Elisa Mancini wakes up in the hospital without any recollection of her life. While she is still trying to get a grip of herself, she is told that she would be getting married in a week's time. To a mafia boss. A cruel mafia boss. A mafia boss who despises her. Ever since Stefano Bellucci became the don of the cartel, nobody had ever dared to tell him what to do. Until he was threatened and blackmailed into marrying Elisa Mancini. He vows to make her life a living hell but with time, he realises that there is more than meets the eye when it comes to her.
View MoreTidak ada angin, tidak ada hujan, tapi hati Athalia seperti tersambar petir. Rasanya hancur berkeping-keping.
Matanya tampak basah menatap pria yang merupakan suaminya. Ia tidak percaya bahwa pria yang paling ia cintai ternyata juga yang paling menyakitinya
"Mulai saat ini Shylla akan tinggal di sini bersama kita."
Mendengar kata-kata dari suaminya, tangan Athalia melayang mengikuti kemarahan Athalia saat ini.
"Kau sangat keterlaluan, Baskara! Setelah mengkhianati pernikahan kita kau juga ingin membawa wanita simpananmu ke rumah kita! Apa kau punya otak!" marah Athalia dengan air mata yang kini jatuh tanpa bisa ia cegah.
Marah, sakit hati, kecewa dan hancur ia rasakan di saat yang bersamaan. Dahulu suaminya berjanji akan setia padanya sampai maut memisahkan, tapi yang terjadi saat ini sangat jauh dari sumpah itu. Suaminya berselingkuh.
Pria itu membawa selingkuhannya, memperkenalkannya sebagai wanita yang juga ia cintai, lalu kemudian ingin wanita itu tinggal bersama mereka. Apakah Baskara memiliki sedikit saja perasaan? Bagaimana bisa ia tinggal dengan wanita yang telah merusak kebahagiaannya.
"Shylla bukan simpananku, Athalia. Kami sudah menikah enam bulan lalu." Baskara lagi-lagi mengatakan sesuatu yang membuat luka Athalia semakin menganga lebar.
Tanpa sepengetahuannya, ternyata suaminya sudah menikah lagi.
"Kau bajingan, Baskara!" Athalia memiliki banyak sekali makian yang ingin ia utarakan pada suaminya, tapi ia tidak bisa mengeluarkannya dan hanya tersangkut di kerongkongannya.
"Athalia, jangan memarahi Baskara. Ini semua salahku. Jika aku tidak datang ke kehidupannya maka hal seperti ini tidak akan terjadi." Wanita di sebelah Baskara tampak menyesal.
Athalia tidak tersentuh sama sekali, ia bahkan merasa jijik pada wanita itu. Sesama perempuan seharusnya dia tidak menjalin hubungan dengan suami orang.
"Jika kau tahu ini salahmu maka kau tidak akan pernah ada di sini. Sebagai seorang perempuan kau seharusnya memiliki harga diri." Athalia menatap Shylla tajam.
"Maafkan aku, Athalia. Aku sangat mencintai Baskara." Shylla bertutur tulus.
"Kau tidak bisa menentang keputusanku, Athalia. Mulai saat ini Shylla akan tinggal di rumah ini bersama kita. Akan tidak adil baginya jika aku membiarkan ia tinggal di tempat lain sementara saat ini ia tengah membutuhkan banyak perhatianku. Saat ini Shylla sedang mengandung, aku ingin menjaganya," tegas Baskara.
Mata Athalia langsung tertuju ke perut Shylla. Jadi rupanya wanita simpanan suaminya saat ini tengah mengandung.
"Lalu bagaimana denganku? Apa kau pikir ini adil bagiku? Kau tidak memikirkan bagaimana perasaanku sama sekali. Ah, benar, kau tidak pernah memikirkan perasaanku karena jika kau memikirkanku maka kau tidak akan pernah berselingkuh di belakangku!"
