Langkah kaki terdengar setelah seseorang menutup pintu ruangannya. Kristan tahu siapa ia. Ia adalah temannya sendiri yang super bernama Drew. Siapa lagi yang bisa melakukan itu selain teman baiknya.
"Bisa nggak sih kalau mau masuk itu kamu harus ketuk pintu dulu. Sangat tidak sopan mengetahui ada orang yang sedang bekerja di dalamnya dan kamu datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku tidak mau menolerir siapa pun itu, mau kamu orang terdekat aku atau bukan. Aku rasa kamu tidak pantas melakukannya."
Drew mendengus lalu duduk di kursi yang di persiapkan di depan meja Kristan.
"Sejak kapan aku bersikap sopan sama kamu Kristan. Lucu, kamu sudah tahu kan siapa aku. Jadi tidak perlu layaknya orang yang baru kenal satu sama lainnya. Terdengar kaku tahu nggak."
Kristan menyadarkan tubuhnya di kursi sembari menaruh tangannya di lengan kursi. Matanya menatap tajam teman baiknya itu yang duduk dengan santainya. Penampilan yang bisa terbilang sederhana yang ia inginkan. Ia hanya memakai kaos berbalut kemeja kotak-kotak dengan celana jeans lusuh yang selalu ia kenakan. Tak lupa topi hitam yang selalu dia pakai untuk berpergian kemana-mana. Berbeda halnya dengan dirinya yang selalu saja mengenakan pakaian formal setiap harinya.
"Aku ke sini karna sebuah alasan dan kamu pasti tahu apa alasannya kan Tuan Kristan Moreno? Kamu pasti bisa mengetahui apa yang aku pikirkan sekarang karna kamu itu laki-laki cerdas."
"Tentu saja aku tahu. Kamu pasti datang ke sini karna sebuah kartu undangan yang sudah aku kirim dan sampai ke rumahmu itu. Itu pasti yang ingin kamu tanyakan bukan?"
Drew tertawa puas. Benar-benar tidak bisa dipercaya, Kristan bisa menebak jalan pikirannya.
"Tepat. Aku hanya heran saja, aku tidak pernah mengetahui kalau kamu itu dekat dengan seorang wanita. Begitu sebuah kartu undangan datang atas namaku dan di dalamnya terdapat nama kamu beserta calon istrimu. Aku jadi tak habis pikir. Sejak kapan kamu dekat dengan seorang wanita. Terakhir kali kamu dekat dengan seorang wanita bisa dikatakan hancur begitu saja. Terus sekarang, tiba-tiba sudah ada undangan saja atas namaku. Bella Atmadja, kalau tidak salah ia adalah cucu dari seorang laki-laki bernama Biantara. Bukan begitu ya?"
"Kamu nggak usah tahu kapan aku dekat sama wanita itu. Semua serba mendadak. Jadi, kamu tidak usah protes sama apa yang aku lakukan. Kerjakan saja apa yang akan kamu lakukan. Tidak usah peduli denganku."
Drew tertawa kembali mendengar kata-kata sinis temannya itu. Ia tau temannya itu begitu kuno dan tidak pandai bergaul. Makanya ia tidak ambil hati setiap kali Kristan berbicara ketus dan menyakitkan. Malah ia suka meledeknya. Drew rasa kalau ia punya istri mungkin sikap kunonya itu bisa berubah. Bagaimana pun, cowok itu butuh cewek biar ia tidak kaku.
"Apanya yang lucu. Ini tidak lucu Drew. Aku benar-benar akan menikah. Memangnya apa yang lucu? Aneh kamu ini."
Drew mencodongkan tubuhnya ke depan, menaruh tangannya di atas pahanya lalu menyeringai dengan rasa puas.
"Aku senang kamu akan menikah Kristan. Jujur, aku sebagai teman sangat mendukung pernikahan ini. Hanya saja aku ingin tau bagaimana bisa kamu bertemu dengan wanita itu. Wanita yang bisa terbilang seksi dan sangat pintar. Aku yakin nanti jika kalian punya anak. Pasti akan sangat lucu dan menggemaskan sama seperti kamu Kristan. Bikin aku gemas. Hahaha."
