Micko masuk ke kamar hotelnya, ia mengambil beberapa baju yang ia perlukan. Ia membawanya ke dalam koper kecil, ia keluar dengan segera dan pergi ke rumah sakit lagi. ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin melindungi ayahnya sendiri dengan kedua tangannya. Ia ingin semuanya berakhir baik setiap masalah yang telah terjadi beberapa tahun yang lalu maupun merubah masa depannya.
Ia kembali dan duduk di samping ayahnya, ia bahkan membelikan air baru untuk ayahnya. Ia melihat dokter dan suster yang merawat ayahnya, ia juga yang mencari tahu apa yang menyebabkan ayahnya sampai terbaring di rumah sakit, ia berharap bahwa dirinya salah namun seluruhnya seperti mengarah kepada Alice.
Alice diam-diam kembali ke rumah sakit tanpa bersama dengan para pengawalnya, ia berusaha untuk tidak terlihat mencolok di rumah sakit takut-takut ia akan di seret oleh petugas keamanan karena telah menimbulkan pertengkaran hebat. Ia pergi ke lantai VVIP, dimana Lucky berada
Lucky di bawa menuju rumah persinggahan bukan rumah Micko maupun rumah ayahnya sendiri, ia membawanya keluar daerah yang biasanya mereka lakukan jika melakukan perjalanan yang cukup jauh. Jarvis seperti biasa mencoba untuk memahami apa yang baru saja terjadi, pertengkaran hebat baru saja terjadi, mungkinkah ini akan menjadi perang antara Micko dengan ibu tirinya, Alice.Farah belum menerima telepon sama sekali dari Micko ia cemas akan apa yang terjadi. Sudah dua hari dia tidak menerima kabarnya satu pun, kecurigaannya semakin menjadi ketika ia melihat seseorang di rumah sakit kemarin sabtu. Ia keluar dari kamarnya dan menuju ruang ibunya, ia melihat bahwa Vicka juga tengah kesal dengan kejadian kemarin sabtu, ia masuk ke ruangan ibunya, “Ma, siapa wanita itu?.”tanya Farah.Vicka yang mendengarnya terkejut ia tak tahu bahwa Farah akan memikirkannya sampai sejauh itu, “Masalahnya aku belum dapat informasi dari Micko, ma. Siapa wanita itu?.”tanya F
Hati Micko hancur berkeping-keping keluarganya hancur berantakan akibat ulah ibu tirinya, ia tak mengira bahwa ibu tirinya sekeji itu. Ia bahkan rela membunuh ayahnya di depan matanya sendiri, “Sialan! Akan aku bunuh dia dengan tanganku sendiri!.”teriak Micko di kamarnya.“Bos, tenang, bos.”kata Jarvis.“Gimana bisa tenang?.”katanya yang masih belum bisa mengontrol emosinya.“Iya juga sih tapi gimana sama pak Lucky?.”“Ayah ku tetap di sini, akan aku upayakan semuanya baik itu alat-alat medis yang di perlukan atau obat. Dia akan melanjutkan pengobatannya di rumah ini.”“Terus masalah pemindahan harta?.”“Sebentar ada orang yang belum aku hubungi dari tadi.”“Neng Farah?!.”“Ya iya lah siapa lagi kalau bukan dia.”Micko mengambil handphonenya dan menghubungi Farah. Farah terkejut ketika mengetahui bahwa Micko menghu
Vicka yang masih berusaha menjernihkan pikirannya berusaha tak mau ambil pusing tapi dengan seluruh kejadian yang telah terjadi beberapa hari ini, membuat dia harus bisa berfikir bagaimana melindungi Farah, “Lalu, apa rencanmu, Micko?.”tanya Vicka.“Pastinya akan lindungi Farah dari wanita iblis itu.”“Bagaimana? Karena harus kau yang ikut bertanggung jawab.”“Ma, sudahlah jangan terlalu memaksa kehendak mama.”kata Farah.“Farah, kamu belum tahu wanita itu. Dia jahat.”“Iya, sayang, benar yang mama kamu bilang, dia jahat. Aku lihat dengan mata kepala aku sendiri. Bagaimana ia berusaha merebut papa aku sampai terjadi seperti ini, ia bahkan pernah menguasai kantor papa aku.”Farah mengigit bibir bawahnya ia tak percaya bahwa dua orang ini benar-benar menjadi korban dari Alice. Di saat yang bersamaan Farah ingin mengetahui apa yang terjadi dengan kondisi Lucky, “Ayahm
