Wendy menatap gelisah amplop surat yang berada di tangannya tersebut. Ada sedikit keraguan untuk membukanya. Namun, ia juga merasa penasaran dengan isi amplop surat tersebut. Wanita itu kembali memperhatikan sekitarnya. Merasa sudah aman, dibukalah amplop surat tersebut.
“Segelnya sih ... Segel Istana Kerajaan Inggris. Apa mereka sudah mengetahui keberadaanku?” gumam Wendy seraya membuka amplop tersebut kemudian tercengang.
Isinya bukanlah sebuah surat yang berisikan ancaman atau permintaan untuk mengembalikan sesuatu. Melainkan sebuah surat undangan ke pesta dansa bertopeng yang diadakan di Istana Buckingham malam ini.
“A-apa!?” pekik Wendy, tidak memercayai apa yang sedang dilihat olehnya saat ini, “Pesta dansa? Dan ... pesta dansa bertopeng? Pesta itu dilarang untuk menunjukkan wajah dan identitas. Itu artinya ... aku bisa datang tanpa dikenali oleh siapa pun.” Wanita itu kemudian mengucek matanya untuk memastikan bahwa apa yang ia lihat a
Alunan musik klasik kini berganti, menyesuaikan dengan tarian waltz yang sedang dilakukan oleh para tamu undangan di lantai dansa. Termasuk Lucius yang dengan sangat terpaksa berdansa dengan Miss Grandshire.Hampir menuju ke pertengahan lagu, seseorang tampaknya menyenggol tubuh Lucius hingga membuatnya oleng sesaat. Hal tersebut membuat Miss Grandshire merasa kebingungan dengan sikap Lucius yang tampak tenang namun menyeringai tipis.“Ada apa?”Lucius hanya menggeleng pelan, kemudian menatap ke suatu arah yang berlawanan dengan posisinya tersebut, “Tidak ... meski aku yang memprovokasi, sayang sekali aku ditargetkan menjadi mangsa serigala malam ini.”“MOHON PERHATIANNYA SEBENTAR!!”Secara otomatis, musik pun berhenti. Bersamaan dengan para tamu undangan yang kini memusatkan seluruh perhatiannya pada sang pelayan.“Pada malam ini, ada permainan misteri. Di antara ka
Wajah Wendy memerah karena menahan amarah. Matanya memandang nyalang pada Lucius yang kembali tertawa, seolah-olah ada yang sedang melawak di sini.“Apanya yang lucu!?” tanya Wendy seraya memandang tajam pada Lucius yang sedang berusaha menghentikan tawanya, “Kamu benar akan menolongku?”“Pft! Tentu saja,” jawab Lucius setelah tawanya sedikit mereda, “Bayaran yang akan kuberikan cukup setimpal dengan apa yang kau sampaikan.”Mata beriris merah itu kemudian menatap datar pada para bangsawan di bawah sana yang tampak sedang dihebohkan oleh sesuatu. Sepertinya, peran serigala malam ini telah berhasil ditangkap hingga menyebabkan kehebohan seperti itu.Pria itu kemudian melirik pada Wendy yang tampak was-was terhadap apa yang akan dikatakan oleh dirinya, “Sekarang giliranku. Akan kutunjukkan sebagian kecil kekuatanku yang akan menolongmu.”“Kekuatanmu?”&ldq
Wajah Sebastian sama pucat pasinya dengan Peter setelah mendengarkan penjelasan tentang isi dokumen tersebut. Pria itu kemudian memandang tidak percaya pada Wendy yang duduk meringkuk seperti anak kecil di anak tangga.“D-dokumen yang berbahaya seperti itu?” Bahkan, Sebastian masih terlihat histeris ketika membicarakan dokumen tersebut.Peter mengangguk seraya menyimpan kembali dokumen tersebut dengan sangat rapi, “Iya ... pantas dibayar dengan meledakkan lantai du— tidak, meledakkan lantai dua saja rasanya terlalu murah untuk mendapatkan dokumen seberbahaya ini.”“Bagaimana bisa kamu punya dokumen ini!?” tanya Sebastian pada Wendy yang terlihat pasrah dengan keadaan.Wendy menghela napas, “Aku mencurinya dari istana.” Wanita itu kemudian mendelik tajam pada Sebastian yang hendak membuka mulut, “Aku mencurinya bukan karena isinya kok. Justru aku tidak tahu jika dokumen yang kucur