"Terserah apa yang kamu pikirkan Drew. Aku tetap akan menikah sama Bella."
"Kamu kayaknya udah mantap banget ya. Selamat deh kalau gitu. Aku ke sini cuma mau mastiin bener nggak sih namanya Kristan. Atau mata aku yang salah lihat. Kristan yang kaku gini bisa aja ya dapet jodoh. Hahaha."
"Drew jujur, pernikahan ini cuma sebatas perjanjian semata. Tidak ada cinta di sana. Kakeknya ke sini buat bikin suatu kesepakatan dan berakhir pada sebuah pernikahan."
"Dan kamu setuju?"
Kristan tidak menjawab. Matanya masih menatap tajam temannya yang tak pernah bisa lepas dari seringai yang dia perlihatkan dari tadi.
"Kadang aku iri sama kehidupan kamu di luar sana Drew. Kamu bisa melakukan apa pun sesuai keinginan kamu. Namun berbeda denganku. Aku tidak bisa seperti itu."
"Aku rasa wanita itu tidak terlalu buruk Kristan. Dia cantik, pintar dan bisa mengolah perusahaan sendiri. Tak ada kata selain selamat. Aku yakin kamu pasti pada akhirnya bisa mendapat cinta itu sama dia."
Kristan mendecak sembari melonggarkan dasi yang mengikat erat lehernya sejak tadi. Bertemu dengan temannya yang satu ini memang membuatnya sangat tersiksa. Tapi ia suka. Berbicara sama ia membuat banyak pengetahuan yang tidak ia dapatkan.
"Mending kita ke club aja gimana. Aku tahu club yang bagus buat bersenang-senang buat para laki-laki lajang kayak kita gini. Ya hitung-hitung buat hiburan. Jangan salah loh, di sana banyak wanita seksi yang bikin kamu puas pokoknya. Bisa di bilang ini adalah acara untuk melepas masa lajang yang sudah kamu pegang selama ini. Wajah kamu kelihatan suntuk gitu. Sedikit minum bisa membuat santai. Gimana bro?" tanya Drew sambil memainkan alisnya turun naik supaya Kristan mau di ajak kompromi.
"Kamu selalu saja banyak alasan Drew untuk mengajakku pergi. Tapi maaf hari ini aku harus ke studio untuk pemotretan. Sorry, lain kali mungkin bisa."
Drew tertawa sambil mengusap rahang kokohnya itu. Ternyata rencananya gagal. Kristan tidak tergoyahkan sama sekali.
"Oh ayolah ... untuk kali ini saja. Kurasa kamu akan menyukainya. Aku jamin itu. Hidup itu perlu bersenang-senang Kristan. Jangan melulu melihat berkas lalu keluar masuk perusahaan. Itu sangat membosankan. Aku rasa kamu itu perlu hiburan. Kalau kamu tidak merasa nyaman di sana. Kamu bisa pulang dan mengurung diri di unit apartemenmu itu."
"Maaf, aku tidak bisa. Aku serius mau pergi sama Bella. Aku sudah janji kemarin sama Bella."
Drew menghela nafas panjang. Ia terlihat tidak bersemangat. Temannya tidak bisa diajak kerjasama.
"Oh oke kalau begitu. Aku tidak akan mengganggu."
Drew berdiri dari duduknya lalu merapikan kemejanya. Saat ia mau melangkah pergi. Pintu ruangan Kristan terbuka menampilkan Bella di sana.
"Ups ... sorry. Aku kira tidak ada orang tadi."
Bella kembali akan menutup pintunya. Namun Drew mencegahnya dengan berkata...
"Aku udah selesai kok. Kamu boleh masuk," ujarnya sembari tersenyum.