“Akhirnya kau bisa makan normal.”kata Vicka mengejek anak perempuan tersebut.“Besok buatkan itu lagi, Micko.”kata Farah dengan mengerlingkan matanya.“Kalau aku tak membuatkannya?.”tanya Micko.“Kau akan menyesal. Makanan itu enak sekali aku jadi ingin tambah.”kata Farah dengan bahagia. “Asal jangan buat ayam goreng.”kata Farah yang melirik Mbak Rin. Mbak Rin yang melihat tatapan tersebut seakan tak percaya bahwa Farah akan memakan makanan yang di buat oleh Micko.“Kau kira-kira kalau makan.”kata Vicka. “Hmm…sepertinya aku boleh mencicipi makananmu, Micko.”kata Vicka.“Nyonya, kalau begitu stock indomie banyakan.”kata Mbak Rin.“Kau ini! Ya, ya..bagaimana kalau hari ini kita belanja Farah?.”“Ayo. Aku sudah lama tidak keluar.”kata Farah girang.Mereka akhirnya kembali ke ruang tengah. Micko menglist be
Micko kaget ketika benar apa yang dikatakan Vicka bahwa pegawainya lah yang membawakan kopernya. Ia tak menyangka di balik sikap galaknya Vicka ternyata ia memiliki hati yang lembut. Malam itu Micko menyiapkan makanan untuk Farah, ia membuatkan makanan yang bisa di makan oleh Farah.Ia yang di bantu oleh Mbak Rin membuat beberapa makanan yang mengugah selera Farah dan Vicka. Vicka ikut senang akan pulihnya Farah dari makanan yang tidak sehat. Ia berusaha semampunya untuk bisa melakukan yang terbaik untuk anak itu, ia juga melengkapinya dengan susu kehamilan.Micko membawa makanan untuk Farah ke kamarnya, mbak rin membuka pintu kamar Farah dan membiarkan Micko masuk untuk memberikan Farah makan, “Kenapa kau membawanya ke atas.”“Tak apa. Lebih enak jika aku bisa menyuapimu.”“Hmm..masak apa?.”“Kau pasti akan suka. Duduklah.”Micko membuka masakannya dan terlihat beberapa makanan yang enak di ha
Pagi-pagi benar Farah merasakan tubuhnya tak enak. Ia merasakan mual seperti biasanya, Micko yang melihatnya menghampiri Farah yang tengah muntah-muntah. Farah merasakan lemas, bahkan perutnya mulai sakit kembali. Micko melihat wajah Farah yang pucat,“Sayang, kau tak apa-apa?.”“Aku tak apa-apa.”katanya yang memegang lehernya. Ia merasakan kembali perutnya bergejolak hebat. Ia ingin sekali menahannya namun tak bisa ia tahan, ia kembali memuntahkan apa yang menjadi isi perutnya.“Ayo kita ke rumah sakit.”“Aku nggak apa-apa, sayang.”“Apanya yang nggak apa-apa. Apa yang kamu rasa sayang?.”“Entahlah kepala aku pusing, sayang.”katanya kepada Micko.Micko menyentuh dahi Farah dan membedakan dengan dirinya. Ia beberapa kali mengecek nadi Farah, ia merasakan jantungnya berdegup tidak stabil, “Sayang, kamu demam.”“Demam?.”“
Sekembalinya Micko setelah selesai mengurus dokumen rawat inap, ia melihat Farah sudah tak sadarkan dirinya. Ia berusaha untuk tetap menjaga Farah dengan segala caranya, dokter yang melihat hal tersebut terharu akan perbuatannya. Ia tak menyangka bahwa Micko adalah calon suami yang tepat, suami yang seperti itu yang di butuhkan oleh setiap wanita.Micko sebenarnya takut akan kehilangan Farah, karena ia tak ingin wanita yang dia cintai meninggalkan dirinya sendiri. Mobil Ambulance meraung di depan IGD, siap membawa Farah ke ruang rawat inap. Farah sudah tak sadarkan dirinya, “Maaf, dia dalam pengaruh obat.”kata suster tersebut.“Obat apa?.”“Analgesik.”“Ada pengaruh terhadap janin apa tidak?.”“Tidak. Sudah sesuai dengan persetujuan dokter.”“Ini.”katanya yang memberikan berkas-berkas dokumen rawat inap kepada suster itu.“Terima kasih, pak.”Be
Andre yang mendengar hal itu seakan tak ingin mengetahui hubungan rahasia mereka. Dari awal mereka berpacaran, ia ingin sekali memergoki kedua orang itu namun entah bagaimana Micko dan Farah tidak pernah ketahuan baik oleh Andre maupun oleh orang lain.== Tujuh Bulan yang Lalu ==Andre berencana merebut Farah, diam-diam ia memantau pergerakan antara Micko dan Farah. Ia memata-matai mereka berdua baik dari telephone maupun aktivitas mereka. Namun yang membuat hatinya bergetar bahkan siap melindungi Farah adalah ketika Micko tidak sengaja melukai perasaannya.“Micko, ada yang ingin aku bicarakan.”kata Farah sepulang kerja. Angela yang ada di ruangan kerja bosnya keluar. Ia tak ingin mendengar apa yang menjadi masalah di antara kedua pasangan itu.“Kenapa sayang?.”“Kamu kenapa bisa bicara bahwa kita tak ada hubungan. Dan, kenapa kamu jaga jarak?.”Micko terdiam sejenak, ia tahu bahwa perkataannya melukai hat