LOGINSean McNally I'm the captain of the Irish Rabbits in Boston. We've been here a long time. The Russians are the interlopers. But they come with power and strength I can't hope to fight. I gotta get me some leverage in the form of Irina Dobrev, Bratva princess and the Pakhan's sister. A marriage between us would mean this war is over. I just have to kidnap her first and leave her with no choice. Irina Dobrev This war is tiresome especially since the Rabbits keep trying to ambush me everywhere I go. Now Roman, my brother and the Pakhan of the Boston Bratva, wants me to stay locked up in a safehouse. I don't even have my favorite sweat pants with me! I am not about this life. So I decide to take matters into my own hands and make a deal with the Irish. Anything to get them to stop chasing me all over town. This is book one of a series: The Bratva Chronicles. It ends in a cliffhanger.
View MoreKETIKA KEPALA PREMAN MENIKAHI USTAZAH
PART 1Zalikha terus saja memperhatikan, gambaran wajah seorang pria dalam sebuah photo yang dikirimkan oleh salah seorang jamaah-nya setengah jam yang lalu, selepas Salat Isya tadi.Gambar photo melukiskan sosok wajah pria yang terbilang tampan untuk ukuran sosok laki-laki dewasa. Berwajah bersih, dengan alis tebal dan rahang kekar, hidungnya bangir juga sorot mata yang tajam. Berkharisma, kesimpulan yang diambil Zalikha saat pertama kali melihat photo pria tersebut via aplikasi pesan berlogo hijau."Mohon maaf Ustazah. Jika Ustazah berkenan, saya ingin melamar Ustazah untuk putra pertama saya?" Pertanyaan dari seorang Ibu anggota pengajian yang berpakaian bagus cukup membuat Zalikha terkejut."Alhamdulillah ... Ibu Daisah bisa saja." Zalikha tersenyum saat siang tadi di halaman sebuah masjid selepas memberikan tazkiah di salah satu majelis taklim wanita Masjid Ar- Rahmah tempatnya mengajar rutin seminggu sekali di setiap hari Kamis dalam dua bulan terakhir ini.Ibu Daisah, wanita paruh baya yang selalu rutin mengikuti pengajian yang di pimpinnya di salah satu tempat pinggiran Kota Jakarta. Wanita baik dengan senyum tulus, setiap menghadiri pengajian selalu dikawal oleh dua orang pria yang hanya menunggu di halaman depan masjid.Sekali lagi Zalikha melihat photo tersebut, ada desir halus di hatinya, lalu cepat-cepat dia tutup kembali. Wajahnya tiba-tiba berasa hangat, dan ini pertama kalinya Zalikha merasakan hal yang berbeda terhadap lawan jenisnya. Padahal hanya sebuah photo dalam handphone."Saya serius Ustazah, saya tidak bercanda," ujar Ibu Daisah siang tadi, terus mencecarnya. Sementara dua orang pengawalnya terus saja memperhatikan dari kejauhan. Zalikha menatap Ibu Daisah dengan lembut, senyum tak pernah lepas dari wajahnya."Putra ibu apa mau dengan saya yang yatim piatu dan miskin ini, Bu ...," jawab Zalikha pelan. Apalagi setiap kali mengaji, perempuan paruh baya tersebut selalu diantar dengan mobil yang sangat mewah, tetapi tidak pernah menunjukkan sifat sombong dan tinggi hati pada dirinya. Sejujurnya Zalikha mengagumi sosok santun dan baik budi dari Ibu Daisah."Insya Allah, putra saya tidak akan pernah menolak permintaan saya," jawab Ibu Daisah yakin. Matanya menatap Zalikha lebih tajam."Saya tidak cantik, Ibu ...," ucap Zalikha lembut."Ustazah cantik kok, luar dalam. Hati saya menilainya seperti itu.""Alhamdulillah ... terima kasih Ibu ... jangan lupa untuk lebih memuji Allah pencipta saya ya, Bu, Pencipta kita semua," jawab Zalikha mengingatkan."Insya Allah, Ustazah ... jadi Ustazah mau ya dengan putra saya? Namanya Sadewa. Saya yakin dan percaya, Nak Zalikha akan membawa putra saya menjadi sosok manusia yang jauh lebih baik nantinya," ucapnya, dan baru kali ini Ibu Daisah memanggil Zalikha dengan sebutan "Nak"."Insya Allah ... jika memang berjodoh, akan Allah permudah jalannya," jawab Zalikha."Aamiin ya Allah. Nanti saya kirim photo putra saya lewat W* ya, Nak. Alhamdulillah, ibu sudah punya