya, sebelum Anan bersuara sepatah katapun.

  Tangan Anan sedikit beegetar ... Anan, belum pernah tidur bersama satu kamar dengan pria siapapun itu. Apalagi dirinya dan Xavier baru saja saling mengenal.

  Dengan gontai langkahnya Anan mulai beranjak, menuju kama pria tamoan yang menjadi majikannya itu. Membawa bantal dan guling miliknya, dengan wajah yang di tekuk ... Anan memaksakan  kaki-kakinya untuk segera menghampiri Xavier.

  Tok ... tok ... tok

  "Permisi," pamit Anan saat membuka daun pintu yang tidak dikunci.

  "Masuk, dan tidurlah di sofa itu ..." perintah Xavier tanpa basa-basi. "Jangan lupa, kunci pintu! perintahnya lagi.

  Xavier tengah bersandar santai di atas kasurnya sembari memperhatikan ipad di tanganny. Sekaligus memperhatikan kebingungan Anan yang terlihat menggemaskan di mata Xavier, untuk sekedar memutuskan arah tidurnya di atas sofa empuk, di kamarnya.

  "Apa yang sedang kau cari Ananditha?" tegur Xavier.

  "Hmm ... akh, ti-dak ada Tuan," jawab Anan gugup

  "Tidurlah, esok kau bisa saja kesiangan lagi. Dan aku akan menghukummu bila itu terjadi!" ancam Xavier.

  Anan bergeming ... mendengar kata hukuman, dirinya sudah ketakutan ... apa yang akan di lakukan bosnya ini? batin Anan ngeri.

  Dengan sekuat hati dan pikiran Anan merebahkan tubuhnya di sofa berwarna abu yang terasa begitu hangat. Mencoba memejamkan mata, hingga akhirnya Anan mampu benar-benar meyakinkan dirinya bahwa Xavier adalah orang berpendidikan yang tidak akan melakukan hal tercela padanya.

  Xavier yang masih terus memindai Anan, hingga kasak kusuk yang di lakukannya tak terdengar lagi, memutuskan melangkah mendekati sofa yang menjadi tempat Anan merebahkan tubuh indahnya.

  Dengan seksama, Xavier memindai wajah cantik gadis desa di hadapannya itu. Memgambil posisi duduk di atas meja yang terdapat di depan sofa tersebut.

  Perlahan tangannya terangsur membenahi anak rambut yang menutup sebagian wajah cantik Anan yang tengah menjadi perhatian Xavier saat ini.

  Kulit mulus, bibir kecil merah delima membuat Xavier begitu tertarik untuk terus memandangnya lekat. Dan untuk pertama kali, pria angkuh ini merasa tertarik dengan wanita yang bahkan belum genap sepekan ia kenal.

  Entah mengapa detak jantung Xavier berbeda saat dekat dan melihat tingkah konyol gadis desa yang usianya belum juga genap dua puluh tahun ini, yang justru seringkali membuatnya kesal.

  "Ckck ... bagaimana kau tidak kesiangan, ternyata tidurmu sebegini pulas bila bertemu bantal," gumam Xavier pelan.

  Xavier kembali mengangsurkan tanggannya, membelai lembut dari mulai dahi menjalar kepipi hingga dagunya. Tidak cukup sampai di situ, gerakan tubuh Anan yang merasa terusik dengan sentuhan Xavier tidak serta merta membuat Xavier menjauh, kini tubuh athletis itu semakin mendekat, dengan wajah yang di condongkan ke arah wajah Anan, hingga kini ... keduanya dapat saling merasakan hembusan nafas hangat yang saling bertukar.

  Perlahan dan penuh kelembutan, Xavier mulai menempelkan bibir merahnya dengan bibir kecil milik Anan ... untuk sedikit demi sedikit Xavier cecap dan hisap dengan penuh penghayatan ... tidak peduli apakah nanti Anan akan terganggu hingga akhirnya bangun dan menamparnya. Saat ini, Xavier hanya ingin menuntaskan rasa penasaran yang muncul karena tergoda dengan apa yang ada di hadapannya kini.