Wendy menatap takut pada bangunan gereja tua yang bahkan hampir roboh itu. Wajah cantiknya menggelap, di dalam hatinya ia menggerutu tentang tempat pertemuan ini. Dia tidak habis pikir kenapa Bangsawan Kriminal itu memintanya untuk bertemu di gereja tua yang hampir roboh ini.Apa karena tidak ingin mencolok?Ataukah dia melakukan ini agar identitasnya tetap terjaga rahasianya?Walaupun menggerutu begitu, Wendy tetap melangkah masuk ke dalam gereja tersebut. Gelap. Namun kegelapan total tidak membutakan matanya karena sinar rembulan yang cukup menerangi. Namun tetap saja, aura mencekam benar-benar terasa mencekik leher dengan rasa ketakutan terhadap sesuatu yang bukan ‘manusia’.Wendy menatap sekitarnya, kemudian terperanjat terkejut ketika mendengar suara derit pintu terbuka yang memecahkan keheningan. Dari sana, muncullah seorang wanita paruh baya yang berjalan dengan punggung yang membungkuk, termakan usia. Di tangan wanita
Wajah cantik Wendy menggelap karena terkejut. Ia tidak menyangka jika gereja tua dan hampir roboh ini memiliki terowongan bawah tanah, seperti yang sedang dirinya lewati bersama dengan Lucius.“Di bawah gereja ada terowongan begini?” tanya Wendy merasa penasaran dengan tujuan dari pembangunan terowongan tersebut.Lucius menolehkan sedikit wajahnya, melirik Wendy dari sudut matanya, “Ini digunakan sebagai jalur evakuasi. Dulunya, gereja ini digunakan sebagai kamp pengungsian saat Perang Dunia Ketiga meletus.”“Begitu ya,” gumam Wendy kemudian menghentikan langkah kakinya ketika mereka berdua berhasil menuruni anak tangga terakhir.Mata biru itu kemudian membulat ketika mendapati keberadaan tiga orang lain di depan sana. Dua laki-laki dan satu orang perempuan. Berbeda dengan si perempuan yang memiliki aura bersahabat, kedua pria di sisi kanan dan kirinya justru menunjukkan permusuhan terhadap Wendy. Hal t
“Saya baru memikirkan rencananya semalaman setelah membaca dokumen ini,” ujar Lumiere seraya menunjuk dokumen tersebut dengan matanya, “Seperti yang kita tahu sendiri dari buku sejarah yang tersimpan dengan rapi di perpustakaan istana, pemimpin dari Revolusi Perancis adalah Maximillien de Robespierre. Seorang tokoh revolusioner yang dianggap tiran, diktator dan disejajarkan oleh Hitler, hingga Osama Bin Laden setelah ia mengeksekusi Raja Louis XVI.“Dia menjelaskan dalam pidatonya, ‘jika dasar pemerintahan populer di masa damai adalah kebajikan, maka dasar pemerintahan populer di masa revolusi adalah kebajikan dan teror. Teror tanpa kebajikan adalah meruska. Kebajikan tanpa teror tak bergigi’. Hal tersebut dijadikan olehnya untuk mengadakan pembersihan. Semua yang menentang revolusi akan ia penggal, tidak memedulikan apakah penentang itu seorang bangsawan atau rakyat biasa.“Namun pada akhirnya, dia sendiri pun
“Kakak, ada surat untukmu!”Seruan Lucian membuat Lumiere menatap ke arah pintu masuk ruang bacanya, mendapati Lucian yang sedang menyodorkan sebuah amplop surat kepada dirinya. Gadis bersurai cokelat madu itu mengambil surat tersebut. Membuka penutup surat tersebut dengan sebilah pisau khusus membuka amplop, kemudian membacanya.“Undangan pesta dansa?” gumam Lumiere setelah membaca isi dari surat tersebut yang ternyata sebuah undangan pesta dansa, “Marquess Illona?”“Oh? Keluarga Bangsawan ternyata di luar anggota keluarga kerajaan, ya?” tanya Lucian merasa tidak asing dengan nama Marquess Illona?“Marquess Illona?” Wendy —atau sekarang bernama Miya— menyembulkan kepalanya dibalik. Wajahnya terlihat semringah, merasa kenal dengan pemilik nama tersebut, “Aku mengenalnya! Dia memang bangsawan terkaya di luar keluarga kerajaan ini.”“Be
“Hei, lihat deh pembeli di sana.”Telinga Miya cukup sensitif berhasil menangkap bisik-bisik dua orang gadis bangsawan yang sepertinya sedang mengunjungi toko bunga dan tanaman hias Miss Hudson. Sontak Miya melemparkan pandangannya ke sumber suara. Mendapati kedua gadis tersebut merona malu ketika bertukar pandang dengannya.Sebelah alis Miya terangkat, dan dua gadis itu terpekik terkejut ketika melihat hal tersebut, “Kenapa dengan kedua gadis di sana?”“Huh?” Lucian yang kebetulan mendengar gumaman Miya tersebut sontak menatap ke arah yang juga ditatap oleh wanita di sebelahnya tersebut, “Ah ... apa Arcelia belum tahu jika ada sekelompok gadis bangsawan muda yang mengagumi para wanita?”“Begitukah?” tanya Miya menatap Lucian dengan rasa penasaran yang membumbung tinggi. Mata birunya pun tampak berbinar, merasa terharu dengan gagasan tersebut.“Iya,