"Biar aku yang antar kamu ke kampus."Raya yang sedang menyisir rambutnya itu sontak memalingkan wajahnya menatap Edard yang sudah berdiri di ambang pintu. Kening gadis itu mengernyit, sedikit heran dengan keinginan Edard yang tiba-tiba itu? Tumben sekali, biasanya Edard lebih mengutamakan berangkat pagi ke kantor."Tumben. Kesambet apa kamu? Tapi nggak usah, aku bisa berangkat sendiri," kata Raya lagi.Ia hanya malas saja jika nanti Edard akan merecokinya sepanjang perjalanan. Lelaki itu sangat bawel jika menyangkut dirinya. Membuat Raya risih.Edard melangkah masuk ke kamar sembari bersedekap dada. Menatap Raya dengan pandangan menilik."Kamu mau bertemu dengan lelaki itu, ya? Makanya tidak mau aku antar," tuduh Edard.Yah, bukannya ia berniat menuduh Raya. Hanya saja ia tidak suka melihat Raya berdekatan dengan lelaki kemarin. Bahkan kelihatannya mereka cukup akrab. Siapa lelaki itu? Bukankah kata Davin, Raya tidak suka berdekatan dengan lelaki manapun selain Davin?Raya mendelik m
Sumpah serapah jelas keluar dari bibir Raya apalagi saat mengingat bagaimana dengan gamblangnya, Edard melayangkan satu kecupan manis di bibirnya tanpa permisi.Hei! Bibir Raya yang awalnya masih suci jelas ternodai oleh tindakan Edard yang menurutnya kurang ajar. Ya, jelas saja kurang ajar meskipun mereka sudah menikah, tapi meraka menikah hanya di atas kertas. Tapi kenapa Edard selalu bersikap kalau mereka ini menikah sungguhan? Sangat menyebalkan.Raya tersentak saat merasakan sesuatu yang dingin menyentuh kedua pipinya. Ternyata itu Edard yang baru saja menempelkan sebotol minuman dingin ke pipinya."Ish!" Dengus Raya dengan sebal. Ia mengusap pipinya yang basah karena embun minuman itu.Edard duduk di sebelah Raya yang tampak cemberut. Lelaki itu tertawa pelan melihat ekspresi kesal milik gadis itu. Terlihat sangat menggemaskan. Bahkan Edard baru menyadari kalau istrinya itu menggemaskan.Saat ini mereka tengah duduk di sebuah taman kota. Sore hari yang cukup cerah. Apalagi Raya y
Lalu lalang kendaraan tampak padat karena ini merupakan jam pulang kerja. Seorang gadis dengan pakaian mini itu tengah duduk di salah satu caffe yang berada di dekat jalan. Gadis itu terlihat sedang mengotak-atik ponselnya. Entah apa yang dia lihat, namun tampaknya sangat serius.Sesekali gadis itu menyesap jus alpukat yang tinggal setengah itu, kemudian ia kembali menatap layar ponselnya. Udara dingin tak membuat gadis dengan pakaian mini itu merasa kedinginan. Ia malah terlihat biasa-biasa saja. Sampai ada seseorang yang datang menghampirinya.“Maaf, aku terlambat,” ujar orang yang baru datang itu. Kemudian menarik kursinya ke belakang dan duduk.Gadis itu mendecak sinis. “Kau tahu? Aku sudah menghabiskan waktu dua jam hanya untuk menunggumu disini. Menyebalkan sekali!” gerutunya kesal.Orang itu meringis kecil kemudian menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Matanya menatap ada tiga gelas kosong berada di hadapannya. Membuktikan ba
Brakk!!Seorang gadis cantik dengan dress berwarna merah itu tampak terkejut dalam duduknya. Beberapa lembar foto dirinya dengan lelaki terpampang jelas di sana. Mulutnya terbuka, masih syok melihat itu. Kemudian ia menaikkan pandangannya, menatap wajah lelaki di depannya. Wajah itu tampak tegang. Rahangnya mengetat. Guratan emosi terpancar jelas. Mengeluarkan aura intimidasi yang mampu membuat nyali gadis itu menciut.“Apa maksudmu?” tanya lelaki itu dengan suara rendah, menahan emosinya agar tidak meledak di hadapan gadis itu.Sementara gadis itu merundukkan kepalanya. Tak berani menatap mata elang lelaki itu. “A-aku…”“Kenapa kau tega melakukan ini padaku?!” bentak lelaki itu. Tak mampu lagi menahan gejolak emosi dalam dirinya.Rasa marah, kecewa, serta sakit semuanya berpadu menjadi satu. Gadis itu, satu-satunya gadis yang sangat ia cintai, yang sangat ia kasihi, ternyata bermain belakang dengan lelaki
Raya langsung menarik lengan lelaki itu yang terentang. Membuat lelaki itu terhuyung ke belakang. Karena posisi Raya berada di belakang lelaki itu, otomatis ketika lelaki itu terjatuh ke belakang, badannya menimpa Raya. Alhasil keduanya jatuh dengan posisi lelaki itu berada di atas tubuh Raya.Tatapan Raya memaku pada wajah lelaki yang berada di atasnya. Lelaki itu terlihat tampan meski dalam keadaan gelap seperti ini. Tatapan tajam lelaki itu membuat Raya tak mampu untuk sekedar mengalihkan pandangan barang sedetik saja. Bahkan aroma tubuhnya yang maskulin begitu memanjakan indra penciuman Raya. Raya mengerjap pelan seperti tersadar ke alam sadarnya. Ia segera mendorong lelaki itu dengan kasar. Membuat lelaki itu terguling ke samping.Raya segera bangkit dari posisinya. Gadis itu menepuk pelan pantatnya yang kotor. Ia menatap geram lelaki yang kini tengah duduk dengan posisi kaki di tekuk. Mata lelaki itu menatap kosong ke sungai yang ada di depannya. Raya yang niatny
Raya menatap layar televisi dengan kesal. Bagaimana tidak? Sekarang semua saluran menayangkan berita tentang Edard Stollin yang jalan dengan gadis lain yang bukan tunangannya. Dan parahnya lagi, gadis itu adalah dirinya sendiri. Membuat Raya merasa seperti gadis selingkuhan Edard. Lagi pula bukannya lelaki itu tidak memiliki kekasih? Ah, lebih tepatnya baru saja putus karena ditinggalkan oleh pacarnya.Raya memijat kepalanya yang mendadak pusing. Merasa menyesal karena telah menjadikan Edard sebagai pasangan sewaannya yang malah berujung menyusahkan seperti ini. Seharusnya ia tidak menolong Edard saat itu. Biarkan saja lelaki itu bunuh diri, toh itu bukan hal yang penting untuk Raya.“Argghhh! Menyebalkan!” pekik Raya sembari memukuli bantal yang ada dipangkuannya.Hari ini gadis itu sedang tidak ada kelas. Biasanya ia akan pergi berjalan-jalan atau sekedar me time. Bukannya Raya tidak memiliki teman. Banyak gadis yang ingin berteman dengan Raya. Han
Kening Raya mengkerut dalam saat mobil yang di kendarai oleh Edard berhenti di sebuah toko berlian yang terkenal di kota ini. Pikirannya menerka-nerka bantuan apa yang dibutuhkan lelaki itu di tempat ini? Meminta Raya untuk memilihkan perhiasan untuk kekasihnya barunya? Atau mungkin kekasihnya yang kemarin sudah kembali? Ah, entahlah. Raya tidak peduli dengan itu. Toh, bukan urusan dia juga. Tujuannya hanya ingin balas budi lalu setelah itu selesai.Tangan Edard terulur menyentil kening Raya yang mengkerut dengan pelan. “Jangan terlalu dalam, nanti cepat tua,” ujarnya pelan.Raya melotot mendengar ucapan Edard. Ia menepis kasar tangan lelaki itu yang masih bertengger di keningnya. “Jauhkan tanganmu! Aku tidak mau ada gosip baru yang muncul di media,” ketusnya.“Kita jalan berdua seperti ini saja sudah menimbulkan gosip,” sinis Edard membuat Raya mencebik kesal.Malas berlama-lama dengan Edard, Raya memilih untuk keluar
“Apa otakmu sudah hilang? Bisa-bisanya kau mengatakan kalau aku adalah calon istrimu!” marah Raya ketika mereka sedang berada di perjalanan pulang.Nafas gadis itu terdengar memburu. Dadanya naik turun menandakan ia tengah emosi. Matanya menatap ke jendela. Ia kesal dengan sikap Edard yang seenaknya. Bagaimana bisa lelaki itu mengatakan kalau ia adalah calon istrinya?Menjadi istri? Itu bukanlah keinginan Raya. Dalam kamus hidupnya, ia tidak pernah menginginkan status istri. Ia hanya ingin hidup dengan dirinya sendiri. Hidup bebas tanpa ikatan adalah impian Raya sejak dulu. Ia tidak mau membuang waktu berharganya hanya karena urusan percintaan. Ia tidak peduli dengan tanggapan orang lain, yang ia butuhkan adalah kebahagiaan untuk dirinya.Edard membuang nafas pelan. Mata lelaki itu masih fokus menatap ke jalan. Ia tahu ini kalau Raya kesal padanya. Ia juga menyadari itu. Kalau ia yang berada di posisi Raya, ia pasti juga akan melakukan hal yang sama.