  Anan menggeliat, membuat Xavier refleks melepaskan ciumannya, memastikan apakah Anan benar terbangun?

  Benar saja, perlahan kelopak mata Anan terbuka, dan dengan spontan Anan terlonjak dari sofa menjauh ... dari Xavier yang sudah duduk manis kembali di atas meja.

  "Aku hanya memastikan kau sudah tidur? Mana selimutmu? Karena aku akan membuat suhu ruangan ini lebih dingin sebelum tidur," tutur  Xavier dengan santai berdalih seolah tidak pernah terjadi apapun diantara keduanya.

  Anan masih dengan rasa ketakutannya, Anan menggigit bibir bawahnya ... rasanya baru saja dia bermimpi aneh, seperti sedang di cium seseorang dengan wangi khas seperti aroma tubuh tuan muda yang ada di hadapannya kini.

  "Anan ...," panggil Xavier lagi yang melihat Anan seperti seorang korban pemerkosaan.

  "Haah ... akh, iya ... tu-an," jawab Anan gugup.

  "Aku tanya mana selimutmu?"

  "Maaf Tuan, saya lupa dan meninggalkannya di kamar."

  Xavier mengangguk, "Ambil selimut di lemariku, dan pakailah, aku tidak ingin kau kedingingan dan sakit karenanya,"

  Anan beranjak cepat tanpa jeda. Rasanya berdekatan dengan Xavier membuat jantungnya ingin lepas dari sarangnya.

  Langkahnya yang terburu membuat Anan nyaris jatuh karena terjegal oleh kaki sebelahnya sendiri. Membuat senyum Xavier kembali merekah melihat tingkah pelayan kecilnya itu.

  "Berhati-hatilah Anan, kau bisa saja jatuh dan terluka saat terburu-buru seperti itu," pekik Xavier pada Anan yang sudah memasuki ruang wadrobe milik Xavier.

  Anan tak menghiraukan ucapan Xavier, langkahnya terus saja di pecepat, bayanga Xavier yang mencium bibirnya dalam mimpi tadi masih terus mengganggu pikiran dan akal sehatnya malam ini.

  "Aku tidak gila kan? Mendambakan seorang Xavier Rhys ... hingga terbawa mimpi dengan adegan seperti tadi?" gumam Anan lirih.

  "Mimpi apa?" Tiba-tiba suara Xavier menyapa Anan kembali. "Mengapa diam saja, saat aku memperingatkanmu untuk berhati-hati, hanya tidak ingin kau terjatuh membentur dinding lalu mati ... aku tidak ingin kau membuat kamarku berhantu," cicit Xavier lagi, menyebalkan.

  Samar Anan mendengus, menarik nafas dalam mendengar cicitan Xavier.

  "Hmm ... tidak Tuan, tidak bermimpi apapun."

   Xavier mengedikkan bahunya, sembari melanjutkan langkah menuju toilet untuk menyelesaikan tegaknya sesuatu dalam dirinya, namun bukan keadilan tentunya. Sebuah senyum yang tidak dapat diartikan juga kembali tersungging dari bibir merah Xavier.

  Meninggalkan Anan yang masih dengan pikiran tentang apa yang baru terjadi dialam bawah sadarnya. "Bibirku basah, apa aku ... akh, memalukan!" rutuk Anan lagi, seraya memukul-mukul kepalanya sendiri.

  "Sepertinya, aku memang sedang berhalusinasi."

  Anan masih saja terus mengumpat sambil.memcari selimut untuk menutup tubuh kecilnnya, seperti apa yang Xavier perintahkan ... sejak awal Anan masuk ke kamar Xavier, memang udaranya terasa lebih dingin dibandingkan saat siang hari dirinya masuk untuk membersihkan ruangan ini.

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status