Share

8.Ruang rahasia

"Jangan keras-keras, Mbak." Begitu kata Murni tatkala sebuah pekikan keluar dari mulutku. Palu itu ternyata menyasar pada tembok di belakang pundakku. 

"Kau ini bikin kaget saja." Kataku sambil mengambil dua langkah menjauhinya.

"Maaf, Mbak. Enggak sengaja." Jawabnya sambil tersenyum malu.

Ketika aku melihat arah sasaran palunya, alih-alih tembok yang retak, di sana tidak ada perubahan apapun. Padahal aku yakin sekali, dia memukulnya dengan keras.

"Ikut aku, Mbak." Kali ini Murni mengatakannya sambil mengembalikan palu itu di tempat semula.

"Kemana?"

"Sudah ikut saja."

"Kau tidak akan mengagetkan aku lagi 'kan?"

Murni terkekeh, "Tidak, Mbak."

Aku memutar bola mataku dan kembali berjalan mengekori Murni.

Dari ruang laundry, kami pindah ke seberang koridor memasuki sebuah pintu bewarna cokelat kal
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status