"Ini semua karena kau tidak bisa memberiku keturunan, Athalia. Aku lelah menjadi perbincangan orang-orang. Kita sudah menikah selama 7 tahun dan kau belum mengandung juga. Aku ingin membuktikan pada semua orang bahwa aku tidak bermasalah." Baskara kini menyalahkan Athalia yang hingga saat ini masih belum hamil juga.
Teman-teman seusianya saat ini sudah memiliki lebih dari satu anak, sedangkan dirinya? Ia belum memiliki anak. Baskara juga ingin memiliki anak, tapi tampaknya Athalia tidak bisa memberinya keturunan. Oleh sebab itu ia berselingkuh, dan sekarang semua terbukti bahwa ia sehat dan bisa memiliki anak.
"Aku tidak ingin membahas ini, Athalia. Aku ingin kau menerima Shylla. Kau bisa menganggap anak Shylla sebagai anakmu sendiri." Baskara menambahkan.
Athalia tidak akan pernah sudi memiliki madu. Ia juga tidak akan menerima perselingkuhan suaminya. Di dunia ini, pengkhianatan dan perselingkuhan adalah hal yang tidak bisa ditolerir oleh Athalia.
"Ceraikan aku." Athalia mengambil keputusan tanpa harus berpikir panjang.
Selama ini Baskara adalah dunianya. Ia mengabdikan dirinya untuk menjadi istri yang baik dan setia untuk Baskara. Namun, bukan berarti ia akan tetap mempertahankan rumah tangganya yang sudah rusak.
Saat Baskara mengkhianatinya, maka saat itu juga pernikahannya ternoda. Dan noda itu tidak akan pernah bisa dihapuskan.
Baskara terkejut mendengar dua kata dari Athalia. Ia tidak pernah berpikir bahwa Athalia akan meminta cerai darinya. Hanya ia yang dimiliki oleh Athalia di dunia ini.
Athalia anak yatim piatu yang dibesarkan di sebuah panti asuhan. Wanita itu tidak memiliki keluarga atau kerabat.
"Aku tidak akan pernah menceraikanmu, Athalia." Baskara menatap Athalia marah. Ia mencintai Athalia, mana mungkin ia akan melepaskan Athalia. "Kau harus ingat janjimu pada Mama bahwa kau akan terus mendampingiku."
"Kau mengkhianati janjimu pada Mama untuk terus membahagiakanku, dan sekarang kau menyuruhku untuk mengingat janjiku? Kau terdengar tidak masuk akal, Baskara." Athalia mencela suaminya.
"Dengarkan aku baik-baik, Athalia. Aku tidak akan pernah menceraikanmu!" tekan Baskara.
"Maka jangan harap kau bisa membawa simpananmu ke rumah ini, Baskara. Jangan pernah mengotori rumah ini dengan perselingkuhan kalian berdua!" Athalia membalas tegas.
"Baskara, lebih baik aku kembali ke kediamanku. Aku tahu perasaan Athalia. Ini tidak akan mudah untuknya," seru Shylla lembut. Wanita ini tampak tidak bersalah sama sekali setelah menghancurkan kebahagiaan Athalia.
Athalia membenci wanita seperti Shylla. Memang benar perselingkuhan tidak akan terjadi jika Baskara tidak membukakan pintu untuk Shylla masuki, tapi tetap saja Shylla seharusnya mundur bukan terus maju bahkan sampai menikah.
"Tidak, Shylla. Kau harus tinggal denganku." Baskara bersikeras. Ia menggenggam tangan Shylla lebih erat. Seolah pria itu tidak ingin melepaskan hidupnya.
Baskara beralih ke Athalia lagi. "Athalia, aku adalah kepala rumah tangga. Kau harus mengikuti ucapanku."
