Tak tega rasa hati ini mengabaikan teriakan pilu itu. Gang itu begitu kelam dan sepi, mereka bisa melakukan apa saja pada wanita itu. Aku memaksa langkah lariku kembali ke tempat mereka dan aku lihat wanita berparas cantik itu sudah dikelilingi oleh anggota Geng Brewok tersebut.
"Mau apa kalian! Kembalikan tasku!" seru sang wanita yang tadi turun dari angkot itu.
"Gak baik gadis cantik jalan sendirian malam-malam! Kami antarkan saja, Mbak!" sapa seorang yang kerap dipanggil dengan sebutan Cacing mulai melucuti barang bawaan wanita itu.
"Arep ning ngendi to, Mbak? Tak kancani wae, iso pilih salah siji sopo sing dikarepke!" ( Mau kemana sih, Mbak kita temani saja, bisa pilih salah satu di antara kita mau yang mana?) timpal salah seorang lain yang setahuku kerap dipanggil dengan sebutan Gondes.
"Aku yo iso gawakne barange kok, Mbak! Dadi Mbak gak kabotan!" (Aku juga bisa bawakan barangnya Mbak! Jadi Mbak gak keberatan!) sahut pria kucel lusuh bernama Kichlik itu.
"Kembalikan tasku! Jangan pegang-pegang!!" seru wanita itu lagi karena satu-per satu tangan mereka mulai bermain liar ke pundak wanita itu. "Lepaskan tasku!"
"Ayo Mbak tak kancani wae! Mbak Purel Kan? Chlik ndang di gowo ae ayo!" (Ayo mbak kita temani saja! Mbak Purell Kan? Chlik, cepat di bawa saja!) pria gondrong yang sering dipanggil dengan nama Gondes mulai menarik tangan wanita itu dan memberi isyarat pada Kichlik untuk membantunya.
"Brengsek kalian! Lepasin aku dasar pria kurang ajar!" teriak wanita itu pun berontak.
Tak perlu waktu lama lagi aku sudah geram dengan perilaku mereka ini. Perlahan dari arah kegelapan aku jongkok, tanganku meremas ke atas tanah, aku penuhi kedua genggaman tanganku dengan pasir dan aku siap menghadang mereka.
"Woi! Wanine karo wong wedok! Banci kon kabeh!" (Woi! Beraninya hanya kepada wanita! Banci kalian semua!) tukasku menuding mereka lantang.
"Durung weruh Geng Brewok arek iki! Ayo perlu ditangani disik iki!" (Belum tahu siapa Geng Brewok anak ini! Ayo perlu ditangani dulu ini!) ajak Gondes pada Cacing dan juga Kichlik.
Sementara mereka bertiga menghadapiku, wanita itu alihkan kepada seorang lagi di belakang mereka yang usianya paling muda di anatara mereka berempat. Lihat saja apa yang akan aku lakukan kepada mereka kali ini.
Begitu mereka mendekatiku aku sebarkan pasir yang ada di tangan kananku ke arah wajah mereka, lumayan Kichlik dan Cacing sudah terkena dan mereka pun meradang mengucek mata mereka. Namun Gondes masih bisa lolos, sehingga dia lebih berhati-hati pada seranganku berikutnya.
Gondes menyerangku dengan sangat cepat. Satu dua langkahku merangsek surut ke belakang bahkan begitu cepatnya serangannya sehingga aku tidak sempat membalas dan hanya melakukan pertahanan sebaik mungkin sambil menunggu ia lemah.
Aku membiarkan ia menyerangku berkali-kali sehingga aku tahu kelemahannya berada di mana dan tepat setelah aku tahu ia selalu menyerangku dengan tangan kanan barulah aku paham kelemahannya berada di kaki kirinya. Jadi aku terus serang saja bagian itu bertubi-tubi dan ia mulai kelihatan kewalahan.
Namun Cacing rupanya sudah bisa bangkit dari pasir di matanya dan aku siram lagi satu genggam pasir di tangan kiriku pada Cacing dan aku tendang perutnya sekuat mungkin dengan tulang kakiku. Cacing pun limbung.
