'Oke, kita bertemu di kafe dekat kantorku sekarang. Aku tidak mau pergi ke galerimu! Oh, iya jangan lupa, jangan terlambat, aku sibuk dan tak akan menunggu kedatanganmu.' Dominique membalas pesan singkat Aubrey.
Tanpa menunggu balasan dari Aubrey, Dominique gegas berpakaian sebagus mungkin untuk menaklukkan hati Aubrey. Pada awalnya, dia hanya ingin beristirahat di rumah. Namun, banyak rencana berputar di otaknya dan berulang kali ia menyeringai tanpa disadari.Setelah selesai bersolek, Dominique pamit kepada Bella untuk menemui Aubrey, yang tentu saja pasti diijinkan oleh Bella. Ia pun pergi mengendarai mobilnya meluncur menuju kafe tempat pertemuan yang dipilih olehnya.Sesampainya di sana terlihat Aubrey sudah sampai terlebih dahulu, ia duduk termenung sambil menatap jauh ke depan. Rambutnya yang kecoklatan tergerai indah, wajah putih dan mata yang sayu makin memancarkan kecantikannya pada saat itu. Sesaat Dominique merasakan getaran yang tidak biasa,"Cass sudah tahu tentang rencana pertunangan Dominique. Dia pasti akan menggila. Aku harus temui Aubrey, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan padanya. Akan tetapi, apakah ia mau menemuiku? Ah, biarlah! Itu urusan nanti." Tony bermonolog sambil mondar-mandir, kemudian ia gegas menaiki mobilnya. Mobil Tony melesat menuju galeri Aubrey. Dalam hitungan menit, ia sudah sampai di sana dan lekas memarkirkannya. Ketika turun dari mobil dan sampai di depan galeri, terlihat Aubrey sedang menorehkan tinta di atas sketsa. Wajahnya yang serius makin terlihat cantik dan membuat Tony enggan melepaskannya. Lonceng angin berbunyi, saat pintu galeri terbuka. Aubrey menoleh dan melihat siapa tamu yang berkunjung ke galerinya. Saat melihat Tony, ia langsung ingin pergi, tetapi Tony berhasil mencegahnya. Dengan beberapa kata yang diucapkan, akhirnya Aubrey mau berbincang dengan Tony. "Duduklah!" Aubrey mempersilakan Tony duduk. Kedua orang itu duduk berhada
Dominique dan Aubrey sampai di Paroki Plaquemines. Pemandangan indah terlihat sejauh mata memandang di sana. Terdapat pula sebuah rumah kecil di pinggir danau dengan fasilitas lengkap. Setelah memarkirkan mobilnya, Dominique langsung menarik Aubrey keluar dari mobil. "Aww! Dominique, are you crazy? Apa yang terjadi padamu, hah?"Dominique tidak menghiraukan ucapan Aubrey. Ia terus menarik tangannya memasuki rumah kecil tersebut. Aubrey diempaskan ke atas sofa dengan kasar, kemudian tubuhnya dikurung dengan dua tangan kekar Dominique. Aubrey tampak marah dengan sikap Dominique. Ia lalu mendorong tubuhnya hingga terjerembab ke belakang. Aubrey berdiri tepat dimana Dominique terbaring, "are you insane, Dom? What are you doing, hah?"Tampak kilatan kemarahan di mata Aubrey. Ia memandang Dominique yang masih berbaring di lantai dengan penuh tanya. "Baiklah, terserah kau. Bagaimana pun caranya aku akan pergi dari sini," ucap Aubrey.
Hari sudah mulai siang. Terik matahari memasuki ruang tidur dimana Aubrey terlelap. Panasnya mulai mengganggu tidur nyenyak sang putri yang habis bertempur semalaman itu. Tubuh Aubrey mulai terasa hangat karena terpaan sinar tersebut dan akhirnya ia mulai membuka mata. Gorden dan jendela di kamar sudah terbuka. Terlihat seorang wanita paruh baya sedang merapikan seisi ruangan. Aubrey tampak canggung, pasalnya ia masih dalam keadaan tidak mengenakan sehelai benang pun. "Selamat pagi, Nona Muda. Perkenalkan saya Amber, pelayan di vila ini. Saya bertugas untuk melayani anda. Maaf, apakah ada yang anda inginkan?" Pelayan itu menyapa. "Oh, iya, pertama sebaiknya aku membersihkan tubuh terlebih dahulu. Apakah kau keberatan kalau aku meminta untuk diambilkan handuk?""Dengan senang hati. Oh, iya, Nona. Sarapan sudah siap di meja makan dan ini baju ganti. Satu lagi karena ada keperluan mendesak Tuan Dominique pulang terlebih dahulu ke New Orleans. Beli
Dominique pergi dari vila malam itu juga. Setelah sedikit minum sampanye dan berpakaian, ia gegas kembali ke New Orleans untuk menenangkan hatinya. Dalam perjalanan banyak tanya yang berada di pikirannya. Mengapa ia melakukan itu? Bukankah ia ingin membalas perbuatan Aubrey yang menyakitinya, tetapi kenapa malah mereka bercumbu? Hal itu akan menjadi lebih sulit nanti bila Dominique ingin meninggalkan Aubrey. Dominique bukanlah penjahat yang suka mengambil keuntungan dari seorang wanita apalagi masalah seks. Niat awal ia hanya ingin berlaku dingin kepada Aubrey karena secara sepihak memutus rencana pertunangan mereka. Namun, kejadian semalam membuat ia harus berpikir ulang. "Ah, sial. Kenapa aku harus melakukan itu kepadanya. Tampaknya hal tersebut juga pertama untuknya. Aku makin merasa bersalah dan sulit untuk pergi darinya." Dominique memaki sepanjang perjalanan. Hampir menjelang pagi Dominique sampai di mansionnya. Setelah mengganti baju dan menelepo