Athalia tertawa sumbang. "Kepala rumah tangga? Kau bahkan tidak tahu bagaimana menjaga rumah tanggamu agar tetap utuh dan sekarang kau berlagak seperti ini? Dengarkan aku, Baskara. Selama kau tidak menceraikanku maka jangan berpikir untuk membawa simpananmu ke kediaman ini!" Athalia hanya memberi Baskara satu pilihan, jika Baskara ingin Shylla tinggal di kediaman itu maka Baskara harus menceraikannya.
"Aku akan kembali ke rumahku. Bicaralah baik-baik dengan Athalia." Shylla melepaskan tangan Baskara dari tangannya.
Baskara merasa kasihan pda Shylla. Istri keduanya itu sangat pengertian padanya, tapi ia bahkan tidak bisa membawanya tinggal bersama di kediaman mewah keluarganya.
Shylla meninggalkan ruang keluarga kediaman mewah itu. Namun, di dalam hatinya ia bersumpah bahwa ia akan kembali ke kediaman itu dan merebut posisi Athalia. Ia akan menjadi satu-satunya nyonya di sana.
Baskara mencoba meraih tangan Athalia, tapi Athalia segera menghindar. "Jangan keras kepala, Athalia. Jika kau bercerai dariku maka kau tidak akan memiliki apapun selain dari galeri seni milikmu."
"Aku pernah hidup tanpa harta, Baskara. Dan itu bukan hal sulit untukku." Athalia membalas pahit.
"Kenapa kau tidak bisa menerima Shylla. Dia wanita yang baik, Athalia."
"Wanita yang baik tidak akan merebut suami wanita lain, Baskara!" suara Athalia meninggi.
"Aku menginginkan anak, Athalia. Dan kau tidak bisa memberikannya untukku. Sementara Shylla dia bisa memberikannya."
"Tapi itu bukan alasan yang membenarkan perselingkuhanmu!" sergah Athalia marah. "Jika kau menginginkan anak dari wanita lain maka terlebih dahulu kau harus menceraikanku. Bukan bermain api di belakangku! Kau menodai janji suci pernikahan kita!"
"Aku mencintaimu, Athalia. Aku tidak bisa menceraikanmu."
"Cinta?" Athalia mendengus sinis. "Jika kau mencintaiku kau tidak akan pernah menyakitiku."
"Mengertilah, Athalia. Jangan hanya memikirkan dirimu sendiri."
"Jika aku tidak memikirkan diriku sendiri maka siapa yang akan memikirkanku?" tanya Athalia sinis. "Tidak ada yang bisa kita bicarakan lagi, sekarang pergilah dari sini."
"Aku masih suamimu, Athalia. Kau tidak bisa mengusirku," balas Baskara.
Tidak ada yang bisa Athalia katakan lagi pada Baskara. Ia hanya membalik tubuhnya dan pergi meninggalkan pria itu.
Athalia merasa sangat sesak sekarang. Ia meraih kunci mobilnya, kemudian keluar dari rumah itu tanpa peduli panggilan dari Baskara.
Ia membutuhkan udara segar, kebenaran yang terbuka saat ini begitu mencekiknya.
Selama ini ia berpikir bahwa Baskara merupakan pria terbaik dalam hidupnya, tapi ternyata ia keliru. Pada akhirnya pria itu menjadi seorang bajingan.
Athalia tahu bahwa dirinya tidak sempurna sebagai seorang wanita. Ia akan menerima jika Baskara menceraikannya. Setidaknya itu tidak akan begitu menyakitinya. Ia masih bisa menyimpan kenangan bahagianya bersama dengan Baskara.
Akan tetapi, kenyataannya Baskara melakukan sesuatu yang sangat rendahan. Alih-alih ingin membuat orang lain tahu bahwa ia sehat, pria itu malah menyakitinya sangat dalam. Pria itu memperlakukannya seperti orang bodoh, bersikap penyayang di depannya padahal di belakangnya pria itu mengkhianatinya.
