Dina merasa sangat terharu sekali pada ketulusan Jimmy, sekalipun dia telah siap untuk menyerahkan segalanya tapi Jimmy masih bersedia menahan dan menunggu hingga hubungan mereka diresmikan. Sungguh Dina menyesal mengapa baru sekarang bertemu dan jatuh cinta pada pria yang benar-benar mencintainya ini. Kemana saja dia selama ini? Mengapa mereka tidak pernah bertemu sebelumnya?"Terimakasih sayang, kamu benar-benar baik," kata Dina dengan suara tersendat menahan haru."Itu karena aku sungguh-sungguh menyayangi dan mencintai kamu," sahut Jimmy sambil mengecup singkat bibir kekasihnya yang menggemaskan itu.Jimmy memang sudah memutuskan untuk menyayangi dan mencintai Dina dengan sepenuh hati dan tidak akan menyakiti ataupun mengecewakannya sebagaimana yang dilakukan oleh sepupunya Rengga. Jimmy benar-benar tidak tahan melihat Dina diam-diam bersedih dan menangis ketika mendapati bahu dingin Rengga. Dia yang selama ini menemani Dina dan pelan-pelan mengobati luka hatinya dan menghapus ai
Pras yang berada di samping adiknya mengerutkan kening galau. Jika Dean sudah menemui orang tua mereka maka tidak ada gunanya lagi mengajak Mirela menemui Rengga. Lagi pula Pras tidak yakin kalau kedua orang tuanya tetap akan setuju Mirela tetap menjalin hubungan dengan pria yang telah meninggalkan dan mempermalukannya.Bahkan ketika papanya mengetahui Pras masih berteman dengan rengga setelah acara pertunangan dibatalkan sepihak, walau tidak berkata apa-apa Pras tahu kalau papanya itu tidak setuju mengetahui dia masih berteman dengan Rengga. Namun, Pras tidak dapat berbuat apa-apa, bisnis is bisnis. Dia dan Rengga memiliki banyak kerjasama yang menguntungkan dalam bidang bisnis, tidak mungkin Pras memutuskan hubungan bisnisnya dengan Rengga, walaupun sahabatnya itu telah mempermalukan adiknya, dirinya dan bahkan keluarganya sendiri ketika membatalkan acara pertunangannya dengan Mirela secara sepihak."Ke mana kamu akan pergi, istriku?" tanya Dean mesra.Mirela tersipu-sipu mendengar
Pras terdiam mendengar kata-kata yang diucapkan Dean. Apakah dia sedang diancam? Serius Pras merasa Dean sebagai calon adik iparnya sama sekali tidak memandang dirinya sama sekali. Walau begitu Pras tidak bisa marah karena bisa saja apa yang dikatakannya itu benar. Kalau Dean bisa membuat Rengga dan Mirela berpisah saat acara pesta pertunangan maka dia juga pasti bisa membuat keduanya terpisah di acara pesta pernikahan."Apakah kamu mengancam aku?" tanya Pras tidak dapat menyembunyikan rasa kesalnya."Anggap saja begitu!"'Sial! Benar-benar orang yang sangat arogan dan blak-blakkan,' pikir Pras kesal.Namun, Pras juga tidak berani menyinggung Dean karena tahu bagaimana wataknya. Dia bukan orang yang suka mencari masalah. Selama apa yang dikatakan dan dilakukan orang lain itu tidak merugikan diri dan keluarganya dia sama sekali tidak peduli."Kamu tinggal di sini saja jangan ikut ke sana," kata Pras kepada Mirela sambil menyerahkan ponselnya setelah memutuskan sambungan secara Sepihak
Dean merasakan bagaimana tubuh Mirela merespon sentuhannya, dia tersenyum lalu melepaskan tautan bibir mereka namun, tangannya masih dengan nakal menggoda Mirela hingga gadis itu merasa gemetar dan tanpa sadar mengeluarkan suara erotisnya.Mirela merasa malu dengan reaksi tubuhnya sendiri, ini adalah pertama kalinya dia merasakan perasaan seperti yang dia rasakan sekarang."Apakah enak?" Bisik Dean sambil menggigit kuping Mirela dan mengusap rambutnya, setelah melihat kekasihnya melepaskan hasratnya dengan erangan nikmat."Kamu nakal!" kata Mirela cemberut.Dia merasa malu karena telah menunjukan kelemahannya di depan Dean."Ini belum seberapa, tunggu setelah kita menikah, aku akan membuatmu merasakan yang lebih dari itu," kata Dean sambil mengecup dahi Mirela sayang."Aku malu,"kata Mirela sambil menutup wajahnya."Mengapa malu? Sebentar lagi kita akan menikah, semua yang ada di dirimu adalah milikku," kata Dean sambil mengusap pipi kekasihnya penuh kasih."Jujur ini adalah pertama k
