Wanita itu terus membuntuti langkah Nevan hingga ke depan ruangan, sedangkan salah satu anggota gangster menghentikan dirinya tepat di sudut dinding.
“Woi, ini dia orang aneh tadi?” sebut si anggota geng.
“Eh, elu kenapa? Gue mau ke kelas,” kelit Nevan menghindar.
Akan tetapi.
“Woi!! Elu nyadar nggak?! Nevan ini kemarin hanya kesurupan setan hutan, buktinya dia udah nolongi gue dari cowok nyebelin,” bentak si gadis berambut ikal dengan kuncir kudanya.
Ketiga kawanan geng tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh si gadis tentang Nevan yang akhirnya menunjukkan belas kasihnya.
“Eh, benerkan yang dibilang dia? Aku nggak bohong kan?” sebut Nevan dengan nada berbeda.
Semua orang malah tercenung dengan perubahan Nevan yang kembali dengan wujud aslinya. Namun, ketiga komplotan itu bahkan tidak menyadari bahwa Nevan yang sesungguhnya ada di hadapan mereka.
“Eh, elu mau ngebodohin kita, ya?!” gertak salah satu rekannya, dengan meraih kerah Nevan melempar tatapan tajam ke arahnya.
Namun, Nevan berusaha untuk mengalahkan sifat aslinya dari sifat yang baru saja dia dapatkan dari sosok gumiho masa lalu.
“Eh, Bro! Bro! ini gue, Nevan taksan. Masa elu mau ngebanting gue ke lantai? Hah?!” dengus Nevan benar-benar menampakkan wajah asli dari humorisnya. Lantas, apakah hal tersebut akan dipercaya oleh ketiga rekannya tersebut?
“Eh, lepasin nggak?! Dia udah kembali kok,” kelit si gadis hendak merampas tangan Nevan.
Namun, yang terjadi adalah ….
Pow!
Sebuah tangan yang melayang dari si pria sok hebat ke wajah Nevan dengan kuat. Tubuh Nevan terpental seketika namun tak sampai terhempas jauh. Akan tetapi, mata mulai memperlihatkan dirinya pada ketiga pria tersebut.
Tiba-tiba dari balik punggung Nevan.
“Nevan,” sapa Bellona memegang tangannya, hingga memancarkan aura hangat dari seorang gadis yang dicintainya.
Nevan yang hendak menarik kuat kekuatannya untuk melawan ketiga pria itu, akhirnya meredam akibat sentuhan lembut dari Bellona.
“Kamu ke mana aja?” tanya Bellona pelan.
“Ayo, kita ke kelas!” ajak bellona tiba-tiba.
Nevan yang terkinjat dari suara lembut itu bahkan menuruti kemauan Bellona untuk membalikkan badannya. Tapi, Bellona seketika berhenti lalu menoleh ke arah ketiga pemuda dan satu gadis.
“Mulai sekarang, kalian jangan ganggu Nevan lagi!” ketus Bellona tak acuh.
Ia pun kembali menarik tangan Nevan untuk meninggalkan sisi ruangan yang sudah tidak jauh dari kelas mereka.
Sontak, si gadis masih merasa aneh dari tingkah Nevan yang berubah-ubah dengan sangat cepat. Ketiga pemuda itu mendekati si gadis.
“Erin,” sapa dari ketiga pemuda.
Si gadis yang bersapa Erin itu menoleh, “Kenapa?” tanyanya dengan kelopak mata yang meninggi.
“Itu beneran Nevan??” sebut si pemuda bertubuh tinggi itu.
“Dio, Endi, Roki … elu betiga nggak denger apa pesan terakhir dari Bellona? Mulai sekarang, jangan ganggu Nevan lagi! Gue juga tadi diselametin sama Nevan lho!” ungkap Erin.
Erin pun menghindari ketiganya dengan melewati tubuh Dio dengan kasar. Dio—pemuda yang melemparkan pukulan ke arah Nevan dengan kuat.
“Bro, gimana? Bos kita udah pulang hari ini,” sebut si pemuda yang ada di belakangnya. Dari ketiga pemuda itu tampangnya hanya biasa-biasa saja, bisa disebut dengan kategori standar. Tidak jelek dan tidak pula tampan.