Rasa jijik menerpa Athalia. Suaminya menyentuh dirinya setelah menyentuh wanita lain. Hati Athalia hancur tak bersisa ketika ia memikirkan bahwa ia berbagi pelukan dengan wanita lain.
Tanpa Athalia sadari ia menginjak pedal gasnya dengan kencang. Emosi tengah menguasainya saat ini.
Saat ini ia tidak punya tujuan. Ia hanya ingin meluapkan rasa sakit hatinya.
Mobil Athalia akhirnya berhenti setelah satu jam berputar-putar di jalanan. Athalia turun dari mobilnya. Ia masuk ke sebuah club malam dan minum di sana sampai ia mabuk.
Athalia bukan seorang peminum yang baik, terbukti hanya dengan beberapa gelas saja ia sudah kehilangan kesadarannya. Wanita itu berkeliling melihat ke sekitarnya yang dipenuhi lautan manusia.
Ia turun dari kursi yang ia duduki, melangkah sempoyongan mendekati seorang pria yang juga sedang minum sendirian. Pria itu tampak sangat tampan. Athalia menjatuhkan dirinya ke pangkuan pria itu.
"Mau tidur denganku?" seru Athalia, wanita ini tidak tahu apa yang ia bicarakan sekarang. Ia hanya dipimpin oleh alam bawah sadarnya yang sangat terluka.Ia melemparkan tubuhnya pada orang asing secara acak.
Jika suami brengseknya bisa mengkhianati dia, maka ia juga bisa. Ia tidak akan menjadi istri yang baik lagi untuk pria buruk seperti suaminya.
Pria tampan yang sekarang memangku Athalia menatap Athalia rumit. "Aku harap kau tidak akan menyesal setelah kau sadar nanti."
Setelah itu ia membawa Athalia menuju ke sebuah kamar hotel. Pria itu mencium Athalia dengan ganas. Dia dengan sewenang-wenang menjarah mulutnya dan menangkap lidahnya.
Athalia telah melayani suaminya dengan baik, hingga ia sampai ke titik mempelajari cara memuaskan suaminya agar tidak berpaling darinya. Dan sekarang ia melakukannya untuk pria lain.
Tangan Athalia melucuti semua pakaian yang ia kenakan, hingga memperlihatkan tubuh indahnya yang sudah jarang disentuh oleh suaminya karena kesibukan pria itu dengan simpanannya.
Malam itu Athalia melupakan segala rasa sakitnya, menceburkan dirinya ke dalam sebuah dosa yang tidak pernah ingin ia lakukan sebelumnya.
Kamar hotel itu menjadi saksi bagaimana panasnya pergumulan antara Athalia dan pria yang ia temui di club malam.
tbc
“Come, let’s go.” He gripped her arm—hard—and dragged her out of the hall without waiting for a response. Elisa’s heart thudded painfully against her ribs. Her stomach twisted. When she’d defied Stefano by changing her dress, she really thought she wouldn’t have to go back. But now—God—she knew better. The punishment would come, and it would be worse than ever. Panic clawed at her chest. No. She couldn’t go back to that house. She’d rather sleep on the cold street than set foot in that estate again. She kept praying—Please, just give me a chance to escape. They reached his car—a sleek black Mercedes. The back door opened, and he shoved her inside before sliding in beside her. She stared out the window, eyes flicking to the roads, watching. Hoping. This might be my only chance, she thought. I just need to get it right. The city sped by until the road became more crowded. She turned to him, clutching her stomach, her face pale. “I don’t feel so good,” she mumbled, voice shaky.