Bella pun membuka kembali pintu itu dan melangkah masuk dengan langkah cepat. Drew yang melihat Bella masuk membuatnya tidak berkedip.
"Bisa ku tebak kamu Bella bukan? Calon istri Kristan."
Langkah Bella terhenti begitu Drew berkata seperti itu.
"Benar. Ada apa ya?"
Drew mengusap rahang kokohnya dengan pandangan menilai. Bella yang melihat laki-laki yang seperti ini ingin rasanya memukulnya supaya ia tahu aku bukan seperti yang ia pikirkan. Apa-apaan ia begitu. Pandangan matanya seperti laki-laki mata keranjang. Ia seperti melihatnya layaknya wanita rendahan. Bella tidak suka itu.
"Kenapa kamu melihatku seperti itu? Ada yang salah denganku?"
"Ah tidak. Tidak ku sangka kamu terlihat berbeda dari penglihatanku di tv. Ternyata kamu lebih cantik dari yang ku lihat selama ini."
Bella memutar bola matanya malas mendengar gombalan laki-laki itu. Baginya itu cara mereka buat menarik perhatian. Tapi tidak buat Bella. Hal itu malah sangat menyebalkan.
"Kristan aku sudah mengirimkan pesan padamu. Kenapa kamu tidak juga membalasnya. Apa kamu kira aku juga tidak sibuk. Hah! Aku juga banyak pekerjaan yang harus aku lakukan. Kamu bilang hari ini pemotretan. Sial ya kalau bukan karna Kakek. Aku malas melakukan ini."
Tepuk tangan terdengar setelah Bella marah-marah barusan dan itu di lakukan siapa lagi kalau bukan laki-laki yang baru saja memberikan gombalan pada Bella.
Bella menyesap cappucino latte yang sudah Firly belikan untuknya tadi pagi saat Bella masuk ke dalam ruangannya. Firly bergegas menghampiri setelah tahu Bella datang pagi itu. Karna Bella ingin meminum cappucino itu, ia pun menyuruh Firly untuk membelikannya. Rasa pahit dan manis bercampir menjadi satu membuat kenikmatan tersendiri.Sembari meminum cappucino, matanya melihat laporan perusahaan yang sudah sedari tadi ada di depannya. Meja kerjanya sudah berantakan sejak tadi karna sudah terlalu fokus dengan laporan yang menyita waktu. Makanya ia biarkan saja semuanya berantakan. Tak peduli dengan tatapan orang lain yang melihat betapa buruknya ruang kerjanya. Laptop menyala, berkas dimana-mana dan kertas-kertas yang sudah dicoret-coret berhamburan sampai ke lantai. Ia memang gila kerja. Terserah saja orang lain bilang apa, ia tidak pernah mau peduli.
"Kita mau kemana Kristan?" tanya Bella yang saat ini matanya di tutup dengan sehelai kain. Bella jadi tidak bisa melihat kemana-mana karna matanya sudah berubah menjadi gelap. Kristan mengajaknya entah kemana tanpa memberitahu dan Bella terpaksa mengikutinya. Habisnya laki-laki itu merengek tanpa batas seperti anak kecil yang tidak mau di tolak begitu saja. Alhasil Bella harus mengalah dan menerima permintaannya. Dari mulai masuk ke dalam mobil sampai keluar mobil, matanya sudah tertutup oleh kain. Ingin sekali Bella bertanya kemana mereka akan pergi karna pikirannya selalu dihantui rasa penasaran tapi Kristan hanya bilang tunggu saja, sebentar lagi atau kita akan mendapatkan waktu yang berharga. Makanya Bella tidak tahu apa-apa sampai sekarang. "Tunggu sebentar lagi ya, kita akan tiba sesuai keinginanku." Sepulangnya dari pulau Bangka itu Kristan jadi berubah lebih romantis. Ia tidak lagi berkata ketus atau dingin kepada Bella. Malah sekarang ucapannya