Pras melihat bagaimana mata Rengga berkeliaran di belakangnya seolah sedang mencari sesuatu. Dia tahu Rengga pasti sedang mencari sosok Mirela."Dimana dia?" tanya Rengga."Dia tidak ikut," kata Pras sambil duduk di pasir pinggir pantai di sebelah Rengga."Mengapa? Apakah dia tidak lagi khawatir kepadaku? Sebelumnya kamu bilang kamu akan membawa dia ke sini.""Dia baru saja dilamar oleh Dean, kakak ipar kamu itu datang langsung ke rumah orang tuaku dan melamar Mirela.""Apa? Tidak! Itu tidak mungkin, bagaimana kamu membiarkan dia menemui orang tuamu?" tanya Rengga putus asa."Dia menemui orang tuaku tanpa bilang-bilang, bahkan Mirela pun tidak mengetahui kalau Dean datang melamar.""Lalu bagaimana dengan aku?""Lupakan saja Mirela, sekalipun adikku itu misalnya mau menerima kamu kembali, semua itu tidak ada gunanya karena orang tuaku tidak setuju kamu mendekati Mirela lagi.""Apakah ini kata-kata yang seharusnya dikeluarkan sebagai penghibur orang yang ingin bunuh diri?" cibir Rengga
Jimmy dan Dina tampak bersiap untuk memenuhi panggilan pengadilan atas tuntutan cerai yang Rengga layangkan.Ketika sampai di gedung pengadilan keduanya disambut oleh kelompok pengacara handal yang telah di siapkan oleh Dean untuk membantu adiknya mendapatkan harta gono gini yang menjadi haknya.Sementara itu Rengga juga terlihat sudah duduk di dalam ruangan sidang bersama pengacaranya sambil menantikan kehadiran hakim yang akan memimpin jalannya persidangan.Di rumahnya Dean sedang mengajak Mirela berkeliling. Dia menunjukan kepada kekasihnya itu setiap sudut rumahnya tanpa terkecuali. "Bagaimana? Bukankah rumah ini juga perlu untuk di hias agar senyaman rumah yang sekarang kamu tempati?" tanya Dean sambil tersenyum.Dia melihat Mirela bolak balik mengerutkan kening saat dibawa melihat-lihat seluruh bagian rumahnya.Mirela memang merasa aneh melihat rumah Dean yang didominasi oleh warna hitam dan abu-abu. Mungkin maksudnya agar terkesan maskulin namun, warna tersebut malah membuat s
Mirela terkejut ketika mendapati dirinya masuk ke dalam kamar yang sangat besar. Ketika dia ingin berbalik keluar Dean sudah mengunci pintunya dan tersenyum nakal."Aku mau keluar," kata Mirela sambil bergegas ke pintu.Namun, kunci sudah ada di tangan Dean. Kekasihnya itu terkekeh geli melihat kepanikan Mirela."Sepertinya ada kelinci yang terjebak di sini," goda Dean nakal."Berikan kuncinya dan biarkan aku keluar!" kata Mirela tegas."Tidak!" sahut Dean tidak kalah tegas."Kamu ...""Berikan dulu apa yang aku inginkan," kata Dean sambil berjalan mendekat." ... "Mirela berontak ketika Dean memeluk dan menyatukan bibir mereka. Namun, tidak lama kemudian gadis itu merasa lemas dan gemetaran ketika merasakan serangan Dean pada bibir dan bagian sensitifnya.Dia menggelengkan kepala dengan tatapan memohon kepada Dean agar kekasihnya itu melepaskan dirinya. Dean melepaskan tautan bibir mereka dan beralih menggigit kecil kuping Mirela.Mirela mendorong tangan Dean yang hampir memasuki wi
Mirela merasa tidak berdaya ketika Dean mengembalikan ponsel kepadanya dan membiarkan kedua orang tuanya memberondongnya dengan berbagai macam pertanyaan. Kedua orang tuanya terdengar frustasi karena harus menyiapkan acara pesta yang begitu mendadak. Bagaimana caranya menggelar pesta yang harus siap besok? Baju pengantin, prasmanan, undangan, bagaimana menyiapkan itu semua? Sungguh keputusan menikah tiba-tiba dan tergesa-gesