Tidak lagi memikirkan masalah dengan Melda, kedatangan Fajar yang menceritakan semuanya membuat Indira tahu harus berbuat apa, walaupun sebelum kedatangan Melda ke kampus sudah tahu masalah sebenarnya. Wanita itu tiba-tiba menghilang setelah Indira bicara pada saat itu, Fajar sendiri tidak tahu tentang keberadaan Melda.
Setidaknya untuk saat ini masalah Melda bukan hal utama, hal ini membuat Fajar kembali ke pusat tanpa ada masalah diantara mereka berdua. Pembicaraan tentang pernikahan berakhir dengan mengambang, tidak ada jawaban yang Indira berikan tentang pernikahan mereka.“Dio kemana?” tanya Clara saat mereka sudah di perpustakaan.“Acara sinema, tugasnya udah dikasih ke aku dan udah aku cek juga.” Indira menjawab tanpa menatap Clara.“Kamu tu jangan mau di begoin sama Dio, masalah tugas selalu kamu yang menyelesaikan.” Clara selalu mengomel jika membahas tentang Dio “Jangan bilang dia nggak ngerjain? Kamu nutupin dia?”“Dio ngerjain“Dio sama Nia putus.” Indira menatap tidak percaya dengan berita yang dikatakan Mala “Kenapa putus? Bukan karena aku, kan?”“Gimana-gimana? Kenapa kamu mikirnya kearah sana? Jangan bilang ada hubungannya sama...”Indira langsung menggelengkan kepalanya “Nggak usah mikir macam-macam, Mas Romi kemana? Ikut, kan?” mengalihkan perhatian Mala.“Ruang BEM sama Mas Jonathan dan Mas Wahyu. Aku dengar IPnya Lia bagus kemarin.” Mala tetap dengan tujuan pembicaraannya. “Bagus deh.” Indira tidak mau membahas tentang nilai semester kemarin yang hasilnya buat kepalanya pusing, tidak membuka hasilnya pada Fajar karena terlalu malu. Permasalahan yang kemarin dialaminya membuat Indira benar-benar tidak fokus sama sekali, setidaknya itu yang dialaminya selama beberapa bulan belakangan ini.“In, serius tanya kenapa kamu mikir begitu tentang Nia sama Dio?” “Aku malas bahas, Mal. Nggak penting dan aku nggak tahu banyak.”
Psycho camp, Indira sudah bisa dipastikan tidak ikut dan sebagai gantinya Fajar yang melakukan untuk menggantikannya. Padahal Indira sama sekali tidak pernah membicarakan masalah itu pada Fajar, tapi sepertinya memang keinginan Fajar sendiri.Satu bulan sudah kehadiran anak-anak baru, bagi angkatan Indira mereka menggemaskan dan menjengkelkan disaat bersamaan. Semua karena Dito yang mengatakan jika anak-anak baru tidak mau mencontoh angkatannya yang tidak dekat satu sama lain, perkataan Dito membuat mereka melakukan kedekatan satu sama lain sejak orientasi.“Semua karena Dito memang.” Mala mengatakan penuh emosi “Oh ya, Nia gimana?” menatap Indira yang hanya mengangkat bahu “Dia juga ngapain dengerin kata-kata tu cewek.”“Udah, aku mau kelas.” Indira berdiri meninggalkan Mala yang masih emosi.Melangkahkan kakinya ke kelas Psikologi Industri, sudah tidak bisa bersama dengan teman-temannya yang lain karena sudah mulai dibagi dengan fokus mereka. In
Saat ini yang ingin Indira lakukan adalah memukul Wahyu, melihat perubahan ekspresi wajah Fajar sudah mulai tampak menahan emosi. Memberi kode pada Wahyu untuk meninggalkan mereka berdua, tapi tampaknya Wahyu seakan tidak peduli dengan mengajak Fajar berbicara tentang hal lain yang mereka akan lakukan. Indira yang melihat itu memilih meninggalkan mereka menuju salah satu stand yang ada di kantin membeli minuman untuk mereka bertiga, langkahnya terhenti ketika Fariz memanggilnya Dan membuat Indira melangkah kearahnya.“Masalah yang surat itu.....”“Aku minta maaf, nggak bisa membalas perasaanmu.” Indira langsung memotong kata-kata Fariz.“Aku paham.” Fariz tersenyum kecil “Lagian aku pasti kalah jauh dibandingkan Mas Fajar.”Memilih tidak menjawab dan langsung berpamitan untuk kembali ke tempat dimana Fajar dan Wahyu berbicara, bergabung bersama dengan mereka berdua sambil memainkan ponselnya. Pesanan yang dipesannya datang tapi tidak men
“Sayang, ada yang mau ketemu.” Indira menatap bingung kearah mamanya, Nuri. Menatap jam yang ada di dinding dengan tatapan tanda tanya, membuka ponselnya barangkali ada yang dilupakan, tapi tidak ada satupun pesan yang masuk bahkan termasuk Dio.“Memang siapa, ma?” tanya Indira akhirnya.“Melda, kekasihnya Fajar katanya. Memang Fajar punya pacar? Jangan bilang kalau kamu yang merusak hubungan mereka.” Nuri memberikan tatapan tajam.Indira menggelengkan kepalanya “Masa lalu Kak Fajar.”“Cewek yang Fajar bilang ke papa?” Indira menganggukkan kepalanya “Mau apa dia?” Indira mengangkat bahunya “Mama usir gimana?”“Gimana kalau mama rekam pembicaraan kita?” Indira menatap penuh harap pada Nuri, mamanya.“Boleh, gimana caranya? Memang yakin dia akan berhenti melakukan itu semua?” Nuri menatap penuh keraguan.“Kita belum tahu kalau tidak mencobanya, jadi mama mau?” Nuri langsung menganggukkan kepalanya.Indir
“Benar ini lamaran? Padahal baru jadian udah dilamar aja.” Indira menatap kedua kakaknya dengan tatapan tidak enak, Fajar selalu mempunyai kejutan jika berhubungan dengan status mereka berdua. Melda membuat Fajar melakukan ini semua, harusnya Indira meminta untuk menyelesaikan terlebih dahulu, tapi sayangnya Fajar tidak mendengarkan kata-kata Indira.“Keluarga Fajar sudah datang.” Keluar dari kamar dengan melangkahkan kakinya ke ruang tamu dimana keluarga Fajar sudah berada disana, mereka hanya keluarga inti tidak ada yang lain dan semua itu keinginan Indira. Pembicaraan hanya sebatas masalah masa depan Indira yang masih kuliah dan terjadi perdebatan dalam antara Fajar dan papanya yang menginginkan membiayai Indira sampai lulus kuliah.“Biarkan papanya Indira yang melakukannya, sebagai bentuk terakhir membiayai putrinya.” Dian membuka suara membuat Fajar terdiam.“Jadi, maunya kapan ini?” tanya Nuri langsung.“Libur semester In
Setelah lamaran komunikasi mereka sedikit berkurang, Indira dengan kesibukannya dan Fajar tidak jauh berbeda. Indira bukan type yang harus memberikan kabar setiap jamnya, tapi setidaknya Fajar tidak lupa mengirim pesan atau menghabiskan waktu dengan berbicara melalui ponsel walaupun tidak selama biasanya.“Lemas banget.” Clara menatap bingung pada Indira “Ryan sama Dio kemana?”“Ryan masih ada kelas, Dio nggak tahu kemana.” Indira menjawab dengan nada malasnya.“Nia sekarang gimana sama kamu?” Clara langsung penasaran tentang masalah Nia dan Indira.“Entah, aku nggak peduli. Selama baik ya aku akan baik, kalau dia mikir jelek ya sudah biarin.” Indira menghembuskan nafas panjangnya seakan sangat lelah.“In, Mas Fajar sulit banget dihubungi.” Wahyu langsung berbicara tentang Fajar membuat Indira memutar bola matanya malas “Kalian nggak putus, kan?”Indira mengangkat kepalanya dan tanpa banyak bicara langsung memukul Wahyu “Bicara i
“Ujian selesai sudah, sekarang waktunya Bandung.” Indira hanya diam memandang Sinta yang sangat bersemangat, memilih diam ketika merasakan badannya tidak enak. Dapat terlihat dari kejauhan Ryan bersama dengan para pria menata barang-barang, tidak akan memberitahukan pada siapapun tentang kondisi dirinya. Bisa jadi badannya tidak enak karena tugas dan ujian yang bersamaan dan banyak, jam istirahat berkurang dan makan tidak teratur.“Lia mau ikut acara ini tapi begitu tahu kita ikut akhirnya nggak jadi,” ucap Sinta yang duduk disamping Indira “Ketemu Mas Fajar?” Indira hanya menganggukkan kepalanya tanpa berniat membuka suara.Fajar mengirim pesan panjang untuknya, beberapa kali Indira membacanya sampai bosan dan memilih menyetujui semua yang ditulis. Indira baru tahu apa yang dikatakan Fajar pada kedua orang tuanya, tapi dirinya tidak peduli terpenting adalah bisa ikut ke Bandung. Sejauh ini Indira belum melihat keberadaan Retno, dosen yang tidak menyukai
Fajar hanya diam menatap Indira yang tidur di ranjang, sepanjang perjalanan menuju Bandung jantungnya berdetak sangat kencang, tidak ada kabar tentang keberadaannya dimana terakhir saling bertukar pesan pada saat berangkat. Ryan, waktu dihubungi mengatakan Indira tidak ikut dengan mereka jalan-jalan, akhirnya membuat Fajar langsung menghubungi Sinta menanyakan keberadaan Indira.“Huh...adik itu keras kepala kalau sudah maunya.”Fajar mengambil ponsel menghubungi Jonathan agar tidak mencari Indira, tidak hanya itu juga bertanya tentang kegiatan mereka besok yang akan dimulai jam berapa. Matanya tidak lepas dari Indira yang tidur dengan damai, baru pertama kali melihat Indira tidur dalam waktu sedekat ini dan seketika membuat Fajar membayangkan tentang pernikahan mereka dimana akan menghabiskan waktu bersama dan setiap hari menatap wajahnya.Menatap jam yang ada di pergelangan tangannya, masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri dan bergabung bersama