Share

Undefined Hurt
Undefined Hurt
Penulis: Singgafana

Satu - Akibat Hujan

Terdengar suara gemericik air dari luar gedung. Angin timur yang dingin berusaha merasuki sweater tebal yang dikenakan oleh seorang gadis, membuat empunya berusaha mengeratkan pelukan pada dirinya sendiri guna mengurangi rasa dingin yang menjalar. 

"Kia, belum mau pulang?"

Gadis itu hanya menggeleng sebagai jawaban pertanyaan dari sahabatnya itu. 

"Kalau gitu, Karen pulang duluan ya. Pak Atmo udah jemput. Nanti pulangnya hati-hati ya, Kia." 

"Iya, Karen. Kamu juga hati-hati pulangnya." Gadis itu melambaikan tangan kepada sahabatnya. 

Sepeninggal sahabatnya itu pergi, gadis bernama Kia itu menghela napasnya. Sampai kapan hujan akan berhenti turun? Pertanyaan itu yang selalu menghiasi pikirannya. Berulang kali, gadis dengan sweater berwarna pink itu menguap. Tanda bahwa ia merasa amat bosan. 

"Ini hujan kayaknya enggak akan berhenti. Lebih baik, aku pulang kehujanan aja, daripada nanti pulang kemalaman," putusnya. 

Kia mengambil ransel yang berwarna senada dengan sweaternya, lalu berjalan keluar dari dalam ruang kelasnya. Dilihatnya hujan yang masih sama derasnya dengan waktu pertama kali turun. Kali ini gadis itu pasrah, bila harus pulang dengan keadaan basah di sekujur tubuhnya. Atau mungkin efek paling parahnya ialah ia akan terserang demam esok harinya. 

Tidak. Ia tidak boleh sakit. Jika ia sakit, maka esok hari ia tidak akan bisa bersekolah. Apabila ia tidak bersekolah, tandanya sudah ada 1 surat izin yang sampai di wali kelasnya. 

Tidak. Itu tidak boleh sampai terjadi. Ia tidak ingin mencontreng buku absennya dengan satu keterangan izin ataupun sakit. 

"Kia, kamu harus kuat. Kamu enggak boleh sampai sakit."

Beberapa kali kalimat itu ia suarakan seolah sakitnya bisa menimbulkan efek yang fatal di kemudian hari. Kia berjalan menyusuri trotoar sekolah, hingga tiba di halte terdekat, gadis itu berhenti sejenak untuk berteduh. 

"Hujannya deras banget. Kalau kayak gini caranya, aku gak bisa jalan kaki pulangnya. Yang ada, aku malah benar-benar sakit."

Kia akhirnya memutuskan untuk memesan ojek online. Ia lebih rela mengeluarkan beberapa lembar uangnya daripada ia harus mencontreng buku absennya dengan izin sakitnya. Namun, nahasnya, tidak ada satupun ojek yang mau menerima pesanan dari Kia, karena efek hujan yang begitu deras. Kia menyerah untuk memesan ojek online, sepertinya ia harus pasrah saja untuk pulang dengan berjalan kaki di tengah derasnya hujan.

***

“Darimana saja kamu?” Suara dingin menggelegar tersebut terlontar untuk menyambut kepulangan Kia. Jika kalian berharap untuk selalu disambut dengan hangat setiap kali pulang ke rumah, maka Kia tidak. Gadis itu sudah terbiasa disambut dengan cara yang dingin. 

“Kalau ditanya itu jawab, bukan diam!”

Kia menarik napasnya panjang. “Iya, Pa. Maaf Kia pulang telat, tadi Kia nunggu hujan reda dulu di sekolah. Jadi, pulangnya agak telat.”

“Alasan saja kamu. Bilang saja kamu pergi kelayapan dulu baru pulang ke rumah. Iya, kan?”

Kia hanya terdiam menanggapi pertanyaan papanya. Rasanya percuma saja, jika Kia menjelaskan lebih panjang lagi, karena nyatanya papanya itu tidak akan pernah mau mendengarkan. 

“Coba kamu contoh adikmu itu. Astri gak pernah neko-neko anaknya, dia selalu pulang tepat waktu. Padahal jika Astri mau pergi, pasti akan bisa. Secara temannya itu banyak sekali. Gak seperti kamu, kamu itu udah jelek, sok mau pulang malam lagi.” Ucapan papanya itu sungguh menyakitkan bagi Kia. Akan tetapi, gadis itu sudah terlatih sedari dulu untuk terbiasa dengan ucapan menohok dari papanya. 

‘Wajar kalau Astri pulangnya awal, secara dia selalu diantar jemput oleh supir, sedangkan aku? Enggak, Pa.’

Kia berusaha menahan agar air matanya tak jatuh. 

“Kamu gak usah sok-sokan sedih. Udah sana kamu, masuk kamar!”

Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Kia segera berjalan melewati papanya dan Astri yang tengah duduk di sofa ruang tamu. 

“Malu saya punya anak kayak kamu, hobinya keluyuran mulu sehabis pulang sekolah.”

Sepertinya tidak cukup dengan ucapan tajam papanya, sekarang mamanya juga berlaku demikian. Kia berusaha menulikan telinganya, supaya air matanya tidak jatuh. Kia segera menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Gadis itu langsung menutup pintu kamarnya, dan bersandar di balik pintu bercat pink muda itu. 

“Aku juga pengen kayak anak-anak di luar sana yang setiap pulang sekolah selalu disambut oleh papa dan mama. Bukan seperti ini, selalu dimarahi dan dituduh dengan hal-hal yang gak aku lakukan.” 

Di dalam kamarnya, air mata Kia mulai mengalir setetes demi setetes. Gadis itu mengusap pipinya yang terkena air matanya. Gadis itu berjalan menuju meja riasnya, sambil memegangi wajahnya. 

“Memang benar kata papa, aku ini memang jelek.” Kia melihat wajahnya yang cacat. Bekas kecelakaan 10 tahun yang lalu itu masih melekat di wajahnya. 

“Mengapa aku yang harus dicobai ujian seperti ini? Apa salah aku?” 

Basah di baju Kia sudah mulai mengering, namun tidak dengan air mata Kia yang terus berjatuhan. 

“Enggak, aku enggak boleh kayak begini. Aku harus kuat, aku gak boleh cengeng.” 

Kia lalu menyeka air matanya dengan kedua tangannya, lalu gadis itu mengambil handuk yang tergantung di dekat pintu. Ia harus segera membersihkan badannya, sebelum nantinya demam akan menyerang tubuhnya. 

***

Kia meneguk air minumnya, setelah beberapa pil kecil masuk melewati tenggorokannya. Sepertinya, malam ini ia akan bergelung dalam selimut akibat kondisi tubuhnya yang tidak sehat. Akibat terkena hujan saat pulang sekolah tadi, kini gadis itu merasakan tubuhnya meriang. Ditambah dengan gadis itu harus mengalami pilek di waktu bersamaan. 

“Kalau kayak gini caranya, lebih baik tadi ku nunggu di sekolah aja sampai hujan reda. Tapi, kalau tunggu sampai hujan reda, nanti aku pulangnya bakal lebih telat dan tentunya akan lebih dimarahi habis-habisan oleh papa.” 

Gadis itu menghela napasnya, selalu tidak ada kesempatan untuk dirinya memilih. Padahal, dirinya juga seorang manusia yang memiliki hak dan kebebasan untuk memilih. Akan tetapi, jangankan untuk memilih, untuk berpendapat saja dirinya tidak bisa. 

Kia merebahkan tubuhnya di atas kasur, kemudian mengambil selimut untuk menutupi sekujur tubuhnya. Malam ini terasa begitu dingin, mungkin efek hujan yang baru reda tadi. Kia mencoba menutup kedua matanya untuk beristirahat. Namun, tetap saja Kia tidak bisa tidur. 

Gadis itu masih kepikiran dengan kondisinya yang sekarang tidak sehat. Apa mungkin ia bisa masuk sekolah? Atau justru, ia harus merelakan absennya untuk ternodai dengan satu keterangan izin? 

Kia memposisikan dirinya untuk duduk bersandar di bantalnya yang telah ia tumpuk menjadi tinggi. Gadis itu mengambil posisi berdoa, mungkin dengan sebuah doa sebelum tidur, ia akan bisa tidur dengan lelap. Setidaknya, tidak ada bayang-bayang absen sekolah yang menghantui dirinya lagi. 

***

Satu hal yang perlu engkau tahu, bahwa tak semua mengapa pantas mendapatkan sebab.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status