"Pak Ray?"
Marina tersenyum senang atas kedatangan Ray. Akhirnya tidak jadi bersama Anton yang akan membuat Ray cemburu.
Anton menoleh sambil berkata, "Eh, datang juga kamu?"
"Kamu buat apa di sini?" tanya Ray balik beberapa saat setelah memilih diam sambil berusaha mengontrol emosi.
"Aku? Ya, aku mau menjemput pekerjaku. Ini sudah jam berapa coba? Marina belum juga jalan," balas Anton.
"Eh, itu siapa Pak?" Marina menunjuk Jihan yang tengah berdiri di dekat mobil Ray.
&
"Pak Adnan?" gumam Bi Mudi, terlihat khawatir dan takut. Pasalnya, biasanya Pak Adnan hanya akan marah-marah tidak jelas.Bi Mudi sudah sangat hapal bagaimana sikap dan sifat pria itu. Sebab, sebelum menikah dengan wanita lain, Pak Adnan masih tinggal di tempat itu bersama Nyonya Soraya."Pembunuh! Pergi kamu, pergi! Aku tidak mau melihat mukamu, pergi kamu!" teriak Nyonya Soraya sambil melempari kue brownies ke wajah Adnan yang sudah mendekat."Jaga sikapmu orang gila! Aku datang ke sini hanya ingin memintamu menyuruh Anton menemuiku nanti malam atau kamu akan kubuat gila seumur hidup!" ancamnya marah sambil menunjuk-nunjuk Nyonya Soraya.Marina dan Bi Mudi takut sekali melihat kemarahan Pak Adnan. Mereka memegang tangan Nyonya Soraya.Detik berikutnya Pak Adnan menatap Marina dari ujung kaki sampai kepala yang tertutup jilbab berwarna merah muda.
Marina sangat terkejut ketika sebuah tangan memegang kakinya. Akan tetapi, lebih terkejut saat pemilik tangan mendongak menatapnya sembari memperlihatkan wajah yang sepertinya menyiratkan kesedihan. Bahkan air matanya merembes keluar seakan meminta belas kasih dari Marina."Marina, tolong aku plis," mohonnya. Tetes demi tetes air matanya jatuh.Kedua tangan mulusnya tidak ingin melepas kaki Marina. Ia tampak sangat menyedihkan. Kakinya mengeluarkan darah. Meski hanya sedikit, tetapi itu jelas sangat sakit. Kakinya terluka disebabkan tembakan."Ya Allah, Puspa?" jerit Marina, langsung berjongkok membantu Puspa masuk rumah. Ia tidak tahu kenapa Puspa bisa seperti itu.Pintu ditutup rapat. Marina membawa Puspa ke dalam. Membantu duduk di atas karpet. Puspa memegang kaki sembari meringis kecil."Apa yang terjadi Puspa? Kamu kenapa?" tanya Marina sambil membe
Pak Adnan ternyata masih memiliki seorang istri selain Soraya dan juga Dena. Dena istri yang bersamanya sekarang ini kerap mendapat kekerasan fisik dari Pak Adnan karena suatu masalah. Apalagi yang menjadi masalah di antara keduanya kalau bukan masalah seksual. Dena sudah tidak ingin melayani Pak Adnan yang sudah tua. Makanya Pak Adnan sering memukul hingga Dena memilih selingkuh."Kenapa semua ini terjadi di keluargaku ya Allah?" jerit Anton, frustasi.Sungguh itu di luar pikiran Anton. Sama sekali tidak menyangka pria yang seharusnya menjaga hati istri begitu tega menyakiti hati istri sendiri. Sekali lagi Anton berteriak keras. Asbak yang berada di atas meja ruang tamu dibanting keras hingga pecahannya berserakan di mana-mana."Astaghfirullah," jerit Marina karena kaget.Wanita itu bergerak cepat mendekat ke arah Anton. "Pak, istighfar. Semarah apapun Bapak semua itu enggak mungkin ak
"Hai, enggak perlu dipikir lagi. Aku akan membantumu keluar dari sini, tetapi ada syaratnya." Kembali wanita itu berbisik.Wanita yang tidak lain tidak bukan adalah Jihan. Entah dari mana dirinya mengambil pakaian sebagus itu. Selama ia hidup di jalanan, bahkan sudah seperti orang gila. Akan tetapi ketika muncul kembali tiba-tiba penampilannya berubah. Apakah Jihan sudah menikah dengan pria kaya? Entahlah."Aku enggak ingin keluar dari sini. Di sini tempatku yang sebenarnya. Lebih baik kamu pergi saja karena sampai kapanpun aku enggak akan pernah tertarik dengan tawaranmu Jihan," tolak Puspa."Halah enggak usah munafik, deh. Mana ada orang yang mau dipenjara? Ayolah, mari kita kerjasama menghancurkan Marina dan Ray. Bagaimana?" Jihan tidak akan pergi jika Puspa belum mengiyakan. Sebab ia yakin bahwa Puspa sangat ingin keluar dari tempat sempit itu."Aku enggak munafik. Lebih baik
"Innalilahi wa'innailaihirraji'un," gumam Ray, kemudian dengan sigap ia menangkap tubuh Marina yang tiba-tiba tubuhnya terlihat lemas dan mau jatuh.Sekujur tubuh Marina lemah tak berdaya. Nyaris jatuh pingsan andai tidak ada Ray menangkap tubuhnya."Marina, sadar ayo duduk." Ray membawa Marina bersandar di dinding. Orang-orang melihatnya heran. Mungkin pada bertanya siapa mereka ini hingga sebegitu sedihnya melihat keadaan Puspa dan Ibu Rosma.Suara tangisan terdengar memilukan. Ray menoleh, ternyata Puspa sudah sadar dari pingsannya. Sedangkan saat ini Marina berusaha tetap sadar walau rasanya ingin pingsan dikarenakan mengingat surat Puspa yang memintanya merawat Ibu Rosma. Akan tetapi, nyatanya sudah terlambat."Mas, tolong tenangkan hati Puspa. Kasihan," lirih Marina.Ray tidak bicara sepatah kata pun, ia masih mengingat ketika pembantunya men
Mereka berpencar. Satu ke jendela dapur, satu ke pintu utama dan dua tepat di bawah jendela ruang tamu.Mereka mulai beraksi. Dengan peralatan yang sudah disediakan, keempat pria berwajah mirip-mirip preman itu mulai mengerjakan tugas masing-masing.Mengeluarkan obeng, lalu mencoba mencungkil jendela. Mereka melakukannya penuh kehati-hatian. Namun, pria yang berada di dapur dikejutkan seekor tikus yang lewat hingga ia mengeluarkan suara teriakan."Siapa di sana?" Suara Ray terdengar dari dalam.Pria yang masih kaget gara-gara tikus langsung berlari sebelum ketahuan pemilik rumah. Ia ke depan pintu utama. Benda tajam dan obengnya ditinggal di depan pintu dapur."Goblok!" marah pria yang berusaha membuka pintu utama sambil menjitak keras kepala temannya. Ia meminta kembali mengambil peralatan mereka."Tapi, tapi bagaimana
"Bagaimana mungkin?" gumam Marina tak percaya.Foto terus dipandanginya tanpa mengetahui keberadaan Anton tepat di belakang. Foto yang katanya istri kedua Pak Adnan itu ia elus."Kok bisa?" gumamnya lagi."Ekhem."Marina menoleh. "Pak Anton?""Yes, i'm. Itu foto kenapa dilihat-lihat terus? Ntar juga ketemu di hari pernikahan kalian," ujar Anton, membuat Marina mengerjit keheranan. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu."Maksudnya?" Marina memberi pertanyaan."Ini foto ibunya Ray bukan? Tante Wiranti," jawab Anton.'Ya Allah, jadi foto orangtua yang kulihat di kamar Aura itu adalah foto ibunya Mas Ray? Itu artinya Mas Ray dan Pak Anton ...?' Marina menatap Anton tanpa berkedip.'Itu artinya Pak Anton ini kakaknya Mas Ray,' lanjutnya membatin."Yang kamu lihat aku sep
Meski Anton sedih karena sebentar lagi wanita yang dicintainya akan menikah, tapi ia berusaha merelakan. Sebab cinta itu memang lebih kepada merelakan, bukan melepaskan ataupun mengumpul keberanian untuk merebut.Keduanya melempar senyum, lalu Anton membalikkan badan berjalan ke sofa. Sedangkan Marina ke dapur untuk minum. Kerongkongannya seketika berasa kering, ia harus minum untuk melegakan tenggorokan.Klakson mobil membuat Marina bergegas keluar, melewati Anton yang kini berdiri di ambang pintu utama."Aku lambat enggak?" tanya Ray, baru saja turun dari mobilnya."Enggak, kok Mas," jawab Marina sambil tersenyum.'Tentang foto tadi, aku kasih tahu mereka enggak, yah?' batin Marina."Ton, kami pulang, yah," pamit Ray."Tunggu, Mas. Ada yang ingin aku katakan pada Mas dan Pak Anton. Mungkin sebaiknya jan