Gondes menjadikan kesempatan ini untuk menyerangku kembali namun aku segera membalasnya dengan terus menggencet kaki kirinya dan lambat tapi pasti kaki kiri Gondes pun kewalahan menerima seranganku hingga ia bertumpu pada lututnya dan aku gunakan untuk mengunci kedua tangannya dan memukul Gondes tepat di punggungnya. Hingga ia mengerang keras sekali.
Aku segera membebaskan wanita cantik itu dari pria yang memeganginya namun dalam sekali pukulan bocah yang sok ikut dengan Geng Brewok itu pun tersungkur dengan mulutnya yang bedarah karena tonjokan tanganku.
Kichlik yang berada di belakangku yang tadinya hendak menyerangku dari belakang pun akhirnya urung melakukannya begitu aku mengetahui rencananya dan berbalik menantangnya. Tapi kemarahanku sudah tidak bisa ditahan lagi aku ganti mengejar Kichlik yang menghindariku. Aku menangkapnya dan menghadiahkan beberapa pukulan ke wajahnya.
Kini mereka semuanya luluh lantak dan aku menyentak tas yang masih ada di genggaman Kichlik milik wanita cantik itu dan menggandeng wanita itu secepatnya pergi dari sana sebelum anggota geng mereka datang lebih banyak lagi. Aku menarik tangan wanita itu dan aku ajak lari sekencang kencangnya hingga memasuki area kampung tempat tinggalku di depan gang kecil menuju kontrakanku.
"Mas Andy, dari mana kok buru-buru?" sapa istri Pak Kam yang melintas di depanku sehabis mengantarkan bungkusan nasi goreng hasil buatan suaminya kepada salah seorang pembeli yang berdiri agak jauh dari warungnya.
"Biasa Bu Kam, Nanti kalau ada Geng Brewok ke sini, bilang saja nggak tahu saya lewat ya!" jelasku sambil ngos-ngosan pada Bu Kam.
"Ya ampun sampai dikejar preman segala ternyata? Tapi nggak mungkin berani Mas, kalau sampai ngejar kemari! Kalau banyak orang begini mereka pastilah takut!" jawab Bu Kam.
Aku mengangguk lega dengar penjelasan Bu Kam itu, "Baiklah Bu, saya masuk dulu!" jawabku sambil mengajak wanita cantik yang masih ku gandeng itu untuk mengikutiku.
Aku meletakkan tas wanita itu ke atas kursi bambu di depan rumahku, "Duduk dulu, Mbak! Kalau di sini sudah aman! Setidaknya di sini ramai banyak orang mereka nggak mungkin berani datang ke sini!"
"Ya Tuhan, ngeri banget sih tadi, Mas! Untung ada Masnya! Kalau nggak gak tau udah jadi apa aku tadi! Makasih ya, Mas!"
"Sama-sama, Mbak! Sebenarnya Mbak ini mau ke mana? Kok sendirian malam-malam?" tanya ku sembari membuka kunci pintu kontrakanku, pintunya rendah, bahkan lebih tinggi ujung kepalaku daripada pintu itu. Keningku sering terantuk kusen pintu ini.
"Mau cari rumah teman, Mas! Sudah hampir satu minggu nggak masuk kerja! Nggak ada kabarnya juga! Di kota ini dia tinggal sendirian jadi aku dan teman-teman kerja yang lain kawatir sama dia!"
"Owh! Tunggu sebentar ya, Mbak!" pintaku sembari masuk ke dalam ruangan kamarku untuk mengambilkannya segelas air putih, hanya itu yang aku punya saat ini untuk disuguhkan. Lalu aku kembali menemuinya, "Minum dulu, Mbak!"
"Terima kasih ya, Mas! Mas kenal yang namanya Anton? Ini saya ada fotonya!" wanita itu memberikanku sebuah foto seorang pemuda dengan kemeja hitam mengenakan kacamata dan aku sih kenal dengan wajah ini.
"Oh, Anton ini? Rumahnya nggak jauh dari sini, Mbak!"
"Mas bisa antar saya ke rumahnya?" wanita itu tampak bersemangat.
"Bisa sih, Mbak! Tapi Antonnya nggak ada di rumah, dia sudah di bawa sama Polisi beberapa hari yang lalu karena kedapatan punya barang haram! Narkoba! Jadi sekarang dia diringkus!"