Setelah percakapannya dengan Tony selesai. Dominique kembali mengerjakan urusan kantor. Siang itu ia begitu sibuk karena dua hari yang lalu tidak masuk kantor jadi banyak pekerjaan yang tertunda. Satu per satu berkas diperiksa dan ditandatangani olehnya pagi itu. Tidak terasa hari berlalu begitu saja dan senja sudah hadir ingin menyapa malam. Dominique masih sibuk merapikan sisa-sisa tugas karena ia berniat ingin bersantai setelah acara pertunangan nanti. Rupanya ia sudah memikirkan pertunangan dirinya dengan Aubrey begitu matang. Saat sedang asyik dengan kesibukannya--sekretaris Dominique mengetuk pintu kemudian masuk ke dalam ruangan. Sekretaris tersebut memberitahu bahwa ada wanita muda mencari dan berkata bahwa ia adalah teman dekat Dominique. Sempat berpikir sejenak siapa yang mencarinya, ia pun mengizinkan wanita itu untuk masuk. Namun, alangkah terkejutnya dia ternyata yang datang adalah Cassandra. "Cass, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Domi
"Hei Sayang, ayo bangun! Ini sudah pukul 08.00, you see. Aku tidak ingin kakek kecewa karena sudah berjanji akan membawamu pulang hari ini," ucap Dominique sambil mengecup kening Aubrey. "Kau bilang terserah aku kapan pulangnya, sekarang malah harus pulang hari ini," balas Aubrey merajuk. "Besok pertunangan kita, Sayang. Kakek ingin kita di sana hari ini mempersiapkan segala sesuatunya. Bagaimana kalau setelah acara, kita ke sini lagi. Ayolah jangan merajuk dong! Atau kau mau mengulang kegiatan tadi malam lagi," ledek Dominique sambil mengusap punggung Aubrey. "Hmmm, baiklah, baiklah. Dasar pria mesum, sepagi ini bisa-bisanya membicarakan hal seperti itu," ledek Aubrey kembali. "Good girl. Sekarang kau mandilah, atau kau ingin kita mandi berdua?" Dominique tertawa kecil melihat Aubrey yang sudah memerah pipinya. "Dominique! Masih pagi dan kau sudah menggodaku. Pergi sana!"Dominique kembali tertawa melihat tingkah Aubrey yan
Setelah urusannya selesai dengan Abraham. Aubrey mengajak Dominique untuk melihat aula yang akan dipakai untuk acara mereka. Dengan sangat antusias Aubrey menerangkan semua konsep yang ada di sana. Sesekali ia melirik dan memperhatikan Dominique. Dalam hatinya bertanya-tanya apa sebenarnya yang dipikirkan laki-laki ini? "Oh iya, Sayang. Aku pergi ke toilet dulu, ya," ucap Aubrey berpamitan kepada Dominique. "Hmmm." Dominique menganggukkan kepala sambil memperhatikan sekelilingnya. "Halo, Philippe. Cari tahu siapa yang mengambil foto yang aku kirimkan padamu dan bagaimana foto itu bisa sampai ke tangan Tuan Abraham. Oh iya, satu lagi bagaimana dia juga tahu tentang perjanjian yang aku buat dengan Aubrey. Selidiki pelan-pelan dan hati-hati, jangan sampai ada yang tahu." Dominique menghubungi seseorang melalui telepon genggamnya. Setelah selesai melakukan panggilan, Dominique kembali bersikap seperti semula seperti tidak ada yang terjadi. Namun,
Hari yang dinantikan Dominique tiba. Sedari pagi semua orang sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatu. Ia begitu bahagia hingga cukup lama berdiri di depan cermin membayangkan masa depan yang akan dilaluinya kelak. Seketika ia lupa tujuan awal bertunangan dengan Aubrey. Memang pada awalnya pertunangan dan pernikahan itu rencana kedua orang tua mereka. Kemudian, menjadi rencana Aubrey dengan sebuah perjanjian dan di pertengahan jalan memang sempat ada rencana untuk menyakiti Aubrey. Namun, semenjak malam itu Dominique mengetahui hatinya, ia tidak bisa hidup tanpa Aubrey. Di kediaman Calandre. Aubrey melamun menatap ke arah cermin. Ia memikirkan pesan singkat yang Tony kirimkan. Apakah ia akan melanjutkan penyelidikannya atau pura-pura tidak tahu saja. 'Apakah kau akan datang di acaraku, Ton?' tanya Aubrey melalui pesan singkat kepada Tony. 'Tentu saja, aku tidak akan melewatkan acara kalian," jawab Tony cepat. 'Baiklah, ada yang akan