"Siapa suruh kamu tidak hamil-hamil? "
Nimas membelalakkan mata setelah mendengar Arjuna mengatakan hal itu. "Dengan atau tanpa izin darimu Winda akan tetap tinggal disini selama dirinya hamil!" tambah Arjuna dengan lantang. Mata Nimas berhenti berkedip seakan jiwanya telah terlepas dari raga. Dia terus menatap Arjuna yang sekarang menatapnya penuh ancaman. Bagai disayat sembilu, hati Nimas kini terasa hancur lebur. Suaminya baru saja mengakui bahwa telah menikahi sahabatnya dan ia dipaksa menerima wanita itu sebagai adik madu. Lebih gilanya lagi, Arjuna berencana untuk membawa wanita itu untuk tinggal satu atap dengannya! Di mana hati nurani Arjuna? Nimas sedang dalam mode tak sadarkan jiwa, sampai sebuah dorongan menyentuh lengannya. Nimas mengerjapkan mata. "Cepat buatkan susu hamil untuk Winda! Di tas itu ada lengkap kebutuhan Winda dan calon anak kami!" Bukan lagi sakit hati Nimas, melainkan hancur. Manik coklat itu berembun dan lambat laun mengeluarkan bulir-bulir air mata yang menetes dengan derasnya. Terlebih melihat tangan perempuan lain bergelayut manja di lengan Arjuna. Winda bahkan tidak mengelak sedikitpun dan justru malah terkesan memamerkan kemesraan bersama Arjuna di depan mata Nimas. Nimas masih butuh waktu untuk mencerna segalanya, tapi sepertinya Arjuna tidak peduli, karena lelaki itu kembali bicara. "Mulai malam ini kamu pindah ke kamar tamu, karena Winda sedang hamil muda. Jadi, dia butuh perhatian lebih dariku." kata Arjuna sembari mengusap lembut kepala Winda yang kini bersandar di dada bidangnya. Pemandangan yang tentu mengiris-iris dada Nimas. Tanpa peduli, Arjuna meninggalkan Nimas yang bahkan belum sempat berkomentar sedikit pun. "Ya Allah, cobaan-Mu kali ini sangat pedih untukku." Ujar Nimas sembari meremas perutnya yang masih rata, begitu sepasang pengantin yang tidak diketahui kapan mereka menikah itu berlalu dari hadapannya. Padahal, saat ini di dalam rahimnya juga telah tumbuh janin milik Arjuna. Kehamilan ini baru Nimas ketahui pagi tadi. Oleh karena itu, dia begitu semangat kala Arjuna berkata kalau hari ini dirinya akan pulang. Nimas tidak sabar untuk memberi tahu kabar kehamilannya pada Arjuna. Namun, siapa sangka kalau kepulangan Arjuna kali ini membawa pergi kebahagiaan Nimas tanpa sisa. Pernikahan mereka sudah berjalan sekitar 5 tahun, dan dalam kurun waktu itu, Nimas merasa kalau perhatian dan rasa sayang Arjuna hanya sampai memasuki usia pernikahan ke tiga saja. Selebihnya, pernikahan mereka mulai terusik karena tuntutan cucu dari orang tua Arjuna. Awalnya Arjuna meyakinkannya kalau tidak masalah kalau mereka belum juga memiliki keturunan. Dia pun selalu menghibur Nimas dengan kalimat lembutnya. Namun, desakan terus menerus dari keluarga membuat sikap Arjuna mulai berubah. Di sisi lain, Winda adalah satu-satunya teman berbagi keluh kesah yang Nimas punya. Wanita yang memiliki tubuh tinggi, langsing, dan berlesung pipit manis itu menjadi teman wanita satu-satunya untuk Nimas di tanah perantauan. Namun, siapa yang menduga jika orang yang sudah dipercaya dan dianggap sebagai saudara sendiri itu justru menusuknya dari belakang. Masih sambil berdiri, Nimas menutup wajahnya dengan kedua tangan, perempuan itu tidak bisa membendung air mata, tangisnya pecah bersama dengan hancurnya rumah tangganya karena ketidaksetiaan Arjuna. "Apa salah Nimas? Kenapa Mas Arjun tega menyakiti Nimas sedalam ini?" rintih Nimas yang akhirnya meluruhkan tubuhnya di atas lantai ruang tamu. Ditatapnya koper-koper besar yang tadi sempat di tunjuk Arjuna. Dengan tanpa perasaan, Arjuna juga meminta Nimas untuk membuatkan susu hamil bagi istri mudanya, padahal Nimas sendiri juga tengah berbadan dua. Perempuan bernama lengkap Nimas Ayu Aditi Mayangsari itu menikah dengan Arjuna Malik Ibrahim lima tahun yang lalu, di Jogja tempat pertemuan pertama mereka, saat itu Nimas masih kuliah, dia kerja di tempat karaoke buat menunjang kehidupan sehari-hari. Hampir satu tahun Arjuna mengejar cinta Nimas yang pemalu, perempuan itu bahkan baru selesai sidang kala Arjuna melamarnya. Akhirnya, Nimas luluh dengan kegigihan Arjuna. Oleh karena itu, seusai sidang, perempuan yang menyandang gelar sebagai sarjana hukum itu resmi dipersunting pangeran tampan yang awalnya menjanjikan kebahagiaan. Nimas yang sudah yatim piatu di boyong laki-laki itu ke ibu kota setelah Arjuna dipindahtugaskan di kantor pusat hingga sekarang. Siapa yang tahu kalau semua jadi begini? "Loh mana susu untuk Winda?" Pertanyaan bernada tinggi itu seketika menyadarkan Nimas dari lamunannya. Nimas berdiri menghampiri Arjuna yang tengah berkacak pinggang. "Mas, Nimas mau bicara." kata Nimas. Kali ini, dia sudah tidak peduli dengan wajah sembabnya, karena dia juga berhak menunjukkan luka yang sudah Arjuna torehkan. "Ngomong tinggal ngomong kok repot!" ketus Arjuna. "Mas sebenarnya ada..., "Mas Arjuuuunn!" belum tuntas kalimat yang akan Nimas ucapkan suara Winda terdengar memanggil suaminya. Nimas akan melanjutkan tapi Arjuna sudah keburu meninggalkan Nimas untuk bertolak kembali ke kamar utama yang kini di tempati Arjuna dengan Winda. Hati Nimas mencelos, bahkan kini dia bukan lagi prioritas Arjuna. Air mata Nimas kembali luruh sepertinya dirinya tidak akan sanggup dipoligami. Malang nian kebahagiaan Nimas harus dibarengi dengan pengkhianatan orang-orang yang di sayang. "Dek, kita pergi saja ya. Ibu tidak sanggup tinggal satu atap dengan ayahmu" lirih Nimas kembali mengusap lembut perutnya yang masih datar."Bun,..""Keputusanku untuk bercerai sudah bulat Pak Adi yang terhormat, sabarku cukup sampai disini." Zoe berbalik membelakangi suaminya dan hendak berlalu. Tetapi ucapan Adi berhasil mengurungkan niatnya."Apa jika aku menyerahkan diri, kamu bersedia menungguku bebas?"Zoe tertegun sejenak karena ucapan suaminya. Laki-laki yang selama ini begitu tegas dan keras, bagaimana bisa merendah.Yudhistira menatap wajah papanya dengan sendu."Usia kita tidak lagi muda, hidup sampai besok saja belum tentu, mengapa harus menunggu sesuatu yang tidak pasti." Zoe tidak seketika luluh."Bun, Papa mohon!" Adi menekuk lututnya dan menunduk di belakang tubuh istrinya. Tanpa perduli di lihat oleh beberapa anak buahnya, termasuk Yudhistira."Pa." Yudhistira ingin membantu Adi berdiri tetapi Adi menolaknya. "Biarkan bunda mu tahu jika laki-laki ini sangat mencintainya, aku memang pernah salah ucap dengan mengatakan kata seandainya, tetapi ucapan itu hanya sedikit keegoisan. Nyatanya itu tak mengurangi k
"Jangan main-main Winda." mata Arjuna terbelalak saat Winda mendekatkan mata pisau di pergelangan tangannya sendiri.Negosiasi perceraian secara baik-baik tidak berjalan lancar. Winda tetap tidak mau Arjuna menceraikannya."Aku hanya perlu mati agar tak semakin sakit hati melihatmu tergila-gila dengan mantan!""Kamu salah paham. Aku ingin bercerai denganmu bulan karena Nimas tapi,..""Karena anak wanita itu, iya kan?"Arjuna mengusap wajahnya merasa frustasi berdebat dengan Winda hanya membuatnya semakin sakit kepala."Vanilla darah dagingku, dia anakku. Itu adalah faktanya." suara Arjuna memelan bersamaan dengan lelaki itu yang melangkah pelan mendekati Winda."Aku nggak perduli, kau yang janjikan kebahagiaan untukku, tetapi nyatanya kau hanya memprioritaskan kepentingan anak itu." Tubuh Winda bergetar, wanita itu terlihat sangat menyedihkan.Konsentrasi Winda mulai goyah, kesempatan itu dimanfaatkan Arjuna untuk menepis pisau di tangan Winda.Pergerakan Arjuna yang cepat mengejutkan
