Siti mulai mengemasi semua pakaiannya ke dalam travel bag miliknya. Sudah satu minggu ini dirinya menginap di rumah keluarga Ardan dan selama seminggu itu juga Rayhan tidur dan beristirahat di ruang yang sama dengan Siti. Rayhan menjadi pria siaga yang selalu membantu Siti selama masa penyembuhan luka di tangan dan kakinya.
Mama Ray sendiri sebenarnya ingin agar Siti tetap menginap sampai lukanya benar-benar sembuh, namun Siti yang merasa sungkan karena sudah begitu banyak merepotkan keluarga calon suaminya itu bersikeras untuk pulang ke rumah orangtuanya. Rayhan tidak berani memaksakan kehendaknya yang tidak jauh berbeda dengan sang mama. Dirinya yang sudah mendapat lampu hijau dari kedua orangtua Siti, saat ini sedang berusaha mengambil hati Siti, agar gadis itu bersedia untuk segera meresmikan hubungan mereka.
"Sudah selesai berkemasnya?" tanya Rayhan berjalan masuk ke dalam kamarnya yang tidak dikunci. Ia melihat Siti sedang duduk di pinggir kasurnya. Pria
Siti terdiam mendengar ucapan Rayhan. Pria ini memang benar-benar tidak mau menyerah. Tatapan Rayhan tidak juga beralih dari Siti. Ia dengan setia menanti jawaban Siti. Demi apapun. Rayhan tidak akan menyerah. Ia sudah mengantongi ijin dari kedua orangtua Siti. Yang harus ia taklukkan tinggal Siti. Rayhan akhirnya membuang mukanya ke jalan di depannya, karena Siti tak kunjung menjawab pertanyaannya. Ia kemudian menjalankan kembali mobilnya. Pikirannya melayang pada sosok Arken dan bukan Arya. Ia jelas dapat melihat Siti sama sekali tidak memiliki perasaan apapun pada Arya. Tapi Arken, Rayhan sedikit menaruh curiga, jika gadis itu tidaklah bertepuk sebelah tangan. Bahwa Arken pun memiliki perasaan yang sama seperti yang Siti rasakan. Cengkraman tangan Rayhan pada kemudi menguat dan itu tidak luput dari Siti. Siti sebenarnya bimbang, apakah benar dirinya belum bisa menerima Rayhan. Ia menerawang hingga benaknya kini terisi dengan sosok Arken. Arken yang sam
Rayhan bergegas masuk ke dalam mobilnya, menghidupkan mesin, berjalan meninggalkan rumah Siti. Panggilan dari Yuda, membuat dirinya buru-buru berpamitan dengan Siti. Soal permintaan Siti untuk tidak menemui gadis itu sementara waktu, dirinya tidak menjanjikan apa-apa. Lihat saja nanti, ujarnya pada Siti yang berujung dengan pukulan keras Siti yang mendarat sukses di pundaknya. Mengingat raut wajah Siti yang merajuk karena dirinya tidak menjawab permintaan gadis itu, membuat Rayhan tersenyum-senyum sendiri. Ia jelas tidak mau mengabulkan permintaan Siti namun tidak juga menyetujuinya. Mobil hitamnya mulai memasuki basement. Berjalan cepat meninggalkan mobilnya, seakan ada tamu yang sangat penting sedang menanti di ruangannya. Rayhan berjalan keluar lift khusus untuknya, ketika sapaan pria yang baru saja memenuhi benaknya, terdengar jelas di telinganya. "Ray!" Arken memanggil Rayhan yang terlihat olehnya ketika ia hendak keluar dari lif
Luka di tangan dan kedua kaki Siti mulai berangsur membaik. Kini gadis itu sudah bisa makan dan mandi sendiri tanpa bantuan orang lain. Berjalanpun sudah tidak lagi tertatih. Hanya saja ia tidak diperbolehkan untuk membawa barang-barang yang terlalu berat, takutya luka yang sudah mulai menutup dan mulai terbentuk lapisan kulit baru, akan terbuka lagi. Siti melangkah masuk ke dapur hendak menghampiri emak. "Mak, masih ada persediaan pisang mentah untuk di goreng atau dibuat kolak? Siti sedang ingin makan kolak, Mak." "Coba lihat di luar dekat balai-balai tempat bapakmu tidur siang. Kelihatannya emak masih menyimpan dua tandan pisang raja," sahut emak yang sedang sibuk memotong sayuran untuk makan siang mereka bertiga nanti. Siti melangkah mengikuti arahan emak dan berhasil menemukan yang ia cari. "Sudah, biar emak yang masak. Lu duduk aja di sana." Emak melarang Siti ikut repot di dapur. Ia tahu anak gadisnya ini sedang dalam masa
"Bagaimana?" tanya seseorang di belakang Asih. Asih menggigit bibir bawahnya. Ia takut atasannya itu akan memarahinya begitu tahu jika permintaannya agar Siti kembali bekerja di gerai yang baru saja berpindah tangan ke pemilik baru, ditolak mentah-mentah. "Anu, Pak,...mmm, it-tuu, Siti.... ti-dak mau," Asih terbata-bata menjawab pertanyaan pria itu. Bambang, bagian personalia MCC seketika langsung membanting berkas yang ada di tangannya. Ia tidak tahu bagaimana nanti menyampaikan berita ini ke bos barunya. "Apa alasannya?" "Katanya, Siti sedang mempersiapkan toko roti miliknya sendiri.." "Toko roti miliknya sendiri? Hahahaha... yang benar saja kamu. Modal darimana dia buka toko roti sendiri? Dia kira modal sejuta bisa menyaingi MCC? Terlalu banyak nonton sinetron anak itu," ucap Bambang dengan nada meremehkan. Asih menghela na
Rayhan menatap tajam Arken. Sebenarnya dia ini patah hati atau layu sebelum berkembang, tanya Rayhan dalam hatinya. Ia melihat Arken yang malas-malasan. "Ada apa sih? Kau buat aku penasaran tingkat dewa." Rayhan duduk di kursi tepat di depan Arken. Ia hanya mendengar Arken yang berulang kali menghela nafas, seakan dirinya sudah tidak punya alasan untuk hidup. Lama Rayhan menunggu Arken membuka mulutnya, dan ini adalah kesekian kalinya Rayhan melirik jam tangannya. Sepuluh menit menunggu adalah rekor bagi Rayhan menunggu jawaban seseorang, dan ia sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. "Kau masih berniat untuk merenovasi gerai kuemu atau tidak? Jika tidak, aku masih ada urusan lain," ujar Rayhan beranjak berdiri dari duduknya. Ia tidak suka berbelit-belit. Iya ayo, tapi jika tidak katakan dengan cepat. Urusannya tidak hanya di sini saja. Biasanya, hal renovasi seperti ini bukan pekerjaannya, ia bisa saja mengutus karyawannya untuk melihat letak ruang gerai
Arken melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Rayhan. Cctv. Arken mengangguk. "Akan kusuruh seseorang untuk memberikan rekamannya." "Tidak usah," tolak Rayhan cepat. "Biar Yuda saja yang akan memeriksa kamera itu. Tidak perlu merepotkan karyawanmu." Rayhan tidak ingin ada yang tahu jika dirinya sedang melakukan penyelidikan. "Terserah kau saja," ucap Arken kembali berkonsentrasi pada lembaran-lembaran kertas di hadapannya. Rayhan melangkah keluar menanti kedatangan Yuda. Ia berjalan ke gerai, menatap ke sekelilingnya. Sesaat dirinya terbawa suasana, membayangkan jika Siti sedang berdiri di belakang meja kasir, lalu dirinya masuk mencari beberapa roti isi untuk mengisi perutnya. Ia membayangkan saat pertama kali masuk ke gerai ini. Waktu itu, ia tidak sadar jika gadis yang menyapanya adalah gadis yang sama, yang beberapa hari sebelumnya ia tarik paksa ke dalam dekapannya dan ia akui sebagai calon istrinya di hadapan rekan kerj
"Halo." Rayhan akhirnya menjawab panggilan di ponselnya, yang sudah berdering sejak tadi. *Sibuk? Suara di ujung sana, membuat dirinya meletakkan semua berkas yang kala itu tengah mendapat perhatian penuh darinya. Ia merenggangkan ikatan dasi dan berjalan ke jendela yang berada tepat di belakang kursi kebesarannya. Suara lembut yang selalu berhasil mengalihkan dunianya, sesibuk apa pun dirinya. "Ada apa?" jawab Rayhan dengan suara lembut dan mesra, yang hanya ia tujukan untuk satu wanita. *Saya kapan boleh kembali masuk kerja? Rayhan terdiam. Pikirannya sesaat melanglang buana. Saat ini, ia sedang mengerjakan permintaan renovasi Arken. Memang bukan dia yang akan mengerjakan, tetapi untuk desain awal, Rayhanlah yang akan membuat sketsanya. Hal itu akan membuat intensitas pertemuan dan komunikasi antara dirinya dan Arken akan lebih sering terjadi, dan tidak menutup kemungkinan, suatu hari, Arken akan d
"Selamat Pagi, Pak Yuda." "Ah, Selamat Pagi Siti! Akhirnya, kamu masuk juga." Yuda menghela nafas lega. Bekerja sendiri selama hampir satu bulan, benar-benar membuatnya tersiksa. Siti tersenyum lebar melihat raut wajah atasannya yang tampak begitu bahagia dengan kehadiran dirinya. "Bapak kesepian ya?" tanya Siti setelah ia meletakkan tasnya di lemari bawah meja kerjanya. "Sangat Siti. Apalagi kalau pas Pak Bos keluar, saya merasa seperti satu-satunya manusia yang hidup di muka bumi ini," jawab Yuda sedikit hiperbola, membuat Siti terkekeh pelan. "Mari, Pak. Biar saya saja yang mengerjakan." "Kamu sudah boleh melakukan pekerjaan seperti ini?" tanya Yuda memastikan dirinya tidak salah dengar. Siti mengangguk sambil tersenyum simpul, membuat Yuda sedikit kikuk. Aiish, pantas saja kalau atasannya itu begitu tergila-gila pada asisten juniornya ini. " Sudah, Pak. Asalkan tidak terlalu berat.