Bella membuka mata begitu terasa hari sudah pagi. Seperti biasanya, jika hari sudah menjelang pagi tanpa pemberitahuan apa pun, mata Bella pasti langsung terbuka. Instingnya mengatakan begitu, begitu mata itu terbuka, matanya menatap satu arah yang ia lihat pertama kali adalah seorang laki-laki tampan yang Bella ketahui adalah suaminya yaitu Kristan yang saat ini sedang tertidur di hadapannya. Matanya terpejam dengan hembusan nafas yang teratur. Bella ingin bergerak bangun namun saat mengetahui tempat yang Bella tempati saat itu begitu sempit. Hal itu tidak akan mudah untuknya bisa melewati hal itu. Ia harus bergerak lebih keras agar ia bisa keluar dari sova ini. Apalagi sekarang Kristan sedang memeluknya. Jadi ia tidak akan bisa melewati dengan tenang. Bella heran, kenapa ia bisa tertidur dengan Kristan di sova sesempit ini dan itu berlangsung sampai pagi. Keinginan untuk pergi cepat-cepat dari pelukan Kristan lebih dari apa yang ia pikirkan. Tak ingin
Kebersamaan Bella bersama Xavier di pantai itu tidak berlangsung lama karna sebuah panggilan nama Bella yang terdengar begitu lantang. Suara khas dari seseorang membuat keduanya serempak untuk melihat laki-laki yang Bella tau bahwa dia adalah suami sahnya.Bella bertanya dalam hati mengapa dia mendatangi Bella sampai ke sini, apakah tidak cukup puas kemarin sudah menyakitinya sampai begitu dalam. Tidak cukupkah surat gugatan cerai yang di berikan padanya. Dia hanya cukup menunggu dan semuanya selesai. Kenapa harus melihatnya di sini?Kristan mendekat lalu menggenggam tangan Bella untuk pergi dari sana. Ketidaksukaan Kristan terlihat begitu jelas ketika melihat Bella bersama dengan laki-laki lain di sini. Namun tidak bisa menyurutkan tekad Bella untuk menepis tangan itu dan memberikan peringatan bahwa Bella memang istrinya tapi bukan begini perlakuannya pada seorang istri dan mungkin sebentar lagi mereka akan berpisah."Ikut aku!" bentak Kristan pada Bella. Sorot
Bella menyusuri pantai yang dibilang banyak orang sangatlah indah. Kaki telanjangnya melangkah di atas pasir selangkah demi selangkah sampai Bella merasa lelah lalu Bella memilih untuk duduk di tepi pantai yang kering tanpa alas apa-apa. Matanya memandang ke lautan lepas dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus saat itu. Membuat rambut yang tergerai itu berterbangan dan gaun pantai yang dia gunakan juga bergerak terkena angin pantai. Betapa Bella merindukan saat ini dimana tidak ada orang mengganggu dan juga hanya di temani sepi yang bisa membuat Bella lebih tenang dan damai. Tak lama kemudian seseorang mendekati Bella dan duduk di sampingnya tanpa menghiraukan keterkejutan Bella. Dia terlihat santai dan menikmati suasana yang terasa saat itu. "Kamu tau sulit sekali mencari jadwal penerbangan supaya bisa bertemu kamu di sini." "Kamu kenapa ke sini? Bukannya kamu masih bekerja di perusahaanku dan juga mengurus gugatan ceraiku?" "Aku sudah di putus kerja
"Nggak! Dia udah kabur.""Apa?! Wah serius kamu? Demi apa? Jangan bercanda Kristan? Dia kabur kemana? Jangan bilang sama laki-laki brengsek itu."Sialan.Kristan akui saat ini dia merasa sedang patah hati dan hal itu membuat sisi kewarasannya hilang untuk sementara. Otaknya tidak bisa berpikir dan mencerna dengan baik. Semuanya blank begitu saja. Terasa begitu buntu. Biasanya Kristan bisa langsung bertindak secepat mungkin jika ada suatu masalah yang sedang terjadi. Ini malah tidak bisa bertindak sama sekali yang membuat emosi memenuhi hati dan kepalanya.Seharusnya Kristan mencari Bella dan bicara berdua layaknya orang dewasa lalu menemukan solusi terbaik agar pernikahan mereka baik-baik saja dan kembali berjalan normal tapi mengapa dia hanya berdiri di dalam ruangannya tanpa bergerak mencari Bella saat ini?ini sangatlah aneh.Kristan memandang pemandangan kota pagi itu dengan tatapan kosong. Matanya melihat ke depan namun bayang-bayang akan Bella
