Share

Saudara Gene II

"...tidak cenderung berbagi!" Darius menyela sambil memakan popcorn di tangannya.

bara melanjutkan, "... jadi makanlah. Atau kelaparan."

"Ini es krimmu!" Erlangga melompat ke sisinya dan mendorong semangkuk es krim ke tangannya sebelum dia bisa mengambilnya.

Edrea meraba-raba mangkuk dan cangkir sampai dia terpaksa meletakkan mangkuk di atas meja agar dia tidak menjatuhkan sendok yang berdentang di sampingnya. Pikirannya kehilangan kesadaran hanya dengan melihatnya. Dia membutuhkan makanan. Edrea sangat putus asa dia tidak bisa menahannya lagi.

"Jadi berapa umurmu?" Darius bertanya, menggali mangkuk popcornnya lagi.

Dengan gugup, Edrea menggali sendok ke dalam tumpukan es krim dan memikirkan apa yang harus dia lakukan di sini. Dia benar-benar lapar, perlu makan, tetapi dia sangat tidak nyaman memakan makanan mereka. "Aku tujuh belas."

"Kamu junior?" tanya Darius

"Ya," ucap Edrea malu-malu sebelum akhirnya menggigit es krimnya. Bahkan sebelum dia menelan, perutnya yang kosong terasa lebih baik.

"Keren! Kamu pergi ke sekolah bersama kami?" tanya Erlangga.

Dia mengangkat bahu. "Aku tidak tahu." Edrea sudah bersekolah di tujuh sekolah yang berbeda dalam hidupnya karena kecelakaan ibunya dan ketidakhadiran ayahnya. Sekolah lain bukanlah masalah besar baginya, tetapi dia benci mengenal semua orang dan mencari tahu siapa yang harus dihindarinya. Belum lagi, setiap kali dia menetap di sekolah baru, dia hampir selalu harus pergi.

"Ini sekolah yang bagus. Sangat berorientasi pada olahraga, kamu suka berolahraga?" Bara bertanya, memasukkan segenggam popcorn ke mulutnya sebelum kembali ke microwave untuk mengambil kantong kedua.

"Kurasa aku menyukainya," jawab Edrea.

"Kamu menebak?" Erlangga terkekeh.

"Rea, aku benci memberitahumu, tapi yang kamu ucapkan itu antara tidak menyukai atau kamu menyukainya," Bara tersenyum simpatik, tapi Edrea tahu dia ada benarnya.

Mereka mengucapkannya lagi dengan nama panggilannya. Kurasa dia lebih baik membiasakan diri.

"Aku suka bermain sepak bola," ucapku setelah menelan es krim dan menenggaknya dengan seteguk air.

"Kami memiliki tim sepak bola perempuan! Mereka memenangkan kejuaraan antar sekolah tahun lalu dan tahun sebelumnya!" Erlangga mengumumkan.

Edrea dapat menyimpulkan bahwa dia tidak akan bergabung dengan tim sepak bola. Dia tidak cukup baik untuk itu. Ditambah lagi, menurut pengalamannya, tim sepak bola yang benar-benar bagus sering kali tidak ramah kepada orang lain. Mereka sudah tahu apa yang mereka lakukan dan bagaimana bermain sebagai tim yang kompak. Kehadirannya hanya akan menyusahkan mereka.

Selain itu, seorang gadis sepertinya pasti tidak bisa bermain secara profesionalisme dan kesopanan dan bergabung dengan tim sepak bola yang beranggota dari keluarga yang kaya. Edrea hanya tahu cara melempar siku, menarik rambut, menjatuhkan pemain, dan menarik kaus. Dia tidak tahu cara mengikat pita dirambutnya, dia tidak memiliki sepatu bermerek, dan dia tidak bisa fokus untuk mengikuti arahan dengan baik.

"Apakah kamu pikir kamu akan mencobanya?" Bara bertanya.

"Tidak," jawabnya tegas.

"Apa? Kamu harus mencobanya!" tegas Bara.

Edrea dengan keras menggelengkan kepalanya. Dia seharusnya melarikan diri ketika dia memiliki kesempatan. Mereka menyelam terlalu dalam ke dalam kehidupan pribadinya.

"Kita bisa memberi tahu ayah. Dia akan membuatnya mencoba," saran Darius.

"Tidak!" teriak Edrea sambil menjatuhkan sendok ke dalam mangkuk.

Bara beringsut di sampingnya dan melingkarkan lengannya di bahunya. Edrea menegang dengan tidak nyaman dan memeluk lengannya ke tulang rusuknya, bersembunyi di dalam tubuhnya jika memungkinkan. 

"Tenang. Kami tidak akan memberi tahu ayah. Ibu dan Ayah mungkin akan menyarankanmu untuk terlibat dengan sekolah entah bagaimanapun caranya. Setiap hari kami sering mendengar...."

"TIDAK ADA KATA TERLAMBAT UNTUK BELAJAR." Ucap ke empat saudara itu bersamaan.

Bara melirik ke arahnya, dia melepaskan lengannya dan meremas bahu Edrea seperti yang dia lakukan pada Erlangga di lemari es. Dia mengelus bahunya, merasakan kecemasannya.

"Kamu akan mendengarnya juga. Tunggu saja," Erlangga memberitahunya.

Dengan sisa rasa kue dan krim di mulutnya, Edrea menelan dan menghabiskan es krimnya, menghindari kontak mata apa pun.

"Aku akan pergi Rock Climbing besok. Jangan beri tahu ibu dan ayah," bisik Darius kepada saudara-saudaranya.

"Rock Climbing?" Bara bertanya dengan ekspresi aneh di wajahnya.

Seketika, perhatian itu teralihkan dari Edrea dan kembali ke anggota lain di dapur.

"Aku boleh ikut?" tanya Erlangga.

"Tidak." Darius memutar bola matanya.

"Aku akan mengantarmu. Aku akan berbelanja pagi hari, " kata bara kepada Darius.

"Aku bisa pergi sendiri." Setelah menghabiskan popcorn, Darius mengeluarkan ponselnya dan bangkit untuk pergi.

"Aku mau tidur," Eros mengumumkan. Dia pergi setelah Darius.

"Kamu ingin menonton film?" Bara bertanya pada Erlangga.

"Tidak, kurasa aku juga akan tidur."

"Pecundang," Bara bergumam pelan. 

"Malam, Rea." Bara meletakkan mangkuk mereka di wastafel dapur dan pergi keatas. Edrea mendengar langkah kakinya menaiki tangga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status