Home / Young Adult / Undefined Hurt / Dua - Tentang Kia

Share

Dua - Tentang Kia

Author: Singgafana
last update Last Updated: 2021-07-28 19:14:50

“Ngapain kamu nyuruh aku ke sini?” 

Kia menerbitkan senyumnya ketika melihat Astri mau datang ke kamarnya. Sebenarnya, Astri datang ke kamarnya pun berkat bi Tari yang memanggilnya. 

“Ngapain kamu senyum-senyum? Udah buruan, ada apa? Aku mau ke sekolah nih, memangnya kamu gak sekolah? Masih tiduran gitu.” Nada bicara Astri terkesan dingin, namun tidak melunturkan senyuman di bibir pucat Kia. 

“Aku hari ini gak masuk sekolah, kepala aku pusing, badan aku meriang. Jadi, tolong titipin surat izin ini ke bu Sandra ya.” Kia menyerahkan sebuah amplop berwarna putih kepada Astri. 

“Oh, bisa sakit juga kamu.” 

“Bisa lah, Tri. Aku kan juga kayak kamu dan yang lainnya, hanya sebatas manusia biasa.” Kia tersenyum mengakhiri ucapannya. ‘Enggak, kita berbeda, Tri. Kamu yang cantik, dan aku yang jauh dari kata cantik. Kamu yang selalu membanggakan, dan aku yang selalu mempermalukan.’

“Ya udah, aku keluar dulu. Mau berangkat sekolah, takut telat.”

Kia mengangguk, lalu berkata, “Jangan lupa kasi surat itu ke bu Sandra ya. Kalau kamu gak kasi, nanti aku akan dialpakan.”

“Iya, bawel.” Astri melenggok keluar dari kamar Kia, lalu menutup pintu kamar Kia dengan sedikit keras. 

“Astri, walaupun kamu bersikap dingin begitu, pasti dalam hati kamu, kamu juga khawatir sama aku. Aku akan selalu berusaha untuk bersikap baik sama kamu, sampai pada akhirnya kamu mau mengakui aku sebagai kakak kembar kamu ke teman-teman di sekolah. Kemudian, kita akan selalu berjalan bersama menuju sekolah, dan menjadi saudara paling goals di sekolah.” Kia mengakhiri ucapannya, setelah pusing kembali mendatangi kepalanya. Gadis itu menidurkan kembali tubuhnya. Hari ini ia harus istirahat total, supaya besok ia dapat kembali bersekolah. 

***

“Ya ampun ini anak, ternyata gak sekolah. Kia bangun!” 

Kia lantas terbangun ketika mendengar suara menggelegar dari mamanya. Gadis itu mengucek matanya, sambil berkata, “ Ada apa, Ma?”

“Ada apa kamu bilang? Kenapa kamu gak sekolah?”

“Iya, Ma. Kia sakit, mungkin karena hujan semalam. Jadi, hari ini Kia gak masuk sekolah dulu.”

“Sakit? Trus karena kamu sakit, kamu gak sekolah, jadi kamu bisa enak-enakan tidur di sini?” 

“Jadi, Kia harus ngapain, Ma? Kia kan butuh istirahat untuk memulihkan kondisi Kia.”

“Gak ada yang namanya istirahat, sekarang mending kamu bantuin bibi masak. Nanti malam saya kedatangan tamu para pengusaha terkenal, jadi harus buat makanan yang banyak. Udah, sana pergi ke dapur!” 

Kia menghela napasnya, kemudian gadis itu membuka selimut yang membungkus tubuhnya tadi, dan berjalan keluar dari kamarnya. Dengan jalan yang sempoyongan, gadis itu berjalan menuju dapur. 

“Loh, non Kia, kenapa di sini? Seharusnya non Kia itu istirahat, kan masih sakit.” Terselip nada khawatir yang terdengar di ucapan bi Tari. Ya, selama ini tidak ada yang peduli dengan Kia di rumahnya, kecuali bi Tari. 

“Kia udah gak apa-apa kok, Bi. Kia mau bantu bibi masak, katanya nanti malam ada banyak tamu yang bakalan datang ya, Bi? Makanya, bibi kelihatan sibuk banget.”

“Eh iya non, nanti itu ada tamu nyonya yang datang.”

“Kalau gitu, biar Kia bantu ya, Bi.” Kia mulai mengambil beberapa suing bawang putih dan bawang merah, kemudian mengupas kulitnya. Setelah mengupas bawang, gadis itu menyalakan api kompor, dan memasak bawang itu hingga aromanya tercium wangi. Gadis itu memang berbakat dalam memasak. Mungkin efek sering membantu bi Tari memasak sedari kecil, jadi sekarang jemarinya sudah lihai memegang berbagai macam alat dapur. 

Kia memegang kepalanya, lalu memejamkan matanya sejenak. Kepalanya masih teramat pusing, namun Kia berusaha untuk tidak kehilangan konsentrasinya dalam memasak. 

“Non, kepalanya pusing, ya?” tanya bi Tari yang khawatir dengan kondisi Kia. 

“Sedikit pusing, Bi,” jujur Kia. 

“Ya sudah, kalau masih pusing, mending non Kia istirahat aja di dalam kamar. Biar bibi yang masak.”

“Gak usah, Bi. Kasihan bibinya nanti kerepotan masak sebanyak itu, yang ada nanti bibi kecapekan. Kia gak apa-apa kok, Bi. Pusingnya juga udah lewat, jadi Kia udah bisa fokus masak lagi.” Kia berusaha meyakinkan bi Tari. Namun, sebagai seseorang yang sudah merawat Kia sedari kecil, bi Tari tentunya mengetahui bahwa anak majikannya itu tengah berbohong. 

“Kalau memang benar begitu, non Kia boleh kok bantu bibi masak. Tapi, dengan catatan, kalau non Kia merasa pusing lagi. Non Kia harus segera istirahat, bibi gak mau non Kia nanti makin sakit.” Kia mengangguk menanggapi ucapan bi Tari yang menyiratkan kekhawatirannya. Gadis itu kembali melanjutkan masaknya yang tertunda, sesekali gadis itu memegang kepalanya yang berdenyut, namun Kia masih berusaha untuk kuat. 

Ngomong-ngomong perihal  Kia. Kita belum berkenalan lebih lanjut dengan gadis itu. Nama lengkap gadis itu Kiavara Gauri Auguristha. Nama panggilannya ialah Kia. Kia adalah anak pertama dari Aristide Javario dan Geavani Inshira. Siapa yang tidak mengenal Aris dan Gea? Pasangan suami istri yang berprofesi sebagai pengusaha terkenal dengan kekayaan yang melimpah. Kia bangga akan kerja keras papa dan mamanya itu. Namun, satu hal yang tidak membuat Kia bangga ialah karena papa dan mamanya hanya dikenal memiliki seorang anak saja. Dan anak yang dianggap itu ialah Kealina Danastri Septiola, atau Astri. 

Terkadang, Kia iri dengan adik kembarnya itu, bisa dikenal di kalangan teman seprofesi papa dan mama. Namun, saat rasa iri itu menyerang dirinya, Kia selalu tersadar, bahwa dirinya memang tidak pantas di posisi Astri. Wajah Kia yang cacat, dengan beberapa goresan di wajahnya itu membuat Kia sadar bahwa dirinya tidak secantik Astri. Wajar jika papa dan mamanya malu mengakuinya sebagai anak mereka. Mungkin, dengan berita bahwa Kia adalah anak mereka, akan menurunkan eksistensi mereka secara drastis. 

Menjadi anak pengusaha terkenal itu membahagiakan, mungkin itu yang ada di pikiran orang-orang, terkecuali Kia. Bisa hidup di rumah super mewah, mempunyai harta berlimpah, bisa membeli barang dengan seenaknya, ya mungkin itu semua memang benar. Kehidupan anak pengusaha memang begitu, termasuk bagi Astri yang benar-benar diperlakukan dengan istimewa. Lain halnya dengan Kia, gadis itu tidak diberi kesempatan untuk merasakan harta dari kedua orang tuanya. Bisa tinggal di rumah mewah dan dibiayai uang sekolah saja, Kia sudah sangat bersyukur. Apalagi untuk mendapat kesempatan membeli barang seenaknya. 

Papa dan mamanya hanya memberikan Kia uang ketika jadwalnya membayar biaya sekolah, selebihnya tidak. Oleh karena itu, Kia mati-matian mempertahankan beasiswa di sekolahnya supaya ia tidak perlu membayar uang sekolah. Uang yang diberi oleh papa dan mamanya bisa ia gunakan untuk hal lain, seperti membeli buku, alat tulis dan keperluan Kia yang lain. 

Jangan lupakan satu hal lagi yang cukup menyakitkan bagi Kia. Selain tidak dianggap di kehidupan papa dan mamanya, Kia juga harus menahan perih di sekolah karena selalu dikatai anak pembantu. Papa dan mamanya yang membuat semuanya seperti itu, mereka tidak pernah mau mengakui keberadaan mereka sebagai orang tua Kia. Dan sebagai penggantinya, bi Tari lah yang diminta untuk menjadi orang tua Kia. 

Semenyedihkan itu kehidupan Kia, namun gadis itu tidak pernah lupa untuk bersyukur. Atas kehidupannya yang bisa sampai sekarang ini, gadis itu sudah sangat bersyukur tidak ditelantarkan kedua orang tuanya di jalanan. Baginya, kehidupannya yang sekarang ialah sebuah ujian untuk mendewasakan dirinya. 

***

Bergelimang harta tak selalu menjadi titik kebahagiaan seseorang. Akan tetapi, bergelimang kasih sayang lah yang menjadikan seseorang merasa lebih dari sekadar bahagia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Undefined Hurt   Dua puluh - Terpilihnya Elvan dan Kia

    Suara ketukan terdengar menggema pada sebuah kayu jati berwarna cokelat yang meninggi itu."Silakan masuk," ucap seorang wanita dari dalam sana. Si pengetuk tadi memutar knop pintu, kemudian berjalan masuk ke dalam ruangan besar penuh kehormatan itu. Tidak lupa, ia menutup kembali pintu megah dari jati itu."Selamat pagi, Bu.""Selamat pagi juga, Kia. Silakan duduk."Kia mengangguk sopan, kemudian duduk di kursi sebelah Elvan. Tunggu dulu, Elvan? Dia juga sedang berada di sini?"Baiklah, karena Kia sudah datang. Jadi tanpa banyak berbasa-basi, saya ingin memberitahukan kalian bahwa kalian berdua terpilih untuk mengikuti LBS-P tahun ini." Ucapan Bu Anin selaku wakil kepala sekolah bidang kurikulum membuat kedua muridnya saling bertatap muka."Mohon maaf, Bu. Bukankah LBS-P hanya diikuti oleh satu orang saja?" tanya Elvan yang mewakili p

  • Undefined Hurt   Sembilan belas - Doa Karen

    “Kia, sumpah deh, aku masih gak nyangka papa kamu sebaik itu. Padahal seharusnya, kamu itu masih dalam masa kurungan, tapi papa kamu udah izinin kamu bersekolah. Aku senang banget,” ucap Karen bertubi-tubi. Ia tidak bisa menahan rasa senangnya ketika hari ini Kia mulai kembali bersekolah.“Iya, Ren. Aku juga gak nyangka. Aku pikir hukuman aku bakal ditambah, eh rupanya malah dikurangi. Aku senang, senang banget. Papa itu emang baik, cuma ya kadang-kadang aja galak.”Kia menyeruput jus alpukat yang berada di depannya. Rasa bahagia benar-benar menyelimuti perasaannya sekarang ini. Bagaimana tidak? Papanya memberinya izin untuk bersekolah lebih cepat dibanding yang dikatakannya kemarin. Mungkin, itu sebuah hal sederhana. Namun, memang sesederhana itu bahagianya Kia.“Kita berdoa aja, semoga ini adalah petunjuk yang baik. Semoga ke depannya papa kamu bahkan mama kamu akan bisa

  • Undefined Hurt   Delapan belas - Supermarket

    Kia membereskan buku tulisnya, kemudian menyusunnya rapi ke dalam rak buku. Gadis itu baru saja menyelesaikan tugas makalahnya. Sesuai dengan ucapan Karen tadi, ia langsung mengirimkan file-file berisi tugas dan materi kepada Kia. Ia juga menjelaskan beberapa tata cara pengerjaan tugas makalah yang diberikan.Kia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 5 sore. Baru 1 hari, Kia berada di kamar secara terus-terusan. Namun, rasa bosan begitu menyelimuti perasaan gadis itu. Ponselnya tengah tersambung dengan stopkontak untuk mengisi energinya yang telah terkuras habis, sementara laptopnya bagaikan berada di tengah matahari 12 siang yang begitu panas karena baru digunakan untuk mengerjakan tugas. Kamarnya juga tidak seperti kamar milik Astri yang dilengkapi oleh televisi. Lantas, apa yang mesti Kia perbuat sekarang untuk mengusir rasa bosannya?“Baru sehari aja udah bosannya kayak gini, apalagi kalau 3 hari?”&nb

  • Undefined Hurt   Tujuh belas - Kurungan

    “Kia!” teriak Aris dan Gea bersamaan. Teriakan itu tidak sama sekali membuat Kia terkejut, melainkan membuat gadis itu semakin menundukkan kepalanya akibat rasa takut.“Kamu itu benar-benar anak gak tahu diuntung, ya!” bentak Aris. “Masih untung kami itu tidak mengusir kamu dari rumah ini, tapi apa balasanmu? Kamu menjadi anak yang pembangkang, tidak penurut! Mau jadi apa kamu nantinya jika sekarang saja sudah berani tidak taat pada perintah orang tua?”Kali ini Aris benar-benar dipenuhi oleh amarah. Dapat dilihat dari urat-urat di kepalanya yang tampak kala lelaki paruh baya itu membentak putrinya itu.“Saya benar-benar malu punya anak seperti kamu, Kia,” ucap Gea yang juga tak kalah emosi. “Mau kamu itu apa, wahai anak cacat? Mau mempermalukan kami, hah?!?”Kia tersentak. Gadis itu hendak angkat bicara, namun lidahn

  • Undefined Hurt   Enam belas - Ketahuan Astri

    Di sepanjang perjalanan pulang hingga saat Kia sudah tiba di rumahpun, gadis itu masih saja mempertahankan senyuman lebarnya. Gadis itu terus-menerus merapalkan rasa syukurnya karena berkat Karen, ia bisa pergi ke pesta tersebut. Ia juga merasa sangat berterima kasih kepada Yang Maha Kuasa, karena berkat izin-Nya, Kia bisa menginjakkan kakinya di lantai yang sama dengan idolanya. Terlebih, gadis itu sempat memperkenalkan diri dan mengajak pasangan Hidayat-Dania untuk berfoto bersama.“Senangnya, bisa foto bersama pak Hidayat dan bu Dania. Ternyata, memang aku gak salah mengidolakan mereka. Selain mereka sangat menginspirasi, mereka juga sangat ramah. Aku gak nyangka banget bisa dapatin momen-momen seperti ini.” Kia terus saja memamerkan sederetan gigi putihnya sembari menggeser beberapa foto yang berhasil ia abadikan bersama pasangan idolanya itu.Setelah dirasa cukup untuk melihat foto itu, Kia menaruh ponselnya ke a

  • Undefined Hurt   Lima Belas - Pesta

    Karen menepati janjinya untuk datang ke rumah Kia pukul setengah enam. Beruntungnya, datangnya Karen tidak berpapasan dengan mobil milik papanya yang baru saja melesat menuju tempat pesta.Saat ini, baik Kia maupun Karen sudah berada di dalam mobil. Ditemani oleh sang supir, Karen memerintahkan Pak Narto—supir pribadinya untuk menuju sebuah salon kecantikan.“Kita mau ngapain ke sana?” tanya Kia.“Mau rias wajah kita lah, gak lihat ini wajah kita masih netral banget tanpa bedak?”“Buat apa?”“Ya, buat ke pestanya pak Hidayat dong Kia sayang. Memangnya kamu mau kita ke pesta dengan wajah buluk gini? Malah jerawat aku satu lagi nimbul di dagu.” Karen mengambil sebuah cermin dari dalam tasnya, kemudian memandangi jerawatnya menggunakan cermin itu.“Iya juga, sih. Tapi, kala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status