Biantara duduk di kursi ruangan Bella dengan pandangan mata lurus ke depan dimana Kristan berdiri di depannya. Mereka sama-sama memandang dengan pemikiran masing-masing tapi Kristan tidak setajam Biantara, Kristan memilih untuk memandang biasa saja dan terlihat acuh. Kristan tidak ingin menguasai pembicaraan ini karna Kristan tau bahwa dia yang salah.Biantara belum mau mengatakan apa-apa sebelum Kristan berkata lebih dahulu sampai Kristan akhirnya menyerah dengan situasi kikuk yang terjadi. Kristan memulai percakapan lebih dulu dengan memandang datar Biantara lalu memulai dengan sebuah senyum kaku. Ini dia lakukan agar Biantara tidak terlalu cemas. Tanpa sadar Biantara sebenarnya terlihat begitu cemas. Ketara sekali dari guratan di dahi laki-laki tua itu namun Biantara samarkan dengan mata tajam yang tidak beralih pada Kristan."Maaf Kakek, permasalahan rumah tanggaku tidak seharusnya membuat Kakek terbebani, aku sudah meminimalisir supaya permasalahan ini tidak
Dengan kaki jenjangnya Bella melangkah ke pintu jendela lalu menyibak tirai yang menutupi kamar dimana nanti Bella akan tinggali untuk sementara waktu sampai perceraian yang diinginkan Bella tiba. Bella sudah memberitahu Xavier untuk segera mengurus perceraiannya. Semoga kasus perceraian ini tidak memakan proses yang lama.Ponselnya tak lama berdering kemudian, Bella merogoh ke dalam saku jas yang Bella pakai hari itu supaya Bella merasa hangat setelah berpergian kurang lebih beberapa jam yang lalu.Setelah berhubungan suami istri dengan Kristan, Bella sudah merasa yakin untuk meninggalkan Kristan detik itu juga. Bella memutuskan untuk menghindarinya dan menjauh untuk beberapa waktu sembari menunggu keputusan persidangan cerai nantinya."Lo udah sampai belum? Gimana perjalanan lo? Lo nggak apa-apa kan?" Firly bertanya dengan suara berbisik supaya ucapannya tidak terdengar oleh orang lain."Gue udah sampai tujuan Ly, lo tenang aja. Vila yang lo maksu
Tepat di bulan Mei dan saat ini pukul 7 malam. Bella mencatat dengan jelas waktu terpahit dimana kehidupannya akan berubah. Jelas saja statusnya akan berubah sebentar lagi jika Kristan menyetujui permintaannya. Permintaan yang tidak pernah Bella bayangkan sebelumnya. Bella akan berakhir dengan status janda.Bella berdiri di tengah-tengah kamar untuk menjelaskan maksud yang Bella rasakan pada Kristan. Kristan yang sudah berdiri tak jauh di depannya sedang menunggu apa yang akan Bella katakan malam ini. Tidak pernah Bella merasakan kesulitan untuk memulai pembicaraan, entah apa yang akan dikatakan Kristan nanti. Meskipun sulit untuk Bella tapi mau tidak mau Bella harus melakukannya."Aku mau bercerai," ucap Bella dengan tegas.Kristan tidak menjawab, mungkin belum, Kristan masih menunggu ucapan Bella yang lainnya sebelum dia menjawab ucapannya dengan tegas. Kristan menyipitkan matanya memperlihatkan betapa aura menakutkan begitu terpancar dari wajah Kristan saat i