“You have five minutes,” Stefano said to her, his voice low and controlled.She didn’t argue. Just turned and walked away. Knowing him, he was probably serious about the time.She approached one of the waiters, her voice polite but hurried. “Where’s the bathroom?”The waiter pointed, and she followed the direction, her heart already racing. The women’s bathroom was large, lined with stalls and softly lit mirrors. She walked over to the sink, standing there, pretending to fix her hair while watching the door.It didn’t take long. Out of the corner of her eye, she caught the flash of flaming red hair.Her mother. Her mother was walking over to the sink but she didn't pay attention to her.She stood at the sink beside her, calmly washing her hands, still completely unaware.Elisa's breath caught in her throat. She leaned forward slightly.“Mother,” she whispered.Her mother’s head snapped up, her eyes wide. “Elisa?” she gasped.Without hesitation, her mother moved toward her and wrapped
Elisa took thirty minutes to find a more suitable and decent gown in her wardrobe before changing into it. Satisfied with her appearance, she finally headed downstairs to the already impatient driver. She entered the Maserati, and they took off for the venue.When they finally arrived, even from inside the car, she could see Stefano standing outside, visibly frustrated. She took a deep breath and stepped out. The driver had also gotten out and walked over to meet Stefano.“You’re late,” he said in that low, menacing tone that could make anyone shiver.“Sorry, Don Stefano. We were held up by traffic.”Elisa did a double take. Elisa’s brows furrowed. Don? The title rang in her ears. Don Stefano? Don? Why was he being addressed like that? She glanced quickly at the driver, but his face was lowered, respectful—fearful. Before she could process it, Stefano’s eyes found her and trailed the length of her body. His already irritated expression shifted into one of anger. He was now staring at
Three days passed by in the same ritual—wake up, pray Stefano had already left, eat, read, eat again, read, eat dinner, pray he wouldn’t enter her room, and sleep. Luckily, she hadn’t seen Stefano in all that time. Kate, the elderly maid, had become the closest thing she had to a companion. They were now on a first-name basis. Though she still wasn’t allowed to leave the mansion, she had at least been to the patio. She had also learned a few things about the mansion. There were armed guards everywhere—men with actual guns. She knew Stefano was wealthy, but wasn’t that a bit excessive? When she’d asked Kate about it, her mood had instantly changed. Another thing she’d learned: questions weren’t welcome. She had tried befriending one of the kitchen maids, but the moment she asked about the Bellucci family, the maid shut down completely and stopped speaking to her. Elisa had sensed something was off since the wedding, but now she was certain. She kept thinking about what Stefano had t
Elisa woke up early the next day. At first, she was groggy but then memories of last night rushed into her head. She sat up straighter and looked around the roo. Stefano hadn't come for her like he said. She wondered if it was because she was asleep. She sighed in relief that she had been spared last night and got out from bed to prepare for the day. Fear still clung to her from the threats Stefano made the night before, and she didn’t want to risk provoking him again. Without waiting to be summoned, she went for breakfast of her own free will. The dining room was empty. Stefano wasn’t there. She sat quietly, and her meal was served. A few minutes later, the same maid from yesterday entered and spoke calmly. “Mr. Bellucci had to skip breakfast. He has an important meeting this morning.” Elisa didn’t reply. She simply nodded and continued eating. But het heart was dancing with joy. Not only won't she have to face him but now, she would be able to escape without having his watchful
Elisa’s eyes widened. His words brought back memories from yesterday. Fear wrapped around her chest and her body started shaking. “Stefano, please...” Her voice came out in a whisper. He didn’t even blink. “You should know by now that begging doesn’t work with me.” “Stefano, please... it hurts,” she said, her voice shaky. “It’s supposed to hurt, princess. It should hurt,” he murmured, eyes distant, like he was thinking about something—or someone—else entirely. “Now you know how they felt.”Her brows drew together, confusion crossing her face. She didn’t know who he meant, but she didn’t dare ask. The last time she had asked him something personal, it ended badly. “Stefano...” She tried again in a softer tone as if trying to reach something human in him. “I thought we had a lesson today on what happens when you defy me.” “Stefano, please.” “Elisa, you’re getting on my nerves now.” “I don’t want to go through that again.” Her voice was tight as she forced the words out. She di
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments