Marcell mengernyit, merasa aneh dengan tingkah sang istri.
“Kenapa aku nggak boleh masuk ke kamar?” tanya Marcell, mendekati Lydia dengan tampang curiga. “Apa mungkin … kamu menyembunyikan sesuatu di sana?”
Glek!
Lydia refleks menelan ludah dengan kasar. Marcell memang benar, dia menyembunyikan sesuatu di dalam kamar, lebih tepatnya seseorang yang kalau Marcell tahu pasti akan membuat pria itu syok.
Namun, Lydia berusaha untuk tetap tenang. Dia mendongak, menatap tepat ke mata Marcell.
“Nggak. Aku nggak menyembunyikan apa pun. Hanya … kamarnya masih berantakan.”
“Biarkan aja kalau berantakan, nanti dibereskan oleh ART. Kamu aneh.”
“Ya, kamu benar.”
“Kalau begitu, minggir, Lydia.”
Kehabisan topik untuk membuat Marcell tak masuk ke kamar, Lydia akhirnya menyerah. Dia menggeser tubuhnya dari depan pintu kamar lantas membiarkan Mar
Mendengar bisikan Damian, Lydia langsung melotot.“S-saya nggak mesum!” ujar Lydia dengan wajah yang mulai memerah. “Ini seni tahu! Seni!”“Seni, ya?”Dari nada suaranya, Damian seperti sedang meledek Lydia. Dia manggut-manggut, tapi belum menjauhkan wajahnya dari wajah Lydia, sedangkan Lydia sudah memalingkan wajah karena tak sanggup terlalu lama menatap ketampanan Damian dari jarak sedekat itu.Dari jarak yang begitu dekat, Damian mengamati wajah Lydia. Ternyata wanita ini sungguh … cantik.Tanpa Damian sadari, dia sedang mengagumi kecantikan Lydia. Dia jadi bertanya-tanya, mengapa Marcell menyelingkuhi wanita seperti Lydia? Sampai saat ini, dia belum menemukan sisi negatif Lydia yang bisa dijadikan alasan dia diselingkuhi.Damian sudah mencari tahu tentang Lydia. Yang dia temukan justru berita positif semua, dan prestasi Lydia sejak masa sekolah, kuliah, hingga menjadi pelukis seperti sekarang.
Lydia nyaris melongo, tak menduga kalau Damian akan menanyakan perkara lebih besar ‘milik’ Damian atau ‘milik’ Marcell. Astaga, apa Damian sudah gila? Kenapa butuh validasi di topik perburungan?!Awalnya Lydia memang sempat panik ditanya begitu, tapi saat melihat raut wajah Damian yang santai dan seperti sedang meledeknya, dia jadi terpancing untuk membalas Damian dengan berani.“Menurut anda? Itu pertanyaan yang sudah jelas jawabannya,” ujar Lydia.“Tapi saya memang nggak tahu jawabannya.”Lydia memutar bola mata. “Jelas lebih besar ‘milik’ anda daripada ‘milik’ Marcell. Walaupun saya belum pernah merasakan langsung punya Marcell, tapi kalau dilihat-lihat sih begitu.”Lydia manggut-manggut sendiri. Dia pernah melihat milik Marcell saat pria itu berganti pakaian di hadapannya, tapi belum pernah menyentuh apalagi merasakannya.“Jadi, saya memang yang pertama buatmu?”Entah mengapa, Lydia seperti mendengar nada kebanggaan dari intonasi bicara Damian.“Bukankah sudah jelas? Karena saat i
Lydia merasa aneh.Pagi ini, saat dia tiba di kantor, dia beberapa kali memergoki Damian meliriknya. Apa maksud dari lirikan mata itu?Dan, karena tingkah aneh Damian itulah, Lydia langsung teringat kejadian saat dia melukis tubuh telanjang Damian. Tanpa sadar, pipinya memanas.Namun, Lydia berusaha bersikap santai, bekerja membantu Felix seperti biasa, dan berinteraksi dengan Damian seolah benar-benar asisten pribadinya.“Jam berapa jadwal virtual meeting dengan investor China?” tanya Damian.Lydia saat ini sedang berjalan di sebelah Damian bersama Felix. Dia menoleh, menatap Felix yang membuka tab untuk mengecek jadwal, sedangkan dia hanya mengekori mereka berdua.“Sore ini, Pak. Sekitar pukul tiga,” jawab Felix.Damian mengangguk.Mereka sedang berjalan bersama ke ruangan Damian usai melakukan pertemuan di luar beberapa saat yang lalu.Lydia tertatih-tatih mengikuti langkah cepat Damian dan Felix. Dia kagum dengan mereka berdua yang berjalan cepat, bekerja cepat, dan selalu tepat w
“Mereka musuhan?” tanya Lydia.“Sejak lima tahun yang lalu saya bekerja dengan Pak Damian, beliau memang nggak akrab dengan Pak Alex. Seperti musuhan, setahu saya karena masalah posisi di perusahaan ini, tapi ada hal lain yang cukup rumit yang membuat mereka seperti itu selama bertahun-tahun.”Lydia mengangguk-angguk.“Saya nggak bisa menjelaskan lebih lanjut karena ini privasi Pak Damian. Kalau kamu penasaran, tanya aja langsung.”“Oke.” Lydia merasa tak perlu tahu lebih lanjut tentang permusuhan Damian dan kakaknya, lagi pula bukan urusannya. “Tapi saya penasaran soal Pak Alex karena baru melihat beliau, apa nggak bekerja di perusahaan ini?”“Nggak, beliau bekerja di anak perusahaan yang ada di kota lain.”Sekarang Lydia paham, sepertinya salah satu penyebab permusuhan mereka adalah, karena Alex yang lebih tua malah ditempatkan di anak perusahaan, sedangkan Damian—sang adik—diberi posisi memimpin induk perusahaan.Mungkin Alex tak terima, biasanya anak laki-laki tertualah yang memim
Meneguk ludah, Lydia merasakan panas di tubuhnya dan menjalar hingga ke pipi. Tatapannya terfokus ke bibir Damian yang menggoda.Damian mengangkat tangannya, menyentuh dagu Lydia. Wajahnya semakin maju, napasnya menggelitik saat menerpa kulit.Lydia membuka mulutnya, tapi dia bingung untuk bicara. Dan, secara tiba-tiba, bibir Damian menempel di bibirnya.Damian melumatnya, menciumnya dengan panas, dalam, dan menuntut. Tapi Lydia tidak bisa menghentikannya. Ah, bukan tidak bisa, melainkan tidak ingin.Lagi pula, Damian tidak memberi kesempatan bagi Lydia untuk berpikir. Lidahnya menelusup, menguasai, menghisap, membuat Lydia kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri.“P-Pak Damian …” desah Lydia di sela-sela ciuman.Tangan Lydia secara refleks meremas bahu Damian, sementara pria itu menariknya lebih dekat, hingga hampir tak ada celah di antara mereka.Napas mereka memburu, tubuh Lydia terasa seperti terbakar oleh sentuhan Damian yang semakin erat. Dia tidak tahu apakah ini hanya efek al
Lydia menelan ludah, jantungnya berdegup tak karuan saat mendengar suara serak Damian di pagi hari. Tubuhnya masih terperangkap dalam dekapan pria itu, bahkan Lydia bisa merasakan panas tubuh Damian yang menempel pada kulitnya.“Kamu bangun lebih awal seperti waktu itu,” gumam Damian, suaranya berat dan masih terdengar mengantuk.‘Waktu itu’ yang dimaksud Damian pasti malam panas pertama mereka ‘kan? Ketika Lydia bangun lebih awal dan kabur dari Damian. Lydia merasa malu mengingat kejadian itu.Namun, saat ini, dia berusaha bersikap tenang, meskipun pikirannya kalut.Apa yang terjadi tadi malam sungguh gila! Kini saat sudah sadar sepenuhnya, Lydia memaki dirinya sendiri. Sepertinya kemarin dia kehilangan akal sehat karena pengaruh alkohol.“Lepaskan saya, Pak. Saya mau pulang,” ujar Lydia.“Nanti aja,” kata Damian dalam keadaan setengah sadar, pria itu masih memeluk tubuh polos Lydia.Lydia mendengkus. “Anda bilang nggak mau menyentuh
Lydia berjalan lemas begitu tiba di rumah, dia tentu saja lelah setelah digempur tadi malam oleh Damian, bahkan pusat tubuh bagian bawahnya masih terasa kebas.Baru berjalan beberapa langkah masuk ke dalam rumah, Lydia dikejutkan oleh sosok Marcell yang menghadangnya.“Kamu belum berangkat kerja?” tanya Lydia, cukup kaget karena Marcell masih di rumah. Biasanya jam segini sudah berangkat.“Memangnya kenapa kalau aku belum berangkat? Apa kamu kecewa karena nggak bisa pergi main seenaknya?” tanya Marcell dengan nada sindiran.Lydia mengernyit. “Apa maksudmu?”“Kamu sungguh nggak tahu maksudku?” Marcell berjalan mendekat, raut wajahnya terlihat menahan marah. “Ke mana aja kamu tadi malam sampai nggak pulang ke rumah? Asyik main di luar? Begitu kelakuanmu setelah bekerja?”Lydia meneguk ludah. Mendadak dia mati kutu. Apa yang harus dia jelaskan kepada Marcell? Sejujurnya, dia belum meny
“Ssttt! Jangan beri tahu yang lain kalau saya ada di sini,” bisik Lydia sambil mengode kepada sang office boy untuk diam.Sang office boy tak tahu mengapa Lydia menyuruhnya begitu, tapi dia mengangguk patuh karena Lydia terlihat sedang panik.Setelahnya, Lydia benar-benar kabur dari sana, bersembunyi di dalam toilet wanita.Selepas kepergian Lydia, sosok Marcell dan sekretarisnya menghampiri office boy yang tadi menyebut nama Lydia.“Hei, kamu.”“Iya, Pak?” sahut sang office boy.“Tadi kamu menyebut nama siapa? Lydia?”“Bukan, Pak. Tadi saya memanggil nama Linda, Bu Linda kenalan saya,” dusta sang office boy. Untungnya dia bisa diajak bekerja sama.Marcell tak lagi bertanya, tapi dia yakin tadi tak salah dengar, office boy ini seperti menyebut nama Lydia. Dan Lydia katanya diterima bekerja di perusahaan ini, jadi tak aneh kalau Lydia ada di sini. Namun, masalahnya bukan itu.Marcell yakin Lydia masih dikurung di rumah, tak mungkin Lydia datang bekerja ‘kan? Ditambah lagi, saat ini dia
“Kalian berdua, aku mohon berhentilah!” teriak Lydia.Namun, Damian dan Marcell tampaknya tak peduli, mereka masih saling hajar hingga wajah mereka terluka.Mereka baru berhenti saat Lydia berteriak kepada para bodyguard untuk memisahkan dua orang itu.Dan, Marcell yang paling banyak terluka tampak tak berdaya ketika melihat Damian membawa kabur Lydia darinya.Beberapa saat setelahnya, Lydia sudah dibawa ke apartemen Damian, dia berada di sana dan sedang mengobati luka di wajah Damian akibat pukulan Marcell.“Jangan terluka lagi, aku khawatir,” ujar Lydia.Damian tersenyum, menyentuh tangan Lydia di wajahnya. “Aku senang kalau kau khawatir padaku.”“Aku serius!” seru Lydia, menabok lengan Damian.“Sshhh …” ringis Damian.Lydia panik. “A-apa sakit? Di situ juga terluka?”Damian pura-pura kesakitan, dia langsung tersenyum setelahnya.“Enggak, aku hanya bercanda,” ujarnya.Lydia memberengut, tapi tak lama karena setelah itu dia bermanja-manja dengan memeluk Damian dan bersandar di pundak
“Hal penting apa yang mau kamu bicarakan sampai mengumpulkan kita semua?” tanya papa Damian kepada Alex.“Kalau bukan sesuatu yang penting, kamu akan tahu sendiri akibatnya,” ancam sang kakek.“Aku tahu, Kek,” ujar Alex.Alex melirik istrinya, mengangguk untuk memberi kode. Melanie pun maju, menunjukkan di layar laptop tentang foto pernikahan Lydia dan Marcell yang didapatkan oleh Alex setelah bertemu Marcell.“I-itu kan …” Mama Damian sontak melotot.“Ya, ini Lydia yang menjadi tunangan Damian. Sebetulnya dia adalah istri orang, lebih tepatnya istri Marcell,” jelas Melanie.“Apa?! Bagaimana bisa?!” pekik sang Papa.“Saya sempat merasa mengenal tunangan Damian, dan ternyata saya tahu karena tunangan Damian adalah seorang pelukis. Dan sepertinya mereka sudah berselingkuh cukup lama.”“Apa kau yakin berselingkuh? Bukan karena Lydia sudah bercerai dari Marcell?” tanya sang kakek yang masih tenang.“Aku yakin, Kek. Sekarang status Lydia masih istri Marcell. Damian menjadi orang ketiga dal
