Home / Fantasi / The Horizon of Jiu / 8. Keputusan Bag. 2

Share

8. Keputusan Bag. 2

Author: Sei_30
last update Last Updated: 2023-08-19 02:05:51

Dua hari sebelumnya…

Feng Ju tidak beranjak dari tempatnya sejak melepas kepergian Jiu. Pemuda itu menunggu dengan sabar dan diam-diam berharap. Semoga dewa berbelas kasih pada sang gadis, dan membiarkan Naga Huanglong tidak membunuhnya. 

Namun doa dalam diam itu terpaksa pupus. ketika gemuruh langit, dan tanah bergetar tidak lagi nampak. Feng Ju menatap cemas, apakah itu artinya pertempuran telah usai? Lalu bagaimana kabar sang gadis dalam ramalan?

Feng Yi menghampiri, begitu juga para anggota dua klan ternama saat ini. Mereka memandang jauh pada lembah di belakang bukit. Mereka semua menunggu, sampai bulan purnama tepat di atas kepala. 

“Inilah jawabannya, wahai saudaraku.” Feng Yi menepuk pundak Feng Ju. “Dia bukan yang kita cari. Mari pergi tidur. Besok kita harus kembali dan melaporkannya pada sembilan pemimpin sekte.”

Feng Ju tidak kunjung bergeming, kakinya seakan mengakar di tanah. Tak lama dia menghela napas panjang. Mengapa pula dia keras kepala seperti ini? padahal gadis itu bukan siapa-siapa. 

Pemuda itu pun balik badan, menengok sekali lagi sebelum akhirnya mengikuti teman-teman lainnya beristirahat. 

***

Rombongan sekte Kuil CI’en dan Kuil Lingyin tiba wilayah mereka masing-masing. Pemimpin rombongan, Feng Yi dan Feng Ju bertugas melaporkan hasil pekerjaan mereka pada pemimpin sekte. 

Setelah satu hari perjalanan, rombongan Feng Ju tiba di kota Shihezi. Setelah memberi arahan singkat pada anak buahnya, pemuda itu segera berpisah dan menuju Kuil Lingyin di lereng gunung. Tanpa sempat istirahat ataupun berganti baju, dia menghadap pemimpin sekte.

Malam semakin larut setiba Feng Ju di depan pintu masuk Kuil Lingyin. Kompleks biaranya merupakan yang terbesar dari beberapa kuil lain yang ada di rangkaian Pegunungan Tianzi. Gaya arsitekturnya adalah Arsitektur Tiongkok yang telah berkembang selama ribuan tahun. 

Feng Ju menyusuri koridor panjang hingga sampai di sebuah ruangan yang terletak di bagian dalam. Dua orang pejuang murim berdiri berjaga di depan pintu. Setelah pemuda itu menyapa singkat, dia segera masuk ke dalam. 

Seorang pria paruh baya berusia empat puluh tahun tengah menatap bulan dan membelakangi Feng Ju. Pakaian putih dengan garis biru dongker adalah ciri khas dari para ahli bela diri dari Kuil Lingyin. 

“Aku Feng Ju, murid tingkat akhir sekte Kuil Lingyin menghadap pemimpin sekte.”

Laki-laki itu pun balik badan, memperlihatkan tatapan hangat walau manik hitamnya mulai mengabu termakan usia. Qin Bohai mengusap jenggot sepanjang dua senti itu dengan tenang.

“Aku senang kau sudah kembali, Feng Ju. Mari kita duduk dan minum teh bersama.” Qin Bohai mempersilahkan pemuda itu untuk duduk dan menuangkan secangkir teh hijau. “Bagaimana perjalananmu, apakah sulit?”

“Sama sekali tidak, Pemimpin Sekte. Itu semua berkat saudara Feng Yi yang dapat diandalkan.” 

Qin Bohai mengangguk paham, dia lalu menatap pemuda itu. Sebenarnya hatinya sudah sejak tadi ingin bertanya kabar. Mengenai gadis dalam ramalan. 

“Baiklah, mari kita dengar laporanmu. Melihatmu pulang sendiri, sepertinya gadis itu bukan yang kita cari?”

Feng Ju terdiam sejenak, agak enggan memberi kabar buruk pada Pemimpin Sekte. Mereka sudah mempercayakan tugas penting ini. Namun harus mendengar kegagalan. Pemuda itu menelan ludah getir, sebelum membalas tatapan Qin Bohai. 

“Mohon maaf, Pemimpin Sekte. Namun gadis itu tak kunjung kembali setelah pergi melawan Naga Huanglong.” 

“Begitukah? sayang sekali…,” Qin Bohai sontak menaruh punggung pada sandaran kursi. “Tidak ada satu nyawa pun luput dari kemarahan para Naga. Gadis itu jelas mati di tangan Naga Huanglong, sungguh malang.”

Kedua tangan Feng Ju terkepal erat di atas lutut. Rasa bersalah yang sudah menyusup diam-diam di relung hati kian membesar. Isi kepalanya begitu ribut, bisik-bisikan gaib menghantui tidurnya selama perjalanan pulang. 

‘Ini semua karena kalian.’

‘Kalianlah yang mendorong gadis tidak bersalah itu ke jurang kematian!’

‘Ketidak kompeten kalian lah yang seharusnya disalahkan!’

“–Feng Ju!”

Panggilan dari Qin Bohai seakan menebas bisikan-bisikan gaib di kepalanya. Pemuda itu sontak mengangkat kepalanya, membalas tatapan ramah dari Pemimpin Sekte. 

“Pulanglah dan beristirahat. Tidak perlu dipikirkan, karena semua yang terjadi memang sudah diatur oleh langit. Kita hanya berusaha mencari jalan dari tantangan yang diberikan dewa pada kita.”

Perkataan Qin Bohai meresap dalam pikiran Feng Ju. Pemuda itu kemudian mengangguk paham, dia pun berdiri, memberi hormat sebelum pamit undur diri. Qin Bohai meniup pelan teh hijau lalu menyesapnya hati-hati. Sorot matanya yang hangat berubah dingin dan penuh perhitungan. 

“Sebenarnya perasaan mengganjal apa ini?”

***

“Teknik Enam Kombinasi?” Jiu mengulang kembali kata-kata Shenlong dengan kening mengkerut. 

Setelah dia puas menangis, dan jatuh tertidur. Keesokan paginya, Jiu bangun dengan keadaan tubuh lebih segar walau masih sedikit ngilu. Shenlong datang menghampirinya dengan semangkuk sup berisikan wortel dan kentang. Namun rasanya yang ringan sangat enak dan membuat perut dan dada Jiu menghangat. 

“Benar, seperti yang aku jelaskan sebelumnya. Kondisi tubuhmu saat ini seperti wadah yang mengalami keretakan.” Shenlong duduk bersila di depan Jiu dan menjelaskan pada gadis itu dengan suara lembut.

“Itu semua terjadi karena membuka paksa inner ki dan mengeluarkan tenaga dalam secara instan.”

Jiu mengangguk lamat-lamat, dia masih tidak mempercayai pendengarannya. inner ki, naga, dan para pejuang murim. Sebenarnya dia ini berpindah dimensi atau masuk ke dalam novel?

“Teknik ini adalah teknik paling dasar, dia tidak bisa secara signifikan menaikan kekuatan dalam ki seseorang. Tapi justru secara sempurna membersihkan tubuh seseorang. Dengan kata lain, ini adalah teknik fundamental. Apa kau paham?”

Jiu tidak bergeming, raut wajahnya datar dan sorot matanya terlihat penuh keseriusan. Namun nyatanya, gadis itu sama sekali tidak mengerti akan penjelasan Shenlong. 

‘Enam Kombinasi? Seperti kata kuncikah? Dan apa maksudnya dengan membersihkan tubuh seseorang?! Apa cara kerjanya sama seperti buang air besar?‘

Bagaimana pun Jiu hidup selama dua puluh tahun sebagai warga Indonesia biasa. Tidak memiliki kemampuan istimewa seperti kepekaan indra. Sama pula dengan inner ki, tenaga dalam yang dikatakan Shenlong. 

Manik emas itu berubah lembut dengan senyum tipis. Sepertinya dia memahami keluh kesal di dalam kepala Jiu saat ini. 

“Aku akan membimbingmu dalam melakukan Teknik Enam Kombinasi. Tapi sebelum itu ada yang ingin aku dan Huanglong katakan padamu.”

Seakan sudah menunggu aba-aba dari Shenlong, pemuda berambut hitam pendek itu menghampiri mereka berdua. Huanglong duduk bersila di samping Shenlong, terlihat kalem dibanding sebelumnya. Jiu bahkan curiga, kalau Huanglong sedang sakit perut atau sakit gigi. 

“Mengenai Pusaka Mutiara Hitam yang ada di dalam tubuhmu.” Shenlong kembali bicara namun segera dipotong oleh Jiu. 

“–Kau tahu cara menarik keluar pusaka ini?!”

Shenlong menggelengkan kepalanya. “Sayangnya tidak. Pusaka itu sudah menyatu denganmu, karena dia dengan alaminya membungkus dan melindungi dantian milikmu.”

Perasaan kecewa kembali menyerang Jiu. Dia masih menyimpan harapan untuk menemukan jalan pulang. 

“Maafkan aku, Jiu.”

Jiu segera menggeleng dan melemparkan senyum manis. “Bukan salahmu, lagi pula ini suatu keuntungan bagiku. Jika seperti yang kau jelaskan padaku sebelumnya, bahwa qi murni bawaan lahir milikku itu retak. Dan pusaka Mutiara Hitam itu membungkus dantian milikku. Bukannya aku harus bersyukur karena nyawaku tidak dalam bahaya?”

“Heh! Untuk ukuran manusia, otakmu cukup encer.” Huanglong tiba-tiba menimpali sambil menyeringai. “Seharusnya dari tadi kau memahaminya dan tidak ribut-ribut ingin mengeluarkan pusaka itu.”

Mata Jiu menyipit kesal memandang Huanglong. Dia lalu membuang muka, dan bersedekap dada. Tidak bisa membantah perkataan ular sawah ini membuatnya marah. 

“Jadi aku dan Huanglong saling bertukar pikiran. Dan sepertinya bukan ide buruk mencoba mengumpulkan delapan pusaka tersisa.” Jiu sontak menoleh ke arah Shenlong saat pria itu bicara lagi.

“Mungkin saja seperti perkiraanmu sebelumnya, kita bisa menemukan cara pulang.”

“Bukannya ular sawah itu bilang, pusaka tidak punya kekuatan sebesar itu?”

Huanglong sontak menyahut. “Memang tidak punya! Lebih tepatnya tidak cukup kuat untuk membuka portal dunia lain.” Keningnya mengerut, seakan enggan menjelaskan. 

Sejenak Jiu terdiam, berpikir keras. Tidak ada salahnya dia mencoba, mengingat saat ini dia tidak memiliki petunjuk apapun. Gadis itu tidak memungkiri saat dia menyentuh Pusaka Mutiara Hitam, selain mengalami penglihatan. Ada hal baik yang Jiu dapatkan, nyawanya tidak lagi terancam dan sepertinya dia merasa lebih kuat. 

“Mengumpulkan pusaka artinya bertarung dengan delapan naga tersisa. Apa aku bisa melakukannya?” Jiu bertanya pada diri sendiri, namun Shenlong menjawabnya. 

“Kau tidak sendiri, Jiu.” Pemuda itu meraih kedua tangan Jiu dan menggenggamnya erat. “Aku bersamamu, kami bersamamu.”

“Secara teknis, hanya Shenlong yang bersamamu.” Dengan acuhnya Huanglong menyela tanpa melihat suasana. “Aku ikut karena dipaksa!”

“Ck, kau bisa pergi jika tidak mau!” Jiu berdecak sebal dan menarik tangannya dari Shenlong. Gadis itu tidak menyadari tatapan kecewa dari sang naga biru.

“Sayangnya aku harus ikut untuk mengajarimu. Itu kesepakatan yang aku buat dengan Shenlong.”

“Apa yang bisa ular sawah ajarkan? Bersembunyi di semak?”

“Kau ini!!”

Baiklah sebelum terjadi pertengkaran tidak penting, Shenlong segera melerai mereka berdua. Entah kapan dua orang ini bisa akur.

“Jadi, bagaimana keputusanmu?”

Jiu menoleh ke arah Shenlong, dan mengangguk. “Aku akan melakukannya, mengumpulkan delapan pusaka.”

“Baiklah, kalau begitu tujuan kita selanjutnya adalah kota Xiantao.” Shenlong mengeluarkan sebuah peta terbuat dari perkamen tua. “Kita tinggal menelusuri jalan, singgah sebentar di kota Shihezi sebelum melanjutkan perjalanan.”

Huanglong yang duduk di samping, tiba-tiba bertanya. “Kau tidak memberikan pusakamu?”