Wanita cantik itu pun menghempaskan punggungnya ke dinding mendengar berita yang aku sampaikan barusan, "Owh gitu ya Mas? Pantesan aja nggak ada kabarnya!"
"Kalau nggak salah keluarganya ini sedang mengajukan permohonan untuk rehab kok Mbak! Jadi kemungkinan ada jalan keluar untuk Anton memperbaiki diri!" aku mencoba memberikan kabar lain yang mungkin lebih baik untuk didengar.
"Aku Afrina Diannova, kabari aku ya Mas kalau ada kabar lebih lanjut mengenai Anton!" gadis cantik itu mengulurkan tangannya kepadaku, dan aku menjabatnya dengan sopan.
Dan malam sudah larut, semua mata tetangga mengintai dari rumah mereka masing-masing menyelidiki gadis semacam apa yang sedang aku bawa pulang ini sebenarnya. Karena sugguh pakaian gadis ini memang aduhai terbukanya. Kulitnya yang juga terlihat bagus tentu saja membuat mereka penasaran gadis semacam ini mau aku ajak pulang ke gubukku ini.
Aku geram, Alex banyak sekali melontarkan alasan untuk ngotot ikut denganku di penangkaran. Sudah ku katakan keadaan di sana masih berbahaya. Sedangkan aku sangat membutuhkan dia di kantor pusat. Produk kosmetik tante ku sedang gencar-gencarnya dicari di pasaran. Bagaimana ia bisa mengabaikan begitu saja perintahku. Bersikap santai seolah-olah tidak terjadi bahaya yang mengintai di penangkaran kami."Siapa yang dari dari tadi mengikuti kita di belakang?" tanyaku heran, sudah lebih dari setengah jam mobil di belakangku mengekor tanpa henti bahkan kecepatan mobil itu menyesuaikan dengan mobil yang ku kendarai."Gondes, aku lihat mas Andrew kukuh tidak mau mengajakku jadi ya buat menambah kewaspadaan kita, aku membawa gondes beserta grupnya." cengenges Alex membanggakan apa yang telah dilakukannya."Lex, tau apa yang sudah kamu lakukan? Tindakanmu justru akan memancing kemarahan mereka! Kenapa kamu bisa seceroboh ini? Bantuan mereka aku abaikan, kita malah membawa bantuan semacam ini!"
"Kamu harus makan dengan banyak, jangan lupakan makan siang! Musuhmu mudah melemahkanmu di saat kamu lapar!" sergah Tante Margareth mengagetkanku, beliau tiba-tiba berada di depan meja kerja ku sembari menyodorkan kotak makan bersusun yang terbuat dari kaca dengan ornamen indah pada tutup dan pegangannya."Terima kasih, Tante untuk makan siangnya! Maaf aku tidak ikut dalam peluncuran produk kita, aku malah menyerahkan semua kepada Tante!" aku mengiba karena wajah tanteku tampak lelah sekali siang ini."Aku paham kamu sedang banyak masalah di penangkaran. Mengurusi mutiara, mengurusi karyawan yang kena musibah, belum lagi perbaikan laboratoriummu. Justru aku senang bisa membantumu, Nak!""Apalah aku tanpa Tante! Tante sudah makan? Ayo makan bersamaku!""Setelah lounching produk kita, aku sangat bersemaangat karena respon masyarakat yang bagus kepada kita! Gabungan antara mutiara premium, bluberry dan yuju orange. Mereka sangat tertarik dengan kombinasi produk kita itu! Saking senangnya
Aku segera mendatangi lokasi penangkaran yang diserang itu, "Berapa orang yang datang?" aku menanyai beberapa security yang bertugas siang ini. Mereka hanya bisa menunduk dan gemetar, ruang kemanan terlihat rusak parah. Kantor bagian depan dan tengah juga bernasib sama. Semua akuarium besar pun tak luput dari sepakan-tendangan dan penghancuran geng bengal itu. Pos penjagaan saja serusak itu, bisa ku bayangkan bagaimana keadaan orang-orang di dalamnya. Mereka sengaja terlebih dulu menghancurkan CCTV, sebelum menyerang ruang tengah sebagai sasaran utama mereka. Sengaja agar wajah dan tindak tanduk mereka tidak terbaca. Menurut cerita yang kudapat dari security yang bertugas, dengan sekali tebas menggunakan parang yang mereka bawa, mereka bisa meremukkan alat perekam itu hingga menjadi kepingan yang kini aku saksikan puingannya berceceran di atas lantai."Menurut rekan kami, mereka berjumlah sekitar lima puluhan orang, Pak! Menyerang dari depan dan memporak-porandakan semua, pak!" teran
Akhirnya aku bisa kembali ke kantorku. Masih lekat di ingatanku, betapa lucunya wajah Fenno menahan sakit. Tapi gadis itu, bagus juga pertahanan dirinya. Dia bisa membuat Fenno tak berkutik kepadanya. Lumayan untuk sebuah hiburan. Aku mulai melajukan mobilku keluar dari tempat parkir dan bersiap menuju jalan utama. Namun, ... Cyiiittt! Hampir saja aku menabrak seorang wanita yang melintas di depan mobilku tiba-tiba. Hijab hitam menutupi kepalanya. Dan gaun kuning emas itu, itu gadis yang sama yang tadi memberi pelajaran untuk Fenno. "Cepat lajukan mobilnya!" perintahnya setelah dengan cepat ia memasuki mobilku. Tanpa menengok ke arah belakang atau lainnya, aku menuruti saja permintaannya itu. Lagipula aku juga harus segera kembali ke kantor. Napas gadis itu berantakan, masih memandangi belakang dan spion. Ia terlihat resah jika masih ada yang mengikuti. Apa mungkin Fenno masih mengikutinya? "Kamu sudah aman!" entah mengapa aku keluarkan kata-kata itu. "Kamu nggak paham orang
"Hello kakak? Sedang bersantai di sini juga rupanya? Kebetulan sekali!" ujar Zico dengan senyuman miring angkuhnya, dengan langkah kakinya yang dibuat searogan mungkin, ia semakin mendekati aku. "Mari bergabung ke meja kami! Kami sedang mengadakan pertemuan dengan orang penting jadi mungkin Anda tertarik untuk menambah daftar kolega! Mumpung kami memberikan kesempatan!" ajak besar mulut Zico sembari menyerahkan minuman dingin berwarna putih bening itu kepadaku. "Kebetulan kami punya urusan yang harus diselesaikan, jadi lain waktu saja aku bergabung!" jawabku sembari memundurkan kursi hendak beranjak dari hadapan pemuda tengil ini. "Eits! Mengapa harus terburu-buru!" Zico menahan lenganku membuatku menghentikan langkah, "Tidak baik mengabaikan waktu pertemuan dengan saudara laki-lakimu, Kak. Lagi pula kita jarang punya waktu berbincang, ada baiknya Kakak ikut memberi saran dengan cara kerja kami mengelola perusahaan yang baru diberikan kepada kami ini." Lanjut Zico dengan
"Semua pembiayaan sudah siap, sample juga sudah lolos uji. Aku akan segera menghubungi ibu Margareth dengan kabar baik ini." terang Alex sumringah di sela-sela rapat tertutup kami membicarakan rencana besar ku untuk mulai meruntuhkan Fenno. "Lengkapi semua dokumen biar dia juga bisa mengecek kekurangan produk ini ada di mana. Kita akan siap bekerjasama dengan perusahaan tante ku itu, aku yakin beliau tidak akan menduga jika itu kita." timpalku sembari menandatangani dokumen yang terakhir. "Ya untungnya Belva menyambut baik teleponku, aku tidak menyangka dia bekerja di perusahaan Ibu Margareth," ada nada aneh saat Alex mengatakan ini, tapi aku rasa ada sesuatu terjadi dengannya dan Belva, "Tapi tidak mengapa, dengan begini kita mendapatkan jalan pintas dan kolega yang terpercaya." "Apapun itu yang terjadi padamu dan Belva jangan sampai mempengaruhi pekerjaan!" sindirku ku bubuhi dengan senyuman. "Ah, nggak masalah, aku hanya tidak menyangka bertemu lagi dengan kawan