Adi seperti di paksa menelan ratusan pecahan kaca bulat-bulat, tidak hanya mulutnya yang terluka lambungnya pun terkoyak karena terlampau parah luka yang di derita.Ungkapan penyesalan sang istri seperti memukul telak harga dirinya.Adi lupa. Jika pengakuan Zoe setara dengan perkataannya yang menyinggung perihal istrinya yang terlalu lama membuatnya nunggu sehingga usia Zoe mempengaruhi mereka tidak bisa memiliki keturunan.Apa sebenarnya arti kecewa? Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya atau tidak diberi kepastian saat mengawali hubungan?Bagaimana dengan sebuah hubungan, yang dimulai baik-baik antara dua manusia harus disisipkan kebohongan demi mewujudkan sebuah luka dimasa depan?Menikah atas dasar saling menerima. Tidak ada ada yang menolak untuk melangkah ke jenjang yang serius.Namun, setelah belasan tahun, saat seharusnya mereka menikmati masa tua, semua justru menimbulkan perpecahan.Hingga klimaks, di usia pernikahan yang harusnya semakin kokoh.Lontaran kata yang tidak akan
Mobil Yudhistira baru saja memasuki area perumahan, ketika iring-iringan mobil pejabat menghalangi jalannya. Tidak perlu mencari tahu siapa yang berada di dalam mewah yang berhasil menghambat perjalanannya. Karena dari mobil berplat nomor pilihan itu keluar seorang pria yang langsung mengetuk kaca mobilnya. Alih-alih membuka jendela, Yudhistira memilih turun, dan menemui Papa sambungnya. Tetapi Adi membuka bagian pintu penumpang. "Kamu tidak mengangkat teleponku." "Apa itu perlu? " Amarah laki-laki itu sudah dipendam sejak kemarin. Jika ia marah sekarang, Bukankah hal yang wajar? Adi menoleh menatap Yudhistira. "Kamu juga tidak ada di kantor. Meeting? " Adi mendecih. "Apakah ada pertemuan di luar, benarkah itu bisnis? " "Aku tidak ingin berdebat dengan mu." Zoe membuka pintu mobil ingin keluar. "Aku belum selesai bicara, Zoe." tegas nada bicara Adi tidak membuat Zoe takut. "Jangan membentak Bunda!" Yudhistira mengingatkan Adi. "Kamu diam!" Adi tak suka ada seseorang yan
Bisma menuntun istrinya untuk duduk di tempat tidur."Mas__"Bisma memandang istrinya." Ya sayang" jawab Bisma tersenyum." Ada yang ingin ku sampaikan" Ujar Nimas menyentuh pipi Bisma." Apa itu?" Bisma menangkap tangan Nimas dan membawanya pada bibirnya untuk di kecup."Mas Bisma sebenarnya_________"Nimas menatap wajah Bisma yang terlihat penasaran dengan apa yang akan di katakan.Nimas membawa telapak tangan Bisma, dan di kecupnya beberapa kali sebelum di bawa keatas perutnya.Nimas mendekatkan bibirnya ke telinga Bisma." Disini ada anak kita" Bisik Nimas lirih, secepat kilat menjauh dari telinga Bisma dan menatap wajah suaminya." Sayang_____"Nimas mengangguk." Aku juga baru sadar setelah melihat vitamin yang dokter resep kan untukku, dan juga aku baru sadar selama kita menikah aku tidak pernah mendapatkan tamu bulananku "" Ya Allah__ Masyaallah!!" Bisma terengah, sedikit panik dan juga kaget. Bisma membalas tatapan mata istrinya dengan raut penuh iba, bibirnya yang bergeta
Pagi itu Nimas tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya di bantu Bu Yuri yang sejak subuh sudah datang karena ingin melihat Bisma secara langsung. Nimas yang tengah menata menu di meja terpaku pada kepingan vitamin yang diresepkan untuknya, wanita itu merasa familiar. Nimas mengingat tidak ada pesan apapun dari Mama mertuanya ketika mereka pulang dari rumah sakit. Datangnya sang suami dengan keadaan selamat menyedot perhatian semua orang termasuk dirinya sendiri, Nimas bahkan tidak memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, terlalu lega, terlalu bahagia orang yang dicintainya pulang dengan keadaan selamat. "Ya Tuhan, mungkinkah?" Air mata Nimas mengalir tanpa bisa dicegah. Buru-buru meninggalkan dapur dan berjalan cepat ke kamar utama. Nimas buru-buru melihat kalender yang ada di kamar mereka, wanita itu terpaku pada barisan angka yang diamatinya, seketika tangisnya pecah sadar jika semenjak dia menikah dengan Bisma, dirinya tidak pernah mendapatkan tamu bulanan