“Daddy! Daddy! Gimana liburan di sana? Asyik kah?”Belum juga Travish menyodorkan ponsel ke pada dua adiknya itu, Thea dan Tilly sudah datang menghampiri dan memperebutkan ponsel di tangan Travish.Untuk sesaat isi layar berganti-gantian antara Thea dan Tilly.Tamara serta Trevor sampai terperangah melihat ulah dua putri kembar mereka.Mereka memang berkebalikan dari Travish. Jika bicara pada mereka berdua lebih dulu baru pada Travish, rasanya udara tiba-tiba tenang dan melegakan.Tapi jika sebaliknya -seperti saat ini- udara yang tadinya santai, tenang, sejuk, tiba-tiba saja berubah padat dan penuh sesak. Dua putri mereka ini seperti debt collector saja yang sedang memperebutkan nasabah.Memperebutkan nasabah saja seperti ini. Bayangkan jika sedang menagih kreditan macet. Aduhai pastinya!“Thea, Tilly, yang tenang dong! Jangan berebutan! Bagaimana daddy sama mommy kalian bisa bicara pada kalian? Satu HP berdua kan juga cukup layarnya.”Trevor menegur tingkah laku mereka.Dua bocah it
Selesai makan malam, mereka kembali menikmati air mancur menari tapi dari bawah. Dari hadapan air mancur itu persis.Jelas sekali terasa perbedaan sensasi melihat dari depan mata, dengan dari atas sana.Tapi Tamara menyukai kedua-duanya.“Sudah mau kembali ke hotel?” bisik Trevor sambil mengeratkan pelukannya lagi, tapi dia juga seraya menengok ke arah jam tangannya.“Hmm ... Belum.”“Lalu? Masih mau jalan? Ke mana? Mall masih buka.”“Tidak mau kalau mall. Buat apa? Di tempat kita juga banyak mall.”“Ya, mall di sini berbeda. Siapa tahu ada barang yang tidak ada di negara kita.”“Oh. Tapi apa kau mau menemaniku ke mall? Biasanya saja malas. Ke supermarket saja malas.”Tamara benar karena Trevor akan selalu menyuruhnya memberi catatan pada Betty untuk belanja bahan makanan. Hanya sesekali mereka ke supermarket bersama triplet.Tidak heran Tamara terkejut ketika ditawari untuk jalan ke mall.“Ya, ini kan honeymoon-nya kita. Jadi ... you are the boss. Aku akan menuruti segala permintaanm
“Terima kasih, Signore. Aku juga merasakan hal seperti itu. Bahkan saat ini aku merasa bersalah telah meninggalkan mereka di rumah. Seharusnya kita mengajak mereka,” ujar Tamara seraya mengunci pandangan Trevor yang terarah ke sekujur wajahnya untuk hanya menatap ke kedalaman matanya saja.Mata memandang mata. Cercah binar tatapan saling berdentingan satu sama lain.Ketika kata-kata Tamara mulai dicerna Trevor, kedua mata pria itu mengedip cepat untuk waktu singkat, lalu suaranya berkata, “Mereka sendiri yang meminta, bukan? Mereka yang ingin melihat kita liburan berdua saja. Ingat, kan?”“Haiiizzz ... kamu bilangnya 8 hari seminggu 30 jam sehari, tapi sekarang saja malah senang mereka tidak ikut kita saat ini.”Trevor malah terkekeh kecil. “Karena biar bagaimana pun, tidak baik juga bagi mereka jika berada bersama kita setiap detik. Itu akan membuat mereka tidak mandiri.”“Ck!” Tamara memberinya delikan sebal. “Memang akan membuat mereka tidak mandiri, tapi kan saat ini liburan. Apa s
“Wow! Ini luar biasa!”Seruan Tamara benar-benar jujur dan apa adanya ketika mobil akomodasi dari hotel melewati gedung hotel Burj Khalifa yang sangat tinggi.Bagaimana tidak tinggi. Ada 163 lantai yang menjadi bagian dari gedung Burj Khalifa, dan bangunan itu sendiri berdiri setinggi 830 meter. Burj Khalifa pantas menjadi hotel yang disematkan sebagai yang termegah dan tertinggi di dunia.Trevor meremas tangan Tamara melihat istrinya itu terpukau pada apa yang akan mereka tuju.Hatinya bergetar mendengar seruan tulus dan apa adanya dari Tamara dan seketika itu juga, kebahagiaan yang bercampur kepuasan memenuhi sekujur tubuhnya, meresap hingga ke relung hatinya.Tatapannya terpaku pada wajah Tamara yang masih terpukau pada kemegahan gedung hotel di hadapan mereka sementara mobil terus melaju pelan memasuki pekarangan dan akhirnya berhenti tepat di depan pintu masuk hotel.Saat pintu mobil dibukakan dan Tamara serta Trevor dipersilakan turun, Trevor masih menggenggam erat tangan Tamara
Bukan hanya wajah mereka saja yang berubah menjadi patung.Tatapan mereka semua membelalak shock. Tak percaya rasanya kata seperti itu bisa keluar dari bibir Paman Raffaele.Bahkan Laurensia merinding, sungguh tak menyangka pria itu bisa mengatakan cerita se gelap ini.Begitu kesadaran menguasainya, Laurensia langsung memukul kepala Raffaele dengan bantal sofa.Bug!“Awww! Kenapa kau memukulku?”“Kau gila mengatakan hal seperti itu di depan anak-anak ini?”“Lho, ini benaran ada terjadi kok!”Tak terima, Tilly pun ikut mendebat Raffaele. “Bagaimana mungkin anak-anak disuruh menjual ginjal demi uang? Terlalu kejam!”Alih-alih marah dan tersinggung, inilah malah yang ditunggu-tunggu Raffaele.“Kenapa kalian tidak percaya? Coba tanya aunty kalian, setiap manusia memiliki berapa ginjal?”Meskipun memasang wajah merengut, Thea dan Tilly menoleh ke arah Laurensia meminta jawaban.“Ada dua,” kata Laurensia dengan nada tak puas. “Tapi kan ...”Raffaele langsung menyelanya, “Nah itu kan, setiap
[Sepuluh menit lagi kami akan tiba di rumah kalian.]Pesan dari Aunty Laurensia kepada triplet membuat Thea yang membacanya langsung bersorak senang.“Aunty sudah mau sampai. Ayo kita bersiap!”Segera Thea dan Tilly bersiap dengan pakaian mereka yang bagus. Mereka juga menyisir rambut lebih rapi lagi. Bibi Beatrice sudah membantu mengucir rambut mereka seperti permintaan masing-masing Thea dan Tilly.Ada bibi Betty juga yang membantu karena orang tua mereka sudah berangkat ke Dubai tadi pagi-pagi sekali.Triplet senang melihat daddy dan mommy berlibur untuk diri mereka sendiri.Ketika mereka akhirnya selesai dan telah rapi dari rambut sampai ke kaki, bertepatan dengan bunyi bel pintu terdengar.Ting tong ting tong.Thea segera membuka pintu dan menyembulkan kepalanya.“Yeay, Aunty sudah datang. Silakan masuk, Aunty!”Membuka lebar-lebar daun pintu, Thea mempersilakan Laurensia dan Raffaele masuk.Tapi karena namanya tidak disebut, Raffaele pun menyeletuk, “Aunty saja nih yang dipersil