Home / Rumah Tangga / Tolong, Cintai Aku! / BAB 06 : Alasan Menyukaimu

Share

BAB 06 : Alasan Menyukaimu

Author: Hellowol_
last update Last Updated: 2025-02-12 21:28:58

Tujuh tahun yang lalu, saat aku berumur 20.

“Hei, awas!”

Tak sempat menoleh, tanganku lebih dulu ditarik hingga mundur beberapa langkah. Sepersekian detik selanjutnya sebuah motor melaju dari arah kiri, berikut terdengar bunyi klakson yang nyaring dan makian si pengendara; “Kalau nyeberang lihat-lihat, dong! Tolol banget jadi orang!”

Saking syoknya mulutku sampai membuka, tak tahu harus bereaksi seperti apa.

“Kamu nggak pa-pa?”

“E-eh, iya, tidak apa-apa.” Langsung aku berbalik dan membungkuk. “Makasih banyak. Berkat bantuanmu, aku selamat.”

“Sama-sama. Lain kali hati-hati, ya.”

Setelah orang itu berlalu, barulah aku melihat ke arah wajahnya. Seketika aku tertegun, terjebak di antara kekaguman pada rupanya dan usaha keras untuk mengingat siapa namanya.

Ah! Dia adalah kakak tingkatku yang cukup terkenal di angkatan kami. Bukan hanya karena ketampanannya, tetapi juga karena keaktifannya dalam berbagai organisasi yang sangat diapresiasi. Singkatnya, dia adalah salah satu cowok yang sering menjadi topik perbincangan di kalangan cewek.

“Oh!” seruku tiba-tiba sambil menepuk kening pelan. Aku baru ingat namanya—Atlantis Pranadipta dari jurusan Ilmu Hukum. “Dilihat dari dekat, ternyata jauh lebih tampan,” gumamku tanpa sengaja.

Atlantis adalah cowok pertama yang kukagumi sekaligus kupuji pada pertemuan pertama kami. Ternyata, teman-teman sekelasku tidak berlebihan—pesonanya memang sulit dilawan.

Berusaha menyadarkan diri dari betapa berbahayanya daya tarik Atlantis, aku menggelengkan kepala berulang kali dan mencoba mengingat alasan kenapa tadi hampir ditabrak; menyeberang jalan menuju kampus.

Sungguh, aku sudah memerhatikan sekitar! Jalanan cukup lenggang waktu itu. Namun, naasnya, tepat saat aku mantap ingin menyeberang, sebuah motor tiba-tiba melaju dengan kecepatan tinggi. Seharusnya, si pengendara itu menyalahkan dirinya sendiri karena tidak memerhatikan jalan dengan baik, bukan aku yang jelas-jelas tidak bersalah.

Untung saja kecelakaan tidak terjadi. Kalau sampai terjadi, akan kupastikan menuntut pengendara itu habis-habisan.

Mengabaikan rasa kesal yang muncul, aku bergegas menyeberang. Kuliah jam pertama hampir dimulai, kalau terus berdiri termenung di trotoar, sudah pasti aku akan terlambat.

Sepuluh menit kemudian, aku sudah berada di kelas, menempati bangku barisan kedua dekat dinding.

“Tumben telat, Then?”

Aku menoleh sekilas sambil mengeluarkan binder dan alat tulis dari dalam tas. “Ada sedikit insiden tadi,” jawabku singkat.

“Eh, kenapa? Tapi lo nggak apa-apa, kan?”

“Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja.” Aku memaksakan kedua sudut bibirku ke atas untuk tersenyum. “Hampir keserempet motor, Em. Untungnya ada yang nolong.”

“Astaga! Syukurlah, gue ikut lega dengernya,” ucap Emily sambil mengusap dadanya.

Emily adalah satu-satunya orang yang sering berbicara denganku di kelas. Meskipun begitu, kami tidak terlalu dekat.

“Makasih sudah menanyakan soal kondisiku.”

“Apaan pake makasih segala? Itu respon wajar kalau ada yang ngalamin kejadian serupa.”

“Tetap saja, terima kasih.”

Lalu Emily tertawa sambil mengibas-ngibaskan tangannya, “ya udah, sama-sama,” jawabnya.

Suasana sempat hening sejenak sebelum akhirnya aku bertanya, “Em, kamu tahu banyak soal organisasi kampus, kan?” Selagi dosen belum datang.

“Lumayan. Kenapa, Then?”

“Kapan masa jabatan Kak Atlantis berakhi—”

“Lo penasaran soal dia? Ya ampun, Thena, ini langka banget, lho! Oke, oke, nanti gue cari tau. Atau lo mau gabung di organisasi yang sama? Gue bakal kontak salah satu temen gue di sana buat masukin lo juga.”

Kehebohan Emily langsung membuatku panik. “Tidak seperti itu! Jangan buat kesimpulan sendiri, Em. Aku—jangan lakukan apa pun!”

“Sssttt ... diem aja, semua pasti beres. Gue janji bakalan bantuin lo.” Emily mengedipkan sebelah mata dan mengacungkan kedua jempolnya, tak menggubris kata-kataku dan tetap teguh pada persepsinya sendiri.

Ya Tuhan, kesalahan fatalku sekarang adalah sudah terlanjur bertanya padanya.

***

Dua hari lagi syuting selesai. Meski rating stabil dan ramai dibicarakan, bagianku tetap tak diperhatikan. Tokoh utama selalu bersinar, sementara figuran hanyalah pelengkap.

Wajar jika orang tidak terlalu memperhatikanku, karena peranku memang tak banyak memberi kejutan. Kecuali di episode sebelumnya—saat wajahku ditampar. Seseorang bahkan sempat berkomentar, “Mampus! Melati pantas mendapatkannya! Jadi teman kok bermuka dua? Dasar ular kobra!”

Adegan emosional memang selalu berhasil memicu berbagai tanggapan.

Setelah membaca beberapa artikel, aku memasukkan ponsel ke dalam tote bag, lalu mengenakan topi dan kacamata bening untuk menutupi rambut dan kantong mata.

Beberapa saat kemudian, aku sudah di supermarket, memilih alpukat di rak buah. Saat sibuk memasukkan beberapa ke dalam plastik, tiba-tiba aku merasakan seseorang mendekat dan berbisik, “Sepertinya kita berjodoh, karena kebetulan bertemu di sini.”

Refleks, aku langsung menegakkan punggung dan menghindar. Mataku melebar, menatap Mahendra Wisnuaji sambil menutup telinga yang tadi sempat terkena embusan napasnya. “Kamu—kenapa ada di sini?!”

“Sama sepertimu, berbelanja. Ah, Thena, mau kubayar semuanya? Ambil saja sepuasmu.”

“Tidak perlu! Menjauh dariku!”

“Hei, ayolah.”

Langsung kutarik troli untuk menghalangi Mahendra yang berniat mendekat. Pria ini terlalu nekat, padahal aku yakin dia tak datang sendirian.

Melirik ke sana-sini, aku berusaha menemukan seseorang yang kucari. “Apa istrimu tahu perbuatanmu? Dengar, aku tidak mau dicap sebagai pelakor seperti korbanmu yang lain!”

Okay, tenang, Baby. Aku akan pergi.” Dengan senyum yang membuatku jijik, Mahendra mengangkat kedua tangannya. “Sampai bertemu di lokasi syuting, Thena.”

Terakhir, dia melambaikan tangan, memasang maskernya, lalu meninggalkanku.

Spontan, aku menghela napas lega karena akhirnya terbebas dari bencana.

Mahendra Wisnuaji, aktor ternama yang terkenal akan skandal. Meski beristri dan punya anak, dia kerap merayu lawan mainnya, membuat banyak artis terseret sebagai pelakor. Aku tak mau jadi salah satunya, jadi sebisa mungkin aku menjaga jarak darinya.

***

“Non, lagi sibuk? Kalau nggak, bisa minta tolong buang sampah ini ke depan? Bibi lagi goreng ikan, jadi nggak bisa ditinggal.”

Aku mengalihkan perhatian dari ponsel, lalu menatap kantong sampah yang dibawa bibi. Tanpa pikir panjang, aku mengangguk, berdiri, mengambil alih kantong tersebut dan pergi.

Ah, tadi aku sedang membaca naskah baru dari Mbak Hera berjudul Dua Sisi. Kisahnya tentang dua orang dengan sifat bertolak belakang. Katanya, kalau aku tertarik, Kamis depan dia akan membawaku ke audisi untuk pemeran utama.

Aku belum sempat memberi jawaban karena terpotong permintaan Bibi. Setelah membuang sampah ini, rencananya aku akan menelepon Mbak Hera dan memberitahunya.

“Kak Thena!”

Hampir aku menutup kembali pagar saat Artemis turun dari mobil dan memanggilku. Kenapa dia harus pulang saat aku keluar? Aku malas sekali berpapasan dengannya dan diajak bicara.

“Kebetulan sekali Kakak di sini, aku mau kenalin Kakak ke Kak Atlan.”

Kenalan? Ah, benar! Artemis diantar, bukan pulang dengan mobilnya sendiri.

Perasaanku mendadak campur aduk. Aku mencoba acuh, tetapi diam-diam menunggu sosok itu turun. Namun, ketika pintu sopir terbuka, tiba-tiba aku membuang muka. Bertepatan dengan itu, ponsel di saku celanaku berdering nyaring. Suara itu seolah menyadarkanku—kenapa jantungku berdebar hanya karena akan bertemu calon pacar saudariku? Ini menggelikan sekali!

“Lain kali saja!” kataku cepat, lalu segera berbalik masuk dan menjawab panggilan yang, ternyata, dari Mbak Hera.

“Halo, Mbak, maaf tadi aku—iya, aku tertarik dengan naskahnya,” sahutku tanpa basa-basi, lalu menggigit bibir bawah sambil merutuk dalam hati betapa idiotnya aku tadi.

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 40 : Serba Salah

    Hari ini tepat satu bulan sejak film Dua Sisi tayang di bioskop. Seperti yang sempat diprediksi Mahesa, film kami mendapat respons positif. Hingga kini, Dua Sisi masih bertahan di jajaran film populer dengan penjualan tiket yang terus melesat.Kesuksesan itu juga membawa dampak besar bagiku. Nama Thena kini mulai dikenal, dan akun Instagram yang dulu kubuat atas saran Sherina telah mencapai seratus ribu pengikut. Sebagian besar memuji aktingku yang, menurut mereka, berhasil menggugah emosi penonton. Sebagian lagi terpukau oleh visualku yang dianggap pas memerankan sosok pelakor berkedok perempuan muslimah.Tak hanya tawaran endorse dan iklan yang berdatangan, tetapi juga beberapa proyek film baru. Namun, aku masih mempertimbangkannya. Setelah menikah dengan Atlantis, fokusku belum sepenuhnya pada karier. Saat ini, aku lebih sibuk beradaptasi dengan peran baruku sebagai istri.Bukan berarti aku mengesampingkan dunia akting setelah berhasil menikahi Atlantis. Hanya saja, ada prioritas y

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 39 : Mulai Tinggal Bersama

    Mobilku berhenti tepat di depan rumah Atlantis. Setelah mengeluarkan barang bawaan dari bagasi bersama Mbak Hera, aku terdiam sejenak, menatap fasad rumah yang kini menjadi tempat tinggalku. Ada perasaan senang yang sulit diungkapkan, terlebih saat menyadari bahwa apa yang dulu hanya angan kini telah menjadi kenyataan. Aku berhasil pindah ke sini—sebagai nyonya rumah ini.“Mbak,” gumamku tanpa sedikit pun mengalihkan perhatian. “Mulai sekarang, aku akan lebih bahagia lagi. Aku janji.”“Tentu saja harus! Aku merestui pernikahanmu bukan untuk melihatmu makin bersedih. Meskipun semuanya terjadi karena keterpaksaan satu pihak, tapi aku berharap kau benar-benar bahagia, Thena.”Tanpa berkata lagi, aku dan Mbak Hera mulai menggiring koper menuju teras rumah. Saat semua barang telah tertata rapi di depan pintu, Mbak Hera menatapku dalam sebelum akhirnya berpamitan. Dia menarikku ke dalam pelukannya, menepuk pundakku dengan lembut seakan ingin meyakinkanku bahwa aku tidak sendiri.“Kau tahu,

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 38 : Malam Pertama yang Dingin

    Kamarku dan Atlantis diatur sedemikian rupa agar terasa romantis dan intim, sebagaimana layaknya kamar pengantin baru. Namun, ironi tak bisa dihindari—sebab satu-satunya yang tidak seperti pengantin baru adalah kami berdua. Sejak memasuki kamar hingga sekarang, Atlantis sama sekali tidak mengajakku bicara. Jangankan berbincang, melirik pun dia enggan. Dia hanya menjalani rutinitasnya: mandi, berganti pakaian, lalu berbaring dengan punggung menghadapku.Suasana di dalam sini terasa begitu dingin, sepi, dan penuh jarak. Tapi bodohnya aku—meskipun diabaikan, jantungku tetap berdebar kencang. Ini pertama kalinya aku berada di ruang tertutup hanya berdua dengannya, dengan pria yang kini sah menjadi suamiku. Fakta bahwa malam ini seharusnya menjadi malam pertama kami terus mengusik pikiranku.Setelah melepas gaun dan menghapus riasan, aku memanjakan diri dengan berendam di air hangat. Aroma terapi dan kelopak mawar memenuhi bathtub—seharusnya ini menjadi momen yang kubagi dengannya. Namun,

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 37 : Pernikahan; Awal Dari Segalanya

    Satu jam sebelum pemberkatan pernikahanku, suara gaduh terdengar dari luar kamar hotel. Aku yang baru saja selesai berfoto bersama Mbak Hera langsung berdiri dan berjalan keluar untuk memeriksa apa yang terjadi.“Ini semua karena Papa! Kalau saja Papa nggak menyetujui permintaan gila Athena, pernikahan ini nggak akan pernah terjadi, dan Artemis tidak akan terluka seperti ini!” suara Mama terdengar tajam, penuh emosi. Dalam pelukannya, Artemis terisak tanpa henti. “Papa tahu sendiri Artemis mencintai Atlantis, dan Atlantis juga mencintainya. Athena hanyalah orang ketiga dalam hubungan mereka!”“Ma, ini semua demi kebaikan Artemis juga.” Papa menghela napas berat, berusaha menenangkan suasana dengan suara yang lebih rendah. “Papa tidak ingin melihatnya terus menangis karena Athena. Lagi pula …” Tatapannya melembut, seolah ingin meyakinkan Mama, “Keluarga Atlantis sedang menghadapi masalah besar. Jika Artemis menikah dengannya, dia juga akan ikut menanggung beban itu.”“Lalu apa bedanya

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 36 : Cincin Keluarga

    Aku akan menikah. Setiap kali memikirkannya, jantungku berdebar kencang, dan perasaan bahagia menguasaiku. Terlebih lagi, pria yang akan menjadi suamiku adalah Atlantis Pranadipta. Hidupku yang sebelumnya terasa hambar kini penuh warna. Dia adalah harapan baruku, dan di benakku sudah tersusun banyak rencana setelah kami menikah.Aku bersumpah akan memperlakukannya dengan sebaik mungkin, mencintai dan melayaninya dengan sepenuh hati.Meski pernikahan ini bukan atas keinginannya, sebagai bentuk terima kasih, aku akan menunjukkan kasih sayangku setiap hari—setiap jam, menit, bahkan detik. Kuharap, perlahan hatinya yang sekeras batu bisa luluh setelah melihat usahaku yang tulus.Malam itu, di dalam kamar, aku berdiri di depan cermin, menatap bayanganku sendiri. Gaun tidur satin yang kupakai terasa lembut di kulit, tetapi pikiranku jauh lebih gaduh dari yang seharusnya. Aku menghela napas, mencoba menenangkan diri. Esok adalah salah satu hari yang paling kutunggu—fitting gaun sekaligus per

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 35 : Perjodohan

    Begitu aku dan orang tuaku tiba di restoran yang telah mereka pesan, kedua orang tua Atlantis yang sudah lebih dulu datang, segera berdiri menyambut kami. Senyum merekah di wajah mereka saat pandangan kami bertemu. Tanpa ragu, aku mempercepat langkah, menyalami mereka satu per satu, lalu memeluk Mama Atlantis dengan erat.“Om, Tante, apa kabar?” tanyaku setelah melepaskan pelukan.“Sangat baik. Bagaimana denganmu, Thena?” Mama Atlantis balik bertanya.“Tak pernah sebaik malam ini. Aku senang bisa bertemu kalian lagi,” jawabku tulus.“Kami juga,” sahut Papa Atlantis. “Terima kasih banyak sudah mengundang kami malam ini.”Beliau terlihat jauh lebih sehat sekarang, tidak seperti terakhir kali di rumah sakit—wajahnya tidak lagi pucat dan tampak lebih bertenaga.“Sama-sama, Om.”Kemudian Mama dan Papa menyalami mereka. Dalam pertemuan ini, jelas sekali aku yang paling antusias, sementara Papa dan Mama tampak biasa saja. Seolah-olah mereka tidak sedang bertemu calon rekan bisnis, apalagi ca

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status