Suatu malam Nindia Rahayu mendapati suaminya, Daffa Wijaya pulang dalam keadaan mabuk dan terlihat aneh. Daffa yang selalu lembut tiba-tiba menyentuhnya dengan agresif dan sangat kasar. Sejak malam itu, Nindi yang curiga mulai menyelidiki keanehan suaminya dan terungkap fakta bahwa suaminya ternyata....
Lihat lebih banyak“Mas, ahh….”
Nindi mendesah nikmat ketika Daffa, suaminya memainkan dua aset kembarnya dengan lihai. Tak hanya itu saja, bibir Daffa pun tak henti-hentinya mencium leher sang istri dan meninggalkan jejak kepemilikan di sana.
Malam ini, Nindi berniat menyambut kepulangan Daffa dari perjalanan bisnisnya di China. Namun, penerbangan sang suami tertunda lima jam membuat Nindi ketiduran.
Nindi yang tertidur pulas pun langsung tersadar saat mendapati sang suami menindih tubuhnya dan menyentuhnya begitu liar.
“Mas, umm, kamu udah sampe dari tadi? Ahh….” Nindi bertanya sembari mendesah kecil. Tangan Daffa tak mau lepas dari dadanya, bahkan justru menelusup memasuki gaun tipisnya.
“Aku sangat lapar, Sayang,” bisik Daffa parau.
“Kebetulan aku udah masak, Mas. Tapi makanannya pasti udah dingin. Biar aku panasin dulu.”
Daffa mengunci tubuh Nindi yang hendak bangkit. Ia tatap Nindi penuh gairah. “Aku tidak meminta makanan yang itu.”
Nindi akhirnya paham. Ia tersenyum malu dan mempersilakan suaminya menjamah tubuhnya.
Daffa mencium tiap inci wajahnya lalu memandangnya kagum. “Kamu cantik sekali. Aku merindukanmu.”
“Aku juga merindukanmu, Mas.”
Nindi melihat wajah suaminya yang begitu dekat dengannya. Terlintas rasa khawatir di benaknya melihat wajah Daffa banjir pelu, tatapan yang berkabut, dan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan. Bahkan Nindi merasakan napas Daffa begitu pendek. Sampai akhirnya Nindi menyadari telah terjadi sesuatu pada suaminya.
“Mas, apa yang terjadi padamu? Apa kamu meminum sesuatu?” tanya Nindi cemas. “Mas, sebaiknya ka—"
Kalimat Nindi terpotong karena Daffa tiba-tiba melumat bibirnya dengan rakus. Lidah suaminya itu memaksa masuk, menguasai mulut Nindi sepenuhnya.
Gaun tipis merah menyala yang digunakan oleh Nindi membuat Daffa semakin liar. Ia menjelajahi seluruh tubuh sang istri, seolah tidak tahan lagi menahan hasrat.
Tak menunggu lama, Daffa dengan cepatnya melepas gaun sang istri. Kulit Nindi yang putih dan mulus menghipnotisnya. Ia benar-benar tak bisa mengendalikan diri. Diciumnya semua permukaan kulit itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.
“Ughhh…. Mas, ahh, pelan-pelan!” Nindi merintih tatkala Daffa menghentak tubuhnya terburu-buru.
Daffa tidak menghiraukan rintihan Nindi yang memintanya untuk berhenti. Ia terus memompa dirinya memasuki tubuh Nindi lebih dalam. Tempo permainannya sangat kasar membuat Nindi hampir menangis.
“Sebentar lagi aku keluar.” Daffa semakin mempercepat goyangannya. Satu tangannya mencengkeram tangan Nindi, satunya lagi mencekik leher sang istri, membuat Nindi kehabisan napas.
Akhirnya Daffa menyemburkan cairan cintanya ke dalam rahim sang istri.
Nindi langsung mendorong tubuh Daffa menjauh dan mengambil napas sebanyak-banyaknya.
“I-ini… ini bukan kamu, Mas! Apa yang telah terjadi padamu?!” tanya Nindi di sela napasnya yang terengah-engah.
Raut wajahnya terlihat kecewa atas permainan kasar Daffa malam ini. Di sisi lain, ia juga bingung dan bertanya-tanya kenapa Daffa mendadak agresif. Ini bukan gaya suaminya! Daffa biasanya memperlakukannya dengan lembut dan penuh cinta.
Namun, Daffa tak lantas menjawab. Ia justru memejamkan mata.
Nindi langsung membelalak tak percaya. “Kamu tidur?!”
Ia mendesah kesal. Bisa-bisanya Daffa tertidur pulas tanpa menjawab pertanyaannya. Tapi sedetik kemudian, ia melunak dengan sendirinya saat melihat wajah suaminya yang sudah terlelap.
“Huh … Kamu pasti capek banget ya, Mas?” Nindi berucap sembari mengusap lembut wajah Daffa, menghapus keringat di keningnya.
Nindi menatap wajah Daffa cukup lama. Banyak hal yang mengganggu pikirannya setelah Daffa bersikap agresif di ranjang. Namun semuanya sirna saat melihat wajah Daffa yang kelelahan.
Ini pasti pengaruh perjalanan bisnis yang panjang, membuat Daffa setress dan melampiaskannya di ranjang dengan agresif.
***
Tak terasa jam yang sudah menunjukkan pukul lima subuh, Nindi langsung bergegas bangkit dari ranjang dan bersiap memulai hari.
Nindia Rahayu adalah seorang perawat di salah satu rumah sakit swasta. Ia hanya tinggal berdua bersama Daffa Wijaya, pria yang sudah menjadi suaminya selama lima tahun. Mereka telah menjalin hubungan belasan tahun lamanya, sejak SMP.
Daffa sendiri juga adalah pria yang super sibuk dengan pekerjaannya sebagai CEO Zenith Corp, perusahaan yang baru berdiri tiga tahun dan dalam masa pengembangan.
“Mas, kamu nggak ngantor?” Nindi mencoba membangunkan suaminya setelah satu jam berlalu. Ia sendiri sudah rapi dan siap untuk bekerja.
Daffa tidak merespon. Tubuhnya masih bergelung di bawah selimut tebal.
“Bangun, Mas! Ntar telat kerja loh!” Nindi masih berusaha membangunkan suaminya. “Aku udah buatin kamu sarapan. Keburu dingin, Mas! Ayo bangun!”
Nindi menghela napas kala Daffa tak kunjung membuka mata. Tatapannya lalu beralih ke barang-barang bawaan Daffa selama perjalanan bisnis kemarin. Karena masih ada waktu, Nindi pun membereskannya.
“Huh, Mas Daffa, Mas Daffa! Kebiasaan deh kamu! Baju kotor kok digabung sama yang masih bersih?” gerutu Nindi saat membuka koper suaminya.
Nindi mulai membongkar isi koper. Satu per satu baju kotor Daffa diambilnya untuk dimasukkan ke dalam keranjang. Namun, tiba-tiba pandangannya tertuju pada sesuatu yang asing di antara tumpukan baju.
Mata Nindi membulat terkejut kala melihat benda itu.
Sebuah celana dalam perempuan.
Bukan miliknya.
Nindi mengambil celana dalam itu, raut wajahnya langsung berubah serius. Kecurigaan mulai menggerogoti pikirannya. Ia menoleh ke arah Daffa yang masih pulas, lalu bergumam pelan dalam hati.
“Ini… celana siapa? Jangan-jangan Mas Daffa….”
Sore itu, Nindi bertemu dengan Rexa di sebuah restoran.Rexa ditemani oleh kenalannya, Andreas, seorang akuntan forensik."Nindi, kenalkan, ini Andreas. Aku sudah jelaskan kepadanya secara garis besar," kata Rexa.Nindi tersenyum simpul. "Bagus. Jadi kita bisa langsung ke intinya, kan?""Selamat sore, Bu Nindi," sapa Andreas. "Bisakah Anda berikan rincian proyek yang melibatkan Baskara dan Zenith Corp?""Ah iya, tentu." Nindi mengeluarkan salinan proposal yang Yunita berikan waktu itu. "Proyek yang mereka kerjakan sebenarnya milik Wijaya Group, perusahaan keluarga suamiku. Coba dibaca dulu, Pak Andreas.""Haruskah kita terburu-buru, guys? Makanan kita bahkan belum jadi," sela Rexa."Maaf, Rexa. Waktuku sempit," sahut Andreas. "Oh ya, kebetulan aku sudah memeriksa laporan keuangan Zenith Corp. Semuanya terlihat normal dan bersih."Nindi dan Rexa saling menatap, bingung."Apa kamu sudah memastikan laporan yang ter
Nindi menjawab dengan tenang, memberikan alibi yang sudah ia pikirkan sebelumnya."Kebetulan kami ketemu di cafe saat aku mampir sarapan. Kami ngobrol bentar, lalu dia nawarin aku pulang bareng.""Terus kamu nerima gitu aja?" Jujur, Daffa tak suka kalau istrinya dekat dengan pria lain. Ia cemburu.Nindi menepis tangan Daffa yang masih memegang lengannya. "Emangnya kenapa sih, Mas? Hal-hal sepele gini didebatin!" katanya lalu pergi, meninggalkan Daffa."Sepele apanya, Nin? Kamu baru aja semobil dengan pria lain, itu kamu anggap sepele?" Daffa mengikuti langkah Nindi yang berjalan ke kamar. "Kamu lupa sama berita waktu itu? Rumor perselingkuhanmu dengan Rexa? Aku takut kalau itu beneran kejadian, Nin."Nindi malas meladeni suaminya. "Udah ah, aku capek. Mau bobo."Nindi hendak menutup pintu kamarnya, tapi Daffa menahan pintu itu.Nindi menatap Daffa dingin. "Loh, kirain mau ngantor? Kenapa balik lagi ke kamar?"Daffa menari
Wajah Nindi makin memerah melihat wajah Rexa yang terus memandanginya. Saat Rexa hendak menciumnya kembali, Nindi spontan mundur sedikit."Apa ini benar, Rexa?" tanyanya, walaupun mabuk, Nindi masih berusaha mengontrol diri. "Nggak seharusnya kita melakukan ini."Rexa hanya terkekeh pelan, tawa yang dalam dan merdu. "Terus kamu mau kita ngapain, Nindi? Bukankah kita sedang berselingkuh?""I-iya... t-tapi...."Tak menunggu lama, Rexa kembali membungkam bibir Nindi, melumatnya lembut.Kali ini Nindi diam, menikmati ciuman itu. Berawal dari lumatan lembut menjadi menuntut dan mendesak, seolah ciuman itu bertujuan untuk melepaskan segala emosi yang tertahan.Pagutan mereka terlepas sejenak karena keduanya kehabisan napas."K-kamu benar-benar mahir berciuman, Rexa," bisik Nindi. "Pasti kamu sering melakukan ini dengan wanita lain."Rexa tersenyum tipis. "Tidak. Aku hanya melakukannya denganmu," bisiknya, suaranya serak.
Nindi sedikit merasa lega. Ia pun dengan cepat mengambil posisi duduk berhadapan dengan Rexa.“Baiklah. Kita mulai ya?” Rexa membuka obrolan diskusi."Aku mau kamu dengar ini dulu, Rexa," ujar Nindi, tanpa basa-basi.Ia meletakkan ponselnya di meja dan memutar rekaman suara. Itu adalah seluruh percakapan antara Wilona dan Yunita di kamar mandi tadi. Mulai dari Wilona yang merengek ingin Daffa, hingga Yunita yang membongkar skandal korupsi Baskara.Sepanjang rekaman itu diputar, Rexa yang awalnya santai seketika membeku. Kerutan di dahinya makin dalam. Ia membelalakkan mata saat mendengar angka sepuluh triliun dan kata money laundry.Setelah rekaman selesai, keheningan memenuhi ruangan.Rexa menatap ponsel Nindi, lalu beralih menatap Nindi, syok.“Ternyata dalang perselingkuhan ini tak lain adalah ibu mertuamu sendiri?” tanya Rexa, memastikan.Nindi mengangguk lemah.Rexa bergeleng kecil.
Di dalam bilik toilet, Nindi syok, tubuhnya membeku. Ia tidak lagi memikirkan Daffa, pikirannya kini dipenuhi konspirasi tingkat tinggi. Wilona adalah pion kotor Yunita. Nindi menyadari bahwa kebencian ibu mertuanya tidak sesederhana drama menantu-mertua. Ini jauh lebih besar, lebih dingin, dan terencana. “Sebegitu bencinya Mama padaku, sebenarnya apa salahku sampai Mama mengutus Wilona untuk memisahkan Daffa dariku?” gumamnya bingung. Pikiran Nindi langsung beralih ke urusan investasi. "Mama tau itu uang korupsi, tapi dia membiarkan Daffa bekerja sama dengan Pak Baskara? Kenapa? Untuk menjerat Daffa? Atau untuk menjadikan ini sebagai senjata agar Daffa tetap di bawah kendali Mama?" Nindi mulai menyatukan kepingan teka-teki. Jika korupsi Baskara terbongkar, perusahaan Daffa pasti akan terseret, bahkan mempertaruhkan citra baik keluarga Wijaya. Jadi mustahil jika Yunita mengizinkan Daffa menerima dana haram itu, hanya untuk mengendalikan putranya. "Tidak. Mama nggak mungkin mem
Nindi menggeleng keras. "A-aku... aku nggak bisa melakukannya.""Kenapa tidak?" tanya Rexa, nada suaranya berubah antara frustrasi dan heran."Ini salah, Rexa. Aku nggak akan berselingkuh.”"Meskipun Daffa sudah mengkhianatimu, Nindi? Sungguh, kamu masih tidak tega menyakiti suamimu?” Rexa tak paham dengan logika Nindi.“Kalau aku berselingkuh, itu artinya aku nggak ada bedanya sama Daffa. Ini soal prinsip dan harga diri, Rexa.”Nindi tak berkata lagi. Rexa juga seketika terdiam, ia menghargai prinsip Nindi.Nindi pun langsung pergi dari hadapan Rexa.Rexa kembali mengikuti Nindi, namun Nindi dengan cepat masuk ke kamar mandi wanita.Rexa menghela napas, memutuskan menunggu Nindi di lobi.Di bilik toilet, Nindi kembali terisak, ia dilanda kebingungan. Perasaan ingin membalas dendam bertarung melawan prinsip dan sisa cintanya.****Nindi sudah lama di toilet, akhirnya ia sudah puas me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen