Share

5. Pelarian

"Anda akan pindah ke bangunan barat untuk sementara waktu sesuai dengan perintah Tuan Besar," ucap kepala pelayan pada Felen yang memilih acuh terhadap sekitarnya.

"Ya ... " Felen menyetujui begitu saja pengasingan tersebut. Menolak pun percuma karena perintah Barend adalah mutlak.

Sejak saat itu, Felen tidak lagi tinggal di bangunan utama, tetapi di bangunan barat. Dekat dengan kediaman para pelayan. Ruang geraknya pun dibatasi, dan ia tidak diperbolehkan mengunjungi bangunan utama kecuali atas panggilan Barend. Gadis itu terisolasi dari dunia luar. Tidak mengetahui apa saja yang terjadi di luar sangkar emas miliknya. Termasuk keadaan Aghnya yang dikurung dengan penjagaan ketat.

Felen awalnya berpikir kalau terkurung lebih baik daripada harus menyaksikan kepedulian Barend pada Abelard di mana ia menjadi pihak yang terlupakan. Kehidupan monoton tanpa konflik. Namun, ekspektasi Felen hancur ketika Barend memanggilnya di waktu-waktu tertentu untuk berkumpul bersama, dan setiap itu pula selalu ada kejadian yang membuat Felen menjadi tersangka sehingga hukuman cambuk dari Barend menjadi makanan penutup yang harus gadis itu cicipi.

Hal itu terus berlanjut hingga Felen menapaki kedewasaannya. Terjadi secara berulang sampai membuat gadis itu merasa bosan sekaligus muak. Felen mengira kehidupan seperti itu akan terus ia jalani, tetapi kedatangan Aghnya di hari pesta Debutante-nya dilangsungkan mengubah semua itu.

Aghnya yang sudah lama Felen tidak ketahui keberadaannya, muncul dan memberitahu informasi penting bahwa Barend berniat menghabisi Aghnya dan Felen agar tidak menjadi pengganggu yang mungkin akan menghancurkan rencana pria itu. Felen tidak ingin mempercayai hal tersebut karena meski Barend sering menghukumnya karena kesalahan kecil yang Felen lakukan, ayahnya itu sesekali masih menunjukkan kepedulian sebagaimana orang tua seharusnya.

Akan tetapi, melihat kondisi penampilan Aghnya yang menyedihkan, keraguan Felen terhadap perkataan ibunya itu perlahan sirna. Pandangan mata Aghnya yang menyimpan ketegaran serta suaranya yang penuh ketegasan membuat Felen yakin kalau ibunya tidak berbohong. Apalagi setelah Felen mendengar tentang kedatangan ibunda Abelard di pesta Debutante-nya, ia tidak lagi menolak ajakan Aghnya untuk melarikan diri bersama.

"Sebaiknya kita segera keluar dari sini sebelum anak buah ayahmu yang diperintahkan untuk menghabisi kita berdua datang," ucap Aghnya dengan suara tenang. Namun, sebenarnya kepanikan tengah dirasakan wanita itu.

Informasi tentang operasi pelenyapan dirinya dan Felen yang Aghnya tidak sengaja curi dengar disaat-saat terakhir membuat ia tidak memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan rencana pelarian tersebut. Sehingga Aghnya tidak mempersiapkan apa pun sama sekali, hanya bermodalkan tubuh rapuhnya. Kenekatan Aghnya terjadi karena didorong oleh perasaan ingin melindungi dan menyelamatkan Felen.

Meski rencana melarikan diri tersebut tidak dipersiapkan secara matang, Aghnya sudah memikirkan pilihan terbaik yang bisa ia ambil untuk sekarang. Yaitu pergi ke kediaman teman baik kedua orang tuanya dulu yang berada di perbatasan hutan, bersembunyi untuk sementara waktu lalu pergi jauh ke pedesaan di mana Barend tidak mungkin untuk menemukan mereka.

"Mom, apakah kita perlu membawa sesuatu? Tapi, di sini tidak ada apa pun yang penting untuk dibawa." Felen terlihat panik sembari mengedarkan mata ke sekeliling kamar yang sudah ia tempati selama kurang lebih lima tahun sejak Barend mengasingkannya.

"Tidak perlu. Mom sudah membawa benda penting yang mungkin kita butuhkan nanti." Aghnya memperlihatkan kantung berukuran sedang yang berada di pinggang. Kantung yang berisi beberapa perhiasan dan permata yang bisa dijual untuk keperluan mereka.

Setelah itu, Aghnya dan Felen berlari keluar dengan tergesa-gesa dan mulai melaksanakan pelarian diri mereka. Melewati para pelayan wanita yang tergelatak pingsan di lantai akibat tindakan brutal Aghnya saat menerobos masuk. Felen yang melihat itu hanya bisa meringis, kemudian meminta maaf dalam hati. Gadis itu merasa sedikit bersalah meski bukan dirinya yang melukai mereka.

Sementara itu, kucing hitam bermata emas yang diam-diam memerhatikan interaksi Aghnya dengan Felen dari balik kegelapan, menampilkan seringai puas karena rencananya berjalan sesuai keinginan. Kucing itu bahkan terlihat mendesah bangga atas pencapaian yang ia lakukan.

Kemudian, tanpa diduga oleh kucing hitam yang merupakan wujud buatan Lucifer tersebut-- Sang Raja Iblis Terkuat, sosok lain muncul dan mengganggu waktunya dalam mengamati Felen.

"Yo, Lucifer, adikku tersayang," sapa sosok dengan rambut berwarna semerah darah itu.

Telinga kucing hitam itu berkedut ketika mendengar suara menyebalkan iblis yang merupakan sahabat baiknya tersebut, Satan-- The Avatar of Wrath. Aura kucing Lucifer semakin menggelap dan suram. Tidak menyukai kehadiran Satan yang tidak ia harapkan akan muncul.

"Sepertinya kau tampak menikmati permainanmu, eh?"

Kucing hitam itu mengabaikan pernyataan Satan, seolah kehadiran iblis itu tidak ada.

Kesal karena dianggap sebagai makhluk tak kasat mata, Satan menoel pipi kucing Lucifer berkali-kali hingga akhirnya kucing itu mau tidak mau menoleh dengan mata bulat terangnya yang mendelik jengah. Ia mendesis tidak terima. Cakar tajam kucing itu mendepak lengan Satan, memberikan ukiran panjang yang kini menghiasi punggung tangan Satan.

"Hei ... ! Kau sensitif sekali," keluh Satan dengan wajah yang dibuat tampak sedih.

"Pergi sana." Kucing Lucifer yang biasa hanya mengeong kini mengeluarkan suaranya yang terdengar maskulin.

"Ah ... kau tidak mau berbagi kesenanganmu walau sedikit saja?"

"Tidak, jadi pergilah dan cari atau buat kesenanganmu sendiri," ucap kucing hitam itu sembari berlalu pergi untuk mengikuti Felen dan Aghnya.

Satan terkekeh dengan senyum lebar di bibir. Kedua matanya bahkan sampai membentuk bulat sabit, menandakan kalau ia cukup terhibur walau tidak pasti apa yang sebenarnya iblis itu tertawakan.

"Hm, selamat bersenang-senang. Semoga permainan yang kau ciptakan tidak berbalik menyerangmu, Wahai Adikku Tersayang."

Ucapan Satan sarat dengan nada mengejek. Kemudian, tubuh manusianya yang tadi terlihat oleh Lucifer perlahan retak dan pecah seperti kaca, lalu bertebaran terbawa angin layaknya daun berguguran. Seiring dengan menghilangnya keberadaan Satan, derap langkah terburu terdengar dari kejauhan.

Kucing Lucifer yang tengah melangkah santai melewati kumpulan pria berpakaian hitam yang datang untuk menghabisi nyawa Felen dan Aghnya, diam-diam menertawakan mereka. Euforia tengah dirasakan iblis itu karena sebentar lagi dirinya akan memetik buah yang telah ia rawat dengan baik. Suasana hati Lucifer yang sedang sangat baik membuatnya ingin tertawa keras secara terus menerus meski tidak terdapat hal lucu.

Sedangkan Barend yang duduk menunggu di ruangannya, berharap mendapat kabar baik, kini tengah menggebrak meja kerjanya dengan sangat keras. Kabar yang disampaikan oleh salah satu anak buahnya memicu amarah Barend hingga membuat urat-urat di leher pria itu tercetak jelas.

"Cepat cari keduanya! Jangan sampai lolos atau kalian yang akan aku habisi sebagai gantinya!" perintahnya tegas dengan tangan terkepal siap meninju siapa saja yang membuat amarahnya semakin meledak tak terkendali.

Barend tidak ingin rencana yang sudah ia susun sejak lama hancur berantakan. Terlebih, para tamu yang diundang untuk memeriahkan acara Debutante Felen sudah hadir. Penonton yang akan menjadi saksi pertunjukkan yang dibuat Barend. Pertunjukkan di mana kematian Felen dan Aghnya akan dibuat sebagai sebuah kecelakaan yang tidak disengaja. Namun, apabila pemeran utama tidak hadir di atas panggung, pertunjukkan tersebut tentu tidak akan bisa dilangsungkan.

"Temukan mereka sebelum acara dimulai!" Perintah tegas Barend langsung dilaksanakan. 

***

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
Nanti juga jilat ludah sendiri Luci
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status