Dua mata berbeda warna itu menatap Shenlong ingin tahu. Pemuda dengan rambut hitam panjang sepunggung yang diikat tinggi itu berdehem pelan.

“Apa aku harus bertarung denganmu, Shenlong?” Jiu ikut bertanya, nada suaranya terdengar ragu. Gadis itu tidaklah bodoh, dia jelas tahu identitas asli sang pemuda tampan.

“Tidak, kau tidak harus melakukannya. Dengan senang hati aku akan berikan pusaka milikku.” Shenlong segera menjawab, tidak ingin membuat Jiu bersedih. “Tapi sekarang bukanlah saatnya. Ketika waktunya tiba, aku akan memberikan Pusaka Cakar Harimau padamu.”

“Baiklah, aku paham.”

Continue…

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Horizon of Jiu   87. Akhir Dari Permulaan

    Sudah sejak pagi buta para warga sibuk bergotong royong. Mereka membersihkan puing-puing bangunan Kuil Kuda Putih. Beberapa rumah mengalami kerusakan akibat pertarungan. Para pedagang juga sibuk membersihkan sisa-sisa festival. Di tengah-tengah kesibukan bersuasana duka dan tegang. Seorang anak kecil menatap ke arah langit. Tidak ada yang menyadari bahwa matahari belum juga nampak. Meski langit sudah terang namun anehnya awan malah berkumpul dan berubah mendung. Tidak lama kemudian titik demi titik hujan membasahi permukaan tanah yang kering. “Hujan? Ini benar-benar hujan?!” Seorang pemuda berseru tidak percaya, menatap ke arah langit.“Demi Naga Panlong! HUJAN TELAH TURUN! HUJAN TELAH TURUN!”“Hore! Hujan! Hujan!”Seluruh warga yang ada di dalam rumah segera keluar ketika mendengar seruan dari luar. Hujan turun dengan deras pagi itu. Sebuah keajaiban setelah ratusan tahun tanah mereka tidak didatangi fenomena alami alam. Di tengah kebahagiaan para warga. Empat naga menatap dari kej

  • The Horizon of Jiu   86. Sampai Jumpa Lagi Kawan

    Ujung kaki berusaha menapak cepat demi kembali melompat. Shi Jiu memaksa tubuhnya, meraih, menyelamatkan yang seharusnya dilindungi olehnya. Semua terjadi begitu cepat, pedang menusuk hingga tembus ke sisi lain. Mao Niu terbatuk, memuntahkan darah segar. “MAO NIU!” Shi Jiu berteriak histeris. Mata emas sang naga pelindung Danau Gang membeku. Tidak mau mempercayai apa yang dia lihat. Dengan menggunakan sisa kekuatannya, ia melompat turun. Berlutut di sebelah Mao Niu bersama Shi Jiu.“Mao Niu bertahanlah… bertahanlah aku mohon!” Panlong menekan beberapa titik di daerah dada Mao Niu demi menghentikan pendarahan. “Pa-Pan…”“Tidak usah bicara, kau diam saja!”“Ti-tidak, a-aku harus bicara…,” Mao Niu menyentuh pelan punggung tangan Panlong. “Mu-mungkin ini terakhir kali kita bicara.” sambungnya lagi yang dibalas gelengan kuat dari Panlong. “Kau akan baik-baik saja! Sama seperti sebelumnya, akan aku berikan energi kehidupanku!”“Tidak, Pan. To-tolong jangan lakukan itu.” Mao Niu terbatuk

  • The Horizon of Jiu   85. Pertarungan Besar Bag. 5

    Lengang sejenak. Huanglong menatap Shenlong lamat-lamat. Jelas dia tahu manusia mana yang dimaksud. Sang kakak tidak akan membiarkan adiknya terluka, apalagi tewas. Keputusannya memiliki alasan kuat, Huanglong juga tidak ingin tahu. Apa yang akan terjadi pada dunia ini jika salah satu dari sembilan naga tewas. Suara bantingan keras terdengar menarik perhatian para naga. Ketua sekte sedang menahan Shi Kang menggantikan Huanglong. Feng Ju terbanting ke dinding, terbatuk keras mengeluarkan cairan merah. Feng Yi terlempar ke samping usai melindungi Xiang De. Qin Xiang dan Xiang De menyerang bergantian. Song Bojing dan Lai Shoushan sudah terkapar tidak jauh dari mereka. Keduanya telah kalah telak sejak beberapa menit yang lalu. Shi Kang sendiri dalam kondisi tidak baik. Efek dari Pil Keabadian hanya bertahan beberapa menit. Semakin cepat habis jika pemakai mengeluarkan kekuatannya tak terkendali. Itulah yang dilakukan Huanglong, membuat Shi Kang menghabiskan seluruh stok Pil Keabadian.

  • The Horizon of Jiu   84. Pertarungan Besar Bag. 4

    Shi Kang lompat menyerang Shi Jiu. Gadis itu dalam kondisi lelah setelah melawan Panlong. Terlebih tidak fokus, setengah tertidur semenjak Pusaka Sisik Ikan masuk ke dalam tubuhnya. Saat ini dia benar-benar tanpa penjagaan siapapun. Tidak hanya Feng Yi yang berusaha berlari mencegah Shi Kang. Tiga pemimpin sekte juga berlari ke arahnya. Berharap berhasil mencegah tragedi. Namun semua percuma, Shi Kang tetap lebih dulu tiba di depan Shi Jiu. Siap membunuh Shi Jiu yang belum juga sadar bersama Panlong dalam pelukannya. “Nona Shi Jiu!” Tepat ketika semua orang merasa putus asa. Gagal melindungi manusia paling penting di muka bumi. Mereka benar-benar melupakan satu hal. Kenyataan bahwa Shi Jiu tidak berkeliling seorang diri. Suara besar dari ledakan terdengar disusul kepulan debu dan pasir. Tepat di tengah-tengah Shi Kang dan Shi Jiu. Sosok pemuda dengan hanfu biru gelap serta berambut hitam bermata emas. Berhasil menangkap pedang Shi Kang dengan mudahnya menggunakan satu tangan.

  • The Horizon of Jiu   83. Pertarungan Besar Bag. 3

    “Kalian semua bukan lawanku!” Shi Kang menggerung marah. Seluruh tubuhnya bersinar dengan aura biru kehitaman. Kekuatan energi Ki mengalir deras di dalam tubuhnya. Membuat dia mampu melayang di udara setinggi satu meter. Qin Xiang bersama Feng Yi sejak tadi saling bahu-membahu demi melawan Shi Kang.“Pastikan dia tidak mengganggu pertempuran Nona Shi Jiu.” Qin Xiang berbisik di samping Feng Yi. Qin Xiang menghalau serangan dari Shi Kang. Pedangnya terayun kuat mementalkan serangan ke kanan. Dari balik punggungnya, Feng Yi muncul melakukan serangan balasan. Tiga kali tebasan lurus dan satu tebasan mendatar.Daya serang terlalu dangkal demi melukai Shi Kang. Pria tua itu membuat tameng transparan dengan pedangnya. Sebelum mengayunkan pedangnya dengan ringan. Mendorong mundur sang pemuda, kembali ke samping Ketua Sekte Kuil Ci’en.“Kita tidak tahu, apa yang akan terjadi jika Shi Kang benar-benar bertarung dengan Naga Panlong. Aku tidak ingin keadaan bertambah buruk jika ada kemungkinan

  • The Horizon of Jiu   82. Pertarungan Besar Bag. 2

    “Jika tidak ada niat mengalahkanku, maka diam dan pergilah, Shi Jiu!”Ekor besar bersisik sekeras baja itu memukul Shi Jiu tepat di perut. Memantulkannya ke tanah. Debu dan pasir mengepul pekat. Detik berikutnya bayangan hitam melesat. Shi Jiu lompat menyerang ke arah Panlong. Seluruh tubuh Shi Jiu bersinar kuning keemasan. Ia menebaskan pedang berulang kali hingga menimbulkan efek ilusi. Salah satu teknik yang diajarkan oleh Huanglong.“HUJAN METEOR!” Shi Jiu menyerukan nama jurusnya. Tebasan pedang berubah menjadi tetesan cahaya memanjang. Siap menghujam tanpa ampun lawannya. Panlong mendengus kasar saat menangkis serangan seperti mengibas lalat. Shi Jiu menggeram tertahan. “Hei, mengapa aku harus bertarung melawanmu lagi?! Kau sudah aku kalahkan. Cepat berikan pusakamu padaku!” Shi Jiu kembali menyerang, kali ini menggunakan teknik yang diajarkan Longwang. Dari pedangnya muncul riak air memanjang. Ini mengingatkan Shi Jiu pada salah satu acara anime kesukaannya. Seorang pembasm

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status