Home / Urban / Tuan Muda yang Menyembunyikan Identitas / Menyingkirkan Dua Pesuruh Joe

Share

Menyingkirkan Dua Pesuruh Joe

Author: penuliskecil
last update Last Updated: 2022-10-31 11:52:45

Bunga baru saja menyelesaikan pekerjaannya segera menuju ruang administrasi di rumah sakit itu. Ia mendapatkan gaji yang kesekian kalinya.

Hingga saat ini, ada rasa syukur yang teramat sebab ia yang dinyatakan sembuh oleh pihak rumah sakit dan diberi pekerjaan walau hanya sebatas cleaning service.

“Anda sudah diberi kehendak untuk ke luar dari sini, silakan …”

Bunga menggeleng.

“Bu, kalau saya masih diberi kesempatan untuk tinggal di sini. Rasanya saya tinggal di sini saja. Saya ingin membantu lebih banyak pasien untuk sembuh.”

“Memangnya kamu tidak merasa rugi? Sudah sehat malah menghabiskan waktu di tempat ini.”

“Tidak.” Wanita itu kembali menggeleng. “Saya akan menghabiskan waktu sebanyak mungkin untuk mereka. Walau mungkin sampai waktunya tiba untuk bertemu anak saya nanti. Tidak apa-apa, kan, Bu?”

Wanita berjas putih itu menggeleng seraya tersenyum ramah.

“Malah saya juga akan berusaha membantu sebisa saya. Sekarang kamu pulang dan istirahat saja dulu. Tubuh kamu sepertinya kurang fit. Saya juga sudah buat surat cuti yang bisa kamu gunakan kapan saja.”

“Tiga hari? Terima kasih banyak, Bu. Terima kasih.”

“Jangan sungkan. Kamu sudah berbuat banyak di tempat ini.”

Bunga berjalan melewati tempat itu sekarang. Ia memasukkan uang ke dalam sakunya yang memenuhi tabungan yang jumlahnya semakin banyak.

“Bunga?” panggil Boris dan Meta.

Terlihat jika sepasang suami istri itu sudah beruban sekarang. Keduanya juga sudah pensiun dari tempat itu sebab usia mereka yang tidak lagi muda.

“Bapak dan Ibu datang ke sini? Ngapain, sih. Aku baru saja mendapat surat cuti dari Bu Dokter. Rencananya, aku yang akan pulang.” Bunga memeluk sepasang suami istri itu.

Ia memang telah mengubah panggilan pada mereka sejak ia dinyatakan sembuh sepuluh tahun yang lalu. Hal itu membuat tidak ada jarak di antara mereka. Bahkan, hubungan mereka semakin menempel seiring berjalannya waktu.

“Ya sudah, kita pulang sekarang saja. Kamu istirahat di rumah. Ibu akan masakin kamu yang enak-enak,” ajak Boris.

“Iya, benar kata bapakmu,” sambung Meta.

Ajakan penuh semangat itu membuat Bunga tak kuasa untuk menolak. Hanya dengan satu anggukan, ketiganya berjalan beriringan sekarang. Sungguh sebuah kebahagiaan sederhana yang membuat hati terasa damai.

***

Jordhy sadar jika dirinya akan terus diikuti. Ia mulai memasang pertahanan sekarang.

Tatkala ia hendak memulai rencananya, gadis bernama lengkap Sarah Aradella itu segera ikut dengannya.

Jordhy tentu saja tidak setuju. Bagaimana bisa ia menerima seorang gadis yang begitu berisik untuk membantunya.

“Aku jago bertarung, jangan meragukanku,” ujar gadis itu menyombongkan ototnya yang sebenarnya sama sekali tidak terbentuk.

“Oh, kamu luar biasa. Kalau begitu, mari kita lakukan.”

Kedua anak muda itu berjalan beriringan sekarang, membuat kedua anak buah Joe mengikuti keduanya. Tatkala ada kesempatan, Jordhy segera melakukan penyerangan yang dibantu oleh Sarah.

Keduanya melawan kedua orang itu dengan sekuat tenaga sampai benar-benar terkalahkan.

“Ambil HP nya!” titah Jordhy yang segera dilakukan oleh gadis itu.

“Selanjutnya, kamu yang kerjakan. Aku kembali ke kursi sekarang.”

Sarah berlalu tanpa tau apa yang selanjutnya dilakukan oleh Jordhy yang nyatanya tengah bingung sekarang.

Kedua matanya tertuju pada matras yang ada di tempat penyimpanan barang. Ia mengeluarkannya bersamaan dengan tubuh kedua pria itu.

Ia tahu jika kekacauan akan terjadi, namun itu masih akan lebih baik daripada harus terus berkabar dengan pamannya, Joe.

“Mana HP nya?”

“Jangan terlalu tegang, dong. Jangan bilang kalau kamu ini baik-baik, ya?” balas Sarah sembari menunjukkan gambaran tato di lengannya.

“Ck! Aku minta HP nya. Tidak ada niatan untuk berteman denganmu. Terserah deh, mau kamu itu monster atau apalah, aku tidak peduli.”

Jordhy kembali bersikap dingin dan cuek sebagaimana sifat aslinya. Hal itu nyatanya membuat rasa penasaran Sarah kian menjadi. Ia segera memberikan tangannya untuk saling menjabat dengan pria itu.

Ia tak mendapat balasan.

“Sial!” umpatnya dengan segera.

“Apa, apa? Kamu tuh sama saja, mengumpat!”

“Ya sudah, ini ini HP nya. Heboh sekali!” kesal gadis itu kemudian memberikan benda pipih yang ia letakkan begitu saja di jarak antara keduanya.

Jordhy mencoba berpikir sejenak. Mungkinkah perkenalannya dengan gadis ini akan sedikit membantu? Ah, mencoba tidak salah.

Segera saja ia menarik tangan gadis itu untuk berkenalan.

“Jordhy Allesia.”

“Hehe …”

“Namamu hehe?”

“Sarah Aradella!” seru gadis itu kesal, bibirnya manyun, tatapannya juga sengit.

“Ara-ara?”

“Apaan, sih!”

“Aku pernah mendengar teman sekolahku menyebut kata itu.”

“Lalu, apa hubungannya dengan namaku, ha?!” Menantang ke hadapan wajah Jordhy yang sekarang membuat matanya bahkan menjadi juling.

“Sarah bisa disingkat menjadi ara, Aradella juga. Jadi, jika digabungkan menjadi ….”

“Ara-ara.” Sarah malah menerima candaan yang sebenarnya tidak begitu lucu itu.

Keduanya tertawa terbahak-bahak sebelum akhirnya tidur dengan kepala yang menempel sekarang. Harapnya kejadian beberapa menit yang lalu tidak menjadi mimpi buruk bagi keduanya sebab mereka hanya ingin menendang bahaya yang mengintai.

***

Seorang anak perempuan kini hadir di kediaman Joe. Devi sangat antusias menyambut kedatangan gadis berumur empat tahun itu.

Ia menyiapkan kamar yang begitu luas yang memang masih hanya menyediakan tempat tidur dan lemari itu. Isinya masih belum ada sebab tidak sempatnya waktu untuk menyiapkan segalanya.

Joe menatap dengan menarik sudut hidungnya, seolah merasa jijik dengan anak kecil itu.

“Tasnya tidak usah dibawa masuk, deh ke rumah.”

“Loh, kenapa, Mas? Itu kan baju-baju dia, lagian juga bersih, kok.”

“Kelihatannya saja bersih. Warnanya saja kusam begitu, mungkin banyak sekali kuman di sana. Sana, sana, buang saja.”

“Jangan dong, Mas.”

“Buang saja.” Joe masih memberi perintah yang sama pada pembantu di rumah itu.

Anak kecil itu menjadi sangat sedih. Ia memeluk tasnya sekarang. Tatapannya begitu sendu membuat Devi sadar jika anak itu tidak setuju apabila tasnya dibuang.

“Nak, berikan saja sini sama mama.” Menerima semua barang bawaan anak perempuan itu yang sebenarnya hanya berisi beberapa pakaian dan sebuah boneka bear kecil yang memang kusam.

“Jangan dibuang,” pinta anak itu dengan nada ragu.

“Tidak akan, kok. Mama akan suruh si Bibi mencuci barang bawaan kamu ini, ya. Nanti sore juga pasti sudah kering. Tenang saja.”

“Benarkah?”

“Heem. Tentu saja.” Mengangguk penuh semangat.

“Sudah, sudah. Ah. Banyak tingkah sekali. Keluarlah sana, belanjain barang yang dia perlukan. Bawa dia jalan-jalan, tapi jangan pulang kemalaman.” Joe akhirnya bersuara.

“Kamu masih kerja ya, Mas?”

“Iya. Aku harus kerja, biar kamu sama anak itu bisa makan!”

Devi tersenyum tipis. Bentakan itu tidak ia masukkan dalam hati sebab memang begitulah suaminya.

“Em, Mas … jangan lupa, ya. Pikirkan nama untuk anak kita,” tutur wanita itu walau dengan nada sedikit ragu.

“Iya, iya. Nanti aku pikirkan. Sekarang pergilah dulu. Kalau kalian pulang, pastikan dia sudah tidak bau lagi.”

“Sudahlah, Mas. Kami berangkat sekarang,” putus Devi sebab tidak ingin anak itu mendapat cercaan yang malah semakin menusuk hati nantinya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tuan Muda yang Menyembunyikan Identitas   Banyak Wartawan

    “Kalau enak buburnya, yang ada kapan-kapan ke sini lagi! Bukan nginap lagi!” gerutu sang ibu.“UPS!”“Kamu itu memang cowok tukang modus sejati, ya?” Ibu bertanya dengan nada tegasnya.“Enggak kok, Ma. Sama anak Mama aja,” balas Jord dengan cepat ketika wanita itu memilih untuk kembali ke kamarnya. “Soalnya kalau kamu baper, aku dengan senang hati akan tanggung jawab,” lanjutnya menggoda Sarah.‘Huft, pagi-pagi sudah sarapan bubur dengan gombalan, kenyang di perut, kenyang pula di hati,’ batin Sarah yang tak ingin mengungkapkannya.“Aku langsung pulang aja, ya, Sar … enggak enak sama Om Leo yang sepertinya udah nungguin aku nyelesaiin urusan peternakan hari ini,” pamit Jord.“Iya, hati-hati, Sayang,” kata Sarah dengan nada ceria dibuat-buat, Jord mencebikkan mulutnya saat mendengar itu.“Lain kali kalau mau panggil sayang, yang ikhlas dong.” Jord menarik dirinya ke pelukannya dan mencium puncak kepala Sarah sebelum merek

  • Tuan Muda yang Menyembunyikan Identitas   Ke Sini Lagi Bukan Nginap Lagi!

    “Ngelamun aja!” Jord mencolek pipi Sarah dengan tangannya yang berminyak. Jorok banget!“Ya ampun! Kamu kok nakal banget, sih!” pekik Sarah tidak terima, menatap Jord dengan geram. Lelaki itu malah tertawa dan berjalan ke dapur untuk membuang sampah dan mencuci tangan.“Ngambek nih?” Jord menyenggok Sarah yang duduk di kursi kayu, matanya fokus melihat tayangan di layar ponsel.“Memangnya aku anak kecil? Tukang ngambek.” Sarah mendengus.“Beneran ngambek ternyata.” Sarah terkekeh geli. “Kamu kalau melamun lucu banget. Mulutnya mangap-mangap, kayak orang lagi ngomong, tapi enggak ada suaranya.”Sarah tanpa ragu memukul paha kekasihnya, keras. Biar kapok memang. “Ya namanya melamun kan enggak sadar lagi ngapain.”“Memang ngelamunin apa, sih?” Jord berbaring, menjadikan paha Sarah jadi bantalnya.“Lupa, enggak ingat.” Ia memilih berbohong. Daripada menceritakan hal memalukan yang sempat berkeliaran di pikirannya.‘Andai saja kamu jadi pria di bayanganku, ngelapin bibirku yang ketempelan

  • Tuan Muda yang Menyembunyikan Identitas   Menyelesaikan Orang Keempat

    Terlalu fokus dengan pekerjaannya, Jord sampai tidak sadar jika jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Suara deru motor membuat pria itu mendongakkan kepalanya. Ponselnya yang bergetar sejak tadi tak ia hiraukan.Terlihat kepala Joe menyembul, dengan senyum lebar di bibirnya membuat Jord menatap dengan penuh selidik. ‘Nih orang kenapa tiba-tiba datang?’ batinnya.Tidak perlu waktu lama untuk menjawab pertanyaan Jord. Di belakang Joe, muncul sosok laki-laki bertubuh tinggi tegap, dengan kulit agak gelap karena terbakar panasnya Terik matahari. Rein.“Om, ngapain?”“Kamu ih yang ngapain, Jord. Kamu nekat banget pengen mandiri sampai ngurusin kandang orang. Bau lah,” jawab Joe dengan sedikit meledek, pun merendahkan.“Hm …” Jord menarik napas.“Baguslah dia mandiri. Setengah tahun lagi, dia sudah banyak lahan di mana-mana,” balas Rein dengan cepat, sedikit bercanda namun membela anak muda itu.Entah mengapa, perasaan Jord benar-benar tidak baik-baik saja. Ia merasa sesuatu yang buruk akan te

  • Tuan Muda yang Menyembunyikan Identitas   Meresmikan Hubungan

    “Jord, aku udah ga bisa menahan ini semua.” Sarah berucap dengan nada lirih.Jord yang tengah sibuk dengan buku-bukunya pun menoleh. Ia mengerutkan kening melihat tingkah gadis di depannya yang cukup aneh.Wajah yang sedikit pucat, tangannya yang terus memelintir bajunya, serta jempol kakinya yang tak kunjung diam.“Kenapa kamu?”“Jord, kita udah deket segini lamanya. Aku pikir kita juga udah saling kenal satu sama lain. Jadi …”“Ssst …” Jord menempelkan telunjuknya di bibir gadis itu.Kedua sejoli itu saling menatap, sungguh dalam. Perlahan, mereka duduk di atas kursi kayu yang sebenarnya sudah cukup reyot.“Aku sepertinya paham maksud pembicaraan kamu ini, Sarah. Apa kamu yang harus memulainya? Ah, aku jadi malu.”Sarah dibuat cukup bingung selama beberapa waktu hingga akhirnya ia tergelak. Senyumannya melebar. Bahu pria itu dipukulnya pelan.“Jord, kalau bukan aku siapa lagi. Kamu hanya kalah gesit bukan kalah beneran.”Menghela napas cukup panjang setelah berupaya meyakinkan diri,

  • Tuan Muda yang Menyembunyikan Identitas   Sebuah Rencana

    “Gue mau ngajak lo ke suatu tempat.” Tidak ada hujan, tidak ada angin, Jord berucap demikian yang tentu saja membuat Sarah kaget.Gadis itu terdiam cukup lama. Antara percaya dan tidak percaya. Namun, karena diamnya Jord dan tidak melanjutkan perkataannya, ia segera menganggap hal itu sebagai candaan.Gadis itu membuang pandangannya ke arah kolam ikan yang memang ada di belakang rumah Rein. Perbincangan panjang mereka memang tak akan ada usainya.Hal itulah yang membuat mereka banyak diamnya sebab sudah terlalu banyak bercerita.“Gue serius, Sarah. Kok lo malah diam aja?”“Ya iya, gue juga serius. Tapi jelasin dong, mau ke mana, tujuannya apa, dan berapa lama. Lo tau sendiri kan nyokap gue sendirian sekarang, ga ada yang bisa diandalkan,” jelas gadis itu panjang lebar dan mendetail.“Gue cuma butuh persetujuan dari lo.”Sarah terdiam. Cukup lama ia menatap mata pria itu hingga kembali ke posisinya.“Sejak kapan kita jadi gue lo. Sok gaul banget deh keknya,” decitnya.“Ara, gue lagi bi

  • Tuan Muda yang Menyembunyikan Identitas   Kedatangan Robby

    Joe semakin menjadi. Ia bahkan tidak lagi peduli dengan keluarganya sendiri. Devi dan Sarma benar-benar diabaikan. Tidak jarang, pria itu diantar pulang oleh wanita-wanita bayarannya. Dan tak jarang pula, wanita itu terpaksa menginap sebab ditahan.Tak ingin merusak mental Sarma, Devi terpaksa diam. Ia juga sengaja tidur bersama anak kecil itu.Suatu sore, rumahnya kedatangan tamu. Pria itu segera mencari keberadaan Devi yang segera membuatnya curiga dan ingin melimpahkan segala kekesalannya.“Kamu selingkuh ya?” tanyanya ketika sang istri baru saja menyelesaikan urusannya di taman belakang.“Lah kocak. Lo lupa siapa gue? gue Robby. polisi yang pernah bantuin lo dulu. Gimana sih.” Robby menyahut. “Lo ganti baju dulu aja kali, Dev. Basah-basahan gitu.”Joe menaikkan salah satu sudut bibirnya. Ia tidak begitu peduli.Dengan santai, buah-buahan di hadapannya ia santap, bahkan tanpa menawari pada tamunya. Saat itu juga, Robby sadar jika kehadirannya tidak dianggap.“Langsung aja ya, Joe.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status