nomor Nak Zalikha dari Bu Hajah Rosna."Percakapan siang tadi dengan ibu dari pria yang di photo bernama Sadewa kembali terngiang di benak Zalikha. Ibu Daisah, salah satu anggota majelis taklim di bawah asuhannya yang menurut cerita ibu-ibu yang lain sering menjadi donatur terbesar dalam acara-acara keagamaan yang diadakan di Masjid Ar-Rahmah. Baik itu acara Isra Mi'raj, ataupun Maulid Nabi.Ibu Hajah Daisah sama seperti jamaah yang lainnya, berbaur tanpa melihat status sosial, mengingat tempat Zalikha mengajar adalah sebuah perkampungan pinggir kota yang padat penduduk. Ibu Daisah memang tidak tinggal di kampung ini, tapi di sebuah perumahan elite yang tidak jauh dari kampung ini. Memilih untuk ikut mengaji di majelis taklim tempatnya mengajar, karena di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada pengajian seperti ini, mengingat karena kompleks tempatnya tinggal lebih banyak didominasi dari non muslim. Zalikha memang tinggal sendiri di pinggiran kota besar ini. Dia kost di salah satu rumah yang tidak jauh dari Masjid tempatnya mengajar. Keberadaannya di kota ini karena ditempatkan oleh sebuah lembaga keagamaan yang menganggap kelurahan tempatnya mengajar ini membutuhkan tenaga pengajar untuk gadis dan wanita dewasa. Jadi, segala biaya untuk tempatnya tinggal dan uang untuk kebutuhan hidupnya ditanggung oleh lembaga keagamaan tersebut. Tidak besar memang, tapi bukan uang yang Zalikha cari. Ilmu yang dia dapatkan di sebuah pesantren dengan biaya dari panti asuhan tempatnya tinggal, itu yang ingin Zalikha amalkan.Sebenarnya, selain Zalikha, ada lagi seorang guru mengaji juga sepertinya, Ustazah Rosmini, seorang warga asli kampung ini, tetapi selalu saja Zalikha mendengar ada sesuatu yang terkesan kurang baik tentang perilaku beliau dalam bersosialisasi dengan warga, maupun aturan dalam pengajian yang dipimpinnya. Seperti seragam pengajian yang harus beli dengannya dan berharga mahal, ataupun besaran infak dan shadaqah yang dia tetapkan sendiri menurut maunya.Zalikha tidak mencari-cari informasi tentang beliau tersebut, hanya ucapan-ucapan selintas sempat terdengar di telinganya. Makanya ada sebagian jamaah yang berterima kasih dengan kehadirannya ikut mengajar di perkampungan pinggir kota ini, dan dari kabar yang terdengar jika saat ini semakin banyak jamaah pengajian Ustazah Rosmini yang pindah dan mengikuti pengajian Zalikha, terutama yang berpenghasilan pas-pasan, dan itu cukup membuat Zalikha tidak enak hati jika bertemu dengan Ustazah Rosmini, yang malah terkadang jadi bersikap acuh terhadapnya."Mbak Ika ...!" salah seorang kawan satu kost-nya, seorang karyawan pabrik, Rodiah, memanggilnya dari depan pintu kamar. Mengagetkan lamunannya dan cepat-cepat Zalikha membukakan."Ada apa, Yah?" tanya Zalikha, tepat saat dia ada di depan pintu kamarnya."Ada yang mencari Mbak tuh di depan rumah," jawab Rodiah, sembari mengambil potongan otak-otak di piring kecil yang ada di tangannya, memberi kode seperti menawarkan, tetapi Zalikha dengan santun menolaknya."Siapa, Yah?" "Nggak tahu, Mbak. Lihat saja sendiri, di depan teras rumah," ujar Rodiah, sembari terus mengunyah otak-otak, dan langsung kembali ke ruang depan. Zalikha segera mengambil dan memakai hijabnya, lalu segera menuju ke teras depan rumah. Kost-kostan tempat dia tinggali ini memang berbentuk satu rumah dengan empat kamar yang disewakan dan khusus wanita. Sementara pemiliknya tinggal di rumah sebelahnya.Dari ruang tamu Zalikha segera membuka pintu utama, dan terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bertepatan saat orang yang hendak menemuinya itu menatap ke arahnya."Ma-mas Sadewa," sebut Zalikha terbata, dan pria itu jauh lebih terkejut."Mbak kok bisa tahu nama saya?" Matanya menatap tajam, dan Zalikha mulai merasa gemetar.I made sure to keep the conversation flowing like any good wife should at dinner. It wasn’t too difficult. Roman and I never failed to find something to talk about and Sean went out of his way to contribute or be an active listener.“I remember once when Irina was twelve,” Roman was saying as I smiled along to a story about my first crush. It was a butch girl in my school who knocked out a bully who was trying to steal a younger girl’s lunch.It was Roman’s favorite story about me.“Poor girl was so confused.” Roman said, regarding me with amused eyes. “She didn’t understand why she wanted to kiss this girl.” Roman pitched his voice higher to imitate my voice. “Do you think it’s coz she looks like a boy? – she whispered to me.” He was grinning like a loon.If we were back home, I’d have thrown some soup at his head for trying to embarrass me, but since we were adults – and he was an entire Pakhan – we had to behave.Sean seemed pretty amused by the story. He was looking at me with bri
“My brother is coming for dinner tomorrow.”I looked up at my wife, eyebrows raised, “Beg pardon?”“We’re married now. It’s time for the next step.”I smirked. “Next step? And that would be? I thought it was the honeymoon.”Irina shrugged. “Well, you don’t seem too interested in that.”“Don’t I?” I let my eyes rake her frame. I didn’t allow myself to look at her often. She was way too tempting. It would be too easy to fall into her and forget that I can’t trust her. There’s something she’s not telling me.“Are you?” she asked.I shake my head, having forgotten what we were talking about. “What?”“Are you interested in going on a honeymoon with me?” she said slow and articulating clearly like I’m deaf.I laughed wryly. “I don’t think I’ve been interested in anything more.”She cocked her eyebrows at me. “So…what’s stopping you?”I shrugged. “Hell if I know. So what’s this about dinner with your brother?”“He’d like to discuss trade routes.”I pursed my lips, taking a deep breath. “I se
I was beginning to realize that Sean McNally might not be a very easy man to control. This came as a bit of a surprise to me because aside from Roman, I found men pretty easy to control. One look at my icy blue eyes, a toss of my platinum blonde hair, a deep breath that pushed my ample bosom out, a glimpse of my long smooth shapely legs, and men were thinking with their downstairs head.They’d lick their lips and promise me anything for a taste of my luscious flesh. It sounds arrogant to say but the truth is that majority of men thought with their cocks. You appeal to that and you have them by the balls.Very few men had the wherewithal to put their desires aside and use cold, objective logic to make decisions. I fear Sean was one of those – much to my extreme chagrin.“Well, if I can’t hypnotize him with my pussy, I’ll have to find another way to control him.” I murmured to myself as I put on some red lipstick and kohled my eyes so that the blue stood out even more.Picking up my pur
That Irina and I were sexually compatible wasn’t a shock to me. I had always had a thing for her, ever since I was a teenager and the auld Pakhan used to meet with my da. She had always been so intense. Her eyes used to bore into me even then – studying me. Noticing me.I preened under her attention even though I made sure never to let it show on my face. When her father killed mine, I was ashamed to feel the loss of that gaze – to know I’d never again feel it on my skin in the same way. When Vladimir died and Roman took over, I began to hope again.I didn’t just want her because my body wanted hers though. I needed answers and she could give them to me. If I was as much of a conniving bastard as Vladimir Petrov had been, I’d have found a way to coerce his daughter into telling me already.But I wanted her to tell me of her own accord. It could not be easy to admit such a truth but there was no way to have trust in this marriage if she didn’t.You should maybe have thought of that be






Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.