Meskipun tadi Marcell bilang tak peduli, tapi pada kenyataannya dia risau.Mengenai Lydia yang punya bukti perselingkuhannya, dia tak ingin itu tersebar sampai di keluarganya dan keluarga Lydia. Maka, sebelum itu terjadi, dia yang akan menyebarkan perselingkuhan Lydia lebih dulu!“Kamu akan menyesal karena sudah mengkhianatiku, Lydia,” geram Marcell. Dia tak berkaca pada dirinya sendiri, bahwa dialah yang mengkhianati Lydia lebih dulu.Sebelum berangkat kerja, pagi ini Marcell mengamati pintu kamar Lydia. Bagus, Lydia tak bisa keluar. Tak akan dia biarkan Lydia pergi, apalagi menemui Damian.“Jangan sampai istriku keluar, atau kalian semua akan dipecat!” ancam Marcell kepada para bodyguardnya.“Baik, Pak!” angguk mereka.Marcell pun melangkah pergi. Di dalam mobil saat menuju ke perusahaan, dia menghubungi orang tuanya dan orang tua Lydia, mengajak bertemu untuk makan malam di luar dengan alasan ada hal penting yang hendak dia bicarakan.*Malam harinya, di sinilah Marcell berada, di
Marcell mengepalkan tangannya, emosinya naik ke ubun-ubun. Dia sampai uring-uringan saat kembali ke kantor dan tak fokus dalam bekerja.Dia sampai pulang lebih cepat ke rumah, menunggu Lydia kembali untuk membicarakan ini.Sungguh, dia masih tak menyangka kalau Lydia yang dia pikir bisa menjadi istri patuh, ternyata berselingkuh darinya. Berani sekali wanita itu!“Awas kau nanti, Lydia. Aku nggak akan mengizinkanmu bertemu dengan Damian!” seru Marcell.Marcell berjalan mondar-mandir di ruang tamu, masih menanti Lydia. Dan, ketika mendengar suara mobil terparkir, dia langsung berdiri di depan pintu masuk, menghadang Lydia.Pintu terbuka, sosok Lydia muncul dengan raut heran menatap Marcell yang tampak emosi dan seperti sedang menunggunya.“Apa?” tanya Lydia.“Kau … kau berselingkuh dariku!” seru Marcell.Sontak, Lydia terbelalak. “A-aku—”“Nggak usah menyangkal! Aku sudah tahu semuanya! Pria yang menjadi muse lukisan telanjangmu, dia adalah selingkuhanmu, Damian!”Lydia semakin melebar
“Siapa orangnya! Cepat katakan!” seru Marcell dengan tampang tak sabar.“Saya akan memberi tahu, tapi dengan syarat anda harus mau bekerja sama dengan saya untuk menyingkirkan Damian dari posisinya di perusahaan.”Marcell langsung mengernyit. “Apa hubungannya perselingkuhan istri saya dengan Damian?”“Nanti anda akan tahu. Jadi, bagaimana? Apa anda setuju?”“Itu cukup sulit, anda tahu kan kalau kita juga bersaing? Saya, dan anda termasuk Pak Damian.”“Ya, itu benar. Tapi, saya berjanji akan membuat kesepakatan yang menguntungkan anda juga.”“Akan saya pertimbangkan, tapi beri tahu dulu soal selingkuhan istri saya.”Alex duduk bersandar dengan tampang santai, dia menyeringai sejenak.“Tadi anda sudah menyebut sendiri nama orangnya.”Marcell diam, mengingat-ingat sosok yang sempat dia sebut, kemudian langsung terbelalak.“Pak Damian?”“Ya. Dia adalah selingkuhan istri anda,” jawab Alex dengan raut serius.Marcell sempat terlihat kaget, tapi hanya sejenak sebelum dia tertawa. Tapi jelas
“Marcell pengusaha yang itu kan? Yang Damian pernah menobatkannya menjadi saingan bisnis baru?" tanya Alex.Melanie mengangguk. “Benar, yang itu. Kamu juga kenal orangnya, tapi kita nggak akrab, hanya pernah bertegur sapa beberapa kali.”Melanie mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan foto Marcell yang dia maksud kepada sang suami.“Yang ini,” tunjuknya.Alex mengangguk paham. “Hm … menarik kalau memang benar. Haha! Damian, kau sungguh gila!” serunya.Alex kembali tertawa, dia merasa bahagia mendadak, senang karena membayangkan bisa menjatuhkan Damian dengan cara ini, kemudian merebut posisi Damian.“Aku belum pernah bertemu dengan istri Marcell, jadi nggak tahu wajahnya. Tapi kamu tahu dari mana, Sayang?” tanya Alex.“Aku ingat sekitar dua tahun yang lalu, saat ke galeri seni, tiba-tiba heboh karena ada pengusaha muda yang katanya tampan datang mengunjungi istrinya yang seorang pelukis, dan karya istrinya sedang dipamerkan di sana.”“Ah, jadi si istri itu Lydia?”“Ya,” angguk Melanie
Lydia mendengkus. Dia yakin Marcell tak akan bisa menjawab, tapi dia juga yakin kalau Marcell tak merasa bersalah.Kesal karena Marcell masih diam, Lydia berjalan begitu saja melewati Marcell tanpa bicara apa pun lagi.“Lydia! Sebentar, aku belum selesai bicara denganmu!” seru Marcell.Namun, Lydia tak menggubris. Dan, sebelum dia masuk ke kamar, dia menoleh menatap Marcell yang tak mengejarnya. Rupanya, Marcell sedang ribut, dihadang oleh Adel yang baru kembali dan sedang marah-marah karena melihat Marcell membawa wanita lain—Grace.“Aku sudah muak. Aku harus segera keluar dari rumah ini,” gumam Lydia.*Pagi ini, Lydia sudah berdandan rapi, sedang bersiap untuk berangkat kerja ke perusahaan Damian seperti biasa. Hari ini juga, dia berencana untuk mengajak Damian mendiskusikan rencana mereka untuk menjatuhkan Marcell.“Mau ke mana kamu?” tanya Marcell ketika melihat Lydia keluar kamar.“Kerja,” jawab Lydia singkat.Lydia mengamati sekeliling, rupanya sudah tak ada lagi wanita bernama
Kembali ke masa sekarang.Lydia masih diam sambil memegang erat ponselnya, dia bingung untuk menanggapi Marcell yang terdengar emosi.Apa rencananya akan gagal total? Apa Marcell akhirnya tahu hubungannya dengan Damian? Sungguh, Lydia gelisah.“Kamu masih nggak mau menjawab?!” seru Marcell dari seberang sana. “Kalau begitu, segera pulang! Ini perintah! Kalau enggak, aku akan menyusulmu hari ini juga!”Lydia melongo. Dia tak menyangka Marcell sampai sebegitunya. Padahal, biasanya Marcell cuek padanya, tapi kenapa sekarang seolah posesif?“Tapi aku—”Panggilan terputus. Lydia berdecak kesal. Dia belum selesai bicara! Dasar Marcell sialan!Lydia menatap Damian dengan tampang bad mood.“Ada apa?” tanya Damian, dia tak mendengar obrolan Lydia dan Marcell karena tidak di-loudspeaker.“Marcell mengetahui lukisanku, dia marah, dan memerintahkanku untuk segera pulang. Kalau enggak, dia yang akan menyusul ke sini,” beri tahu Lydia.Damian pun turut terkejut. “Bagaimana Marcell bisa tiba-tiba ta
Beberapa saat sebelumnya.Marcell sedang asyik berduaan dengan Adel yang terus bergelayut manja padanya.“Sayang, aku ingin beli tas baru,” rengek Adel.Namun, Marcell cuek. Pria itu yang biasanya amat memanjakan wanita jalang simpanannya, kini tak lagi sama. Lebih tepatnya sejak dia merasa ada keanehan dari Lydia.Marcell merasa tak tenang. Apa sebaiknya dia menyusul Lydia ke Prancis? Ah, tidak, dia masih ada urusan pekerjaan di weekend ini.“Sayang?” panggil Adel.Adel cemberut, Marcell tak menggubrisnya dan kini tampak melamun. Padahal, biasanya kalau dia sudah merengek manja apalagi berpenampilan seksi begini, Marcell akan tertarik, tapi belakangan ini tidak. Marcell seperti berubah.Tidak! Ini tidak boleh terjadi! Adel berusaha untuk berada di sisi Marcell selamanya dan mendapatkan harta pria itu, dia bahkan nekat mengandung anak Marcell. Jangan sampai Marcell berpaling darinya.“Apa kamu sedang memikirkan Lydia yang nggak menarik itu?” ejek Adel.Tak disangka, Marcell langsung m