Hanya saja dari kegarangan tampak dari ciri-ciri khas mereka adalah sebuah anting yang melekat di masing-masing telinga dengan inisial ‘G’. Tubuhnya memang macho dan tinggi, rambut gaya nakal berdiri ke atas.
Anting berada di sebelah telinga kiri, dengan eye liner hitam di sekitaran mata. Sebuah pertanda bahwa mereka adalah tim gangster yang ada di kampus. Siapa yang berani dengan mereka?
Namun, melihat kejadian itu pun ketiganya berbalik arah untuk kembali ke tempat tujuan mereka.
Akan tetapi, dari ujung lorong ruangan. Keluarlah seorang pemuda yang akhirnya babak belur akibat hantaman keras dari Nevan. Langkahnya begitu gontai sambil meremas kepala perlahan.
Seseorang berdiri di muka pintu dengan memperhatikan si pemuda tersebut. Pria itu memperlihatkan dirinya di saat situasi menjadi sepi. Seorang dosen yang pernah bertemu dengan Nevan di dalam sebuah Laboratorium Arkeologi.
Pria agak tua itu tersenyum dengan lebar. Dosen itu memperlihatkan raut tua dengan kepala botak celentang yang menyisakan rambut di samping-samping kepala.
“Heuh! Cho Ye Joon,” dengusnya lalu menghilang dari posisi tersebut.
Tidak ada yang melihat bahwa dirinya menghilang tanpa aba-aba dari sana. Jika ada yang melihat, apa semua akan percaya? Lalu, siapa pria misterius itu?
***
Ruang kelas berakhir begitu saja. Nevan bergegas menghindar dari teman-temannya agar tidak dapat dibenci maupun dihujat lagi. Bellona mencari-cari sosok Nevan yang sudah menghilang dengan begitu cepatnya.
“Kamu nyari siapa, Bel?” tanya Felix penasaran.
Bellona menoleh, “Nevan ke mana ya?”
“Nevan??” singkat Felix mengelilingi penglihatannya.
“Udah balik kali,” sahutnya meyakinkan.
Kedua pemuda yang pernah menjadi rekan mereka akhirnya melewati Bellona dengan santai.
“Eh, Rendi!” cegah Bellona memekik.
Keduanya berhenti saat Bellona berusaha menghentikan langkah mereka.
“Kenapa, Bel?” tanya Rendi heran.
“Elu ada liat Nevan nggak?” tanya Bellona sedikit cemas.
“Wah, kalau dia mah bodoh amat!” ketus Rendi.
“Yuk, Drik! Kita cabut,” ajak Rendi dengan tampang raut kesalnya.
Bellona menghela napas panjangnya, “Huuuft ….”
“Udah, Bel. Mending kita pulang aja, ntar besok juga ketemu,” bujuk Felix mengkhawatirkan sahabatnya.
“Yuk lah!” putus Bellona yang hampir putus asa.
Dari sisi yang tidak terduga, Bellona tertabrak dengan seorang dosen baru tadi di balik sudut dinding perbatasan.
Brak!
“O, maafkan aku, Pak,” lirih Bellona melihat dosen itu dengan membungkuk.
Si dosen itu merundukkan pandangannya, lalu mengacungkan salah satu tangannya, “tidak apa-apa, kalian bisa melanjutkannya.”
“Bener, Bapak nggak apa-apa?” tanya Bellona khawatir.
“Tidak apa-apa,” sahut si dosen kepala celentang itu tersenyum sambil menatap Bellona.
“Oke, kalau gitu kita permisi, ya, Pak,” pamit Bellona merunduk.
Si dosen itu tersenyum miring, sambil membalikkan badannya menatap Bellona yang seakan menunjukkan sisi terang dari dalam tubuhnya.
“Kelereng rubahnya,” sebut si dosen perlahan.
Bellona membalikkan pandangannya ke arah sang dosen yang masih memperhatikan wajahnya dari ujung penglihatannya.
Sementara itu, Bellona mengerutkan keningnya.
“Itu dosen baru kan?” sebut Bellona.
“Iya, katanya sih dia datang dari jauh banget,” sahut Felix.
***
Di ujung jalanan yang sudah terlempar dari sudut bangunan kampusnya. Nevan berdiri sembari mendekati para pemuda yang berusaha menjajah seorang gadis yang dikenalnya.
“Lepasin, Erin!” perintah Nevan dengan tegas.
Bertemu lagi dengan ketiga geng yang masih belum puas menghadang dirinya. Kini, seorang gadis yang akan menjadi umpan baginya untuk menyerang.
“Eh, tunjukin kalo elu hebat!” seru Dio sambil menahan tubuh Erin dengan kuat.
Nevan merundukkan kepalanya sambil mengepalkan tangan. Aroma darah mulai tercium sangat dekat, hingga pergelangan urat terus berdenyut cepat. Di balik kelopak matanya bersinar dengan redup, hingga bola mata merah hendak diperlihatkannya.
“Woi, lu tuli ya?!” gertak Dio lagi.
Nevan pun perlahan memajukan langkahnya, dengan baju kemeja yang dibiarkan mengibar dari terpaan angin yang melayangkan ujung helaian.
“Nevan, jangan!!” teriak Erin.
Wajib taruh ke dalam rak setelah baca bagian dari cerita ini, karena apa? Semua butuh proses untuk menjadi cerita yang apik dan tertata rapi. Semua yang saya tulis demi kenyaman si pembaca yang utama. Dibutuhkan suatu dukungan dari penambahan kea rah dan juga review tentang isi dari cerita. Maka dari itu, sangatlah diharapkan untuk menjadi bagian terindah untuk kisah ini.
Follow juga I* @Rossy_stories.
Biar kamu bisa mengetahui segala karya milik Rossystories.
Tak lupa kuucapkan kata terima kasih sebanyak-banyaknya atas waktu yang diluangkan hanya dari membaca cerita recehku ini. Semoga sehat selalu dan berlimpah rezeki!
#Happy reading. Kembali ke kota Depok. Sekumpulan teman bersama-sama kembali. Nevan menduduki kursi paling ujung bersama ketiga rekannya. Di sampingnya, Bellona melirik pelan ke wajahnya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Bellona. Nevan menggelengkan kepalanya. Mereka tiba-tiba turun dengan tanpa rasa sadar kalau perkotaan menjadi gelap kehitaman. Satu per satu menerawang gulungan awan yang menutupi langit kala itu. Nevan mulai melirik Kim Dae Jung dengan sorotan mata aneh lagi curiga. Kemudian cahaya putih terang mendatangi mereka, dimana orang-orang telah menjauh semua karena takut. Namun mereka masih berada di sana. Nevan, Bellona, Felix, dan Kim Dae Jung sendiri. Apsara itu kembali di depan mata. Sosok makhluk kayangan itu berdiri menyambut kepulangan mereka. Menatap lurus mengarah Nevan. “Kau harus melawan musuhmu di malam ini juga. Kita tidak punya waktu, kecuali kau ak
Pelarian mereka setelah menjauh dari ketiga musuh. Nevan dan Kim Dae Jung mulai memberhentikan diri di ujung pemukiman warga. Setelah bertemu banyak orang, mereka tampak lelah sekaligus gelisah. “Sepertinya kita sudah lebih aman,” tutur Nevan. Kim Dae Jung meranggul kepala, sembari melepaskan lengan Felix bersama dengan tindakan Nevan. Bellona dan Felix yang merasakan kelelahan akhirnya membungkuk sambil memegang kuat ransel besar. “Kau tidak kenapa-kenapa kan?” tanya Nevan khawatir. Bellona memegangi lutut sambil meringis kelelahan, tetapi kepalanya menggeleng. “Nggak apa-apa, Van. Aku nggak apa-apa,” sahutnya. Nevan memegangi lengan kekasihnya, membantunya bangkit dengan tegak. “Gimana kalo kita cari kos-an saja?” usul Felix. “Ide bagus!” sahut Nevan. “Kalian pergilah, aku harus membuang aroma tubuh kalian agar Go Jo Woo dan iblis itu tidak bisa menemu
Makhluk kayangan itu memperlihatkan dirinya dengan baju putih panjang. Rambut putih dengan mata bersinar cerah. Menatap lurus ke hadapan Nevan yang sekaligus menyatu dengan gumiho dari masa lalu tersebut.“Untuk apa kalian memanggilku kemari?” tanya Apsara mengerutkan kening.“Kami membutuhkan bantuanmu,” pinta Nevan mendongakkan wajahnya.Di balik dua sisi Nevan berada. Bellona dan Felix mulai terpelangah. Ketiganya mulai beranjak setelah berdekam merunduk ke hadapan Apsara tersebut.Malam yang redup ini mempertemukan mereka pada kejutan menakjubkan. Nevan mulai menegakkan tubuhnya, membusungkan dada ke depan pandangan. Tangannya mulai menunjuk dirinya sendiri.“Di dalam tubuhku ini ada dua jiwa yang menyatu,” ungkap Nevan.“Lalu, apa kalian ingin memintaku agar mengeluarkan kalian dari satu tubuh?” tanggap Apsara.Nevan
Sebuah gua yang jauh dari pemukiman warga. Akan tetapi, ditutupi oleh dedaunan menghijau dan lebat. Nevan mulai mendekati mulut gua bersama kedua temannya. Langkah pertama mereka tiba di tempat yang mereka inginkan. “Kita harus nemuin sumber Apsara itu,” putus Nevan. Felix dan Bellona pun mengikuti langkah Nevan memasuki gua tersebut. Di antara kegelapan gua menyelimuti kesepian mereka. Penglihatan mulai meredup. Akhirnya, cahaya senter terbias menyorot ke jalanan gua. “Van, apa lo yakin?” tanya Felix ragu. “Ini bukan keputusan gue, tapi si Cho Ye Joon,” sebut Nevan membalikkan badan. Wajahnya dipenuhi dengan segala rahasia yang segera terbuka. Kembali menelusuri ruangan gua yang gelap. Dipenuhi dengan kelelawar bergelantungan sekaligus berterbangan. Nevan mulai berhenti di sudut dinding ruangan. Tangannya menggenggam lonceng emas diarahkan ke depan pandangan. K
Ransel, sepatu boots hitam mengilap, dua pria menggunakan celana Tactical, satu wanita menggunakan celana denim. Dari arah bawah terlihat langkah saling menyatu dalam kebersamaan mengiringi jalan. Mulai terpampang jelas dari arah balik punggung baju kemeja berwarna kelabu di tengah. Dua pria menutupi posisi wanita di tengah. Menggunakan langkah santai mereka sembari memegangi ransel tebal. Angin melambai pesona anak muda tampan dan cantik. Sampai pada penampilan wajah-wajah mereka bertiga. Bellona melebarkan senyuman mengiringi langkah. Nevan meraih tangan Bellona dan saling menatap. Sementara Felix menari bersamaan langkah mereka. Seruan angin menyentuh pipi secara lembut. Menyentuh lebih hangat melihat pasangan yang saling menjalin hubungan terbaik mereka. Berhenti di penghujung jalan. Tak beberapa lama bus pun berhenti perlahan. Nevan melirik satu per satu orang yang ada di
Suasana yang telah diperlihatkan dengan jelas di depan pandangan batinnya. Nevan melewati malam setelah mengadakan ritual sesaat. Kini, ia pun bergegas perlahan layaknya manusia normal kembali.Nevan berhenti di sudut jalan perkotaan. Terbias lampu jalanan mengiringi langkah menyelinap di antara wajah cerianya.Rona berkilauan gemerlapnya redup malam. Dirinya mengelilingi pandangan ke seluruh pandangan mata. Seisi perkotaan menemaninya pada tujuan yang sudah ditemukan.Kedua tangannya mengepal bulat. “Go Jo Woo, kau memang cerdik dan licik!” geramnya memandangi kegeraman di kala malam menyelimuti.Langkahnya kembali tergerak menuju kepulangan. Di sisi pertemuan yang menjadi kisah akhir dari musuhnya.Senyuman miring dengan tatapan sinisnya. “Heuh! Kau pikir akan menang?” sebutnya meledek. Nadanya terdengar menyeru semangat. Menutupi malam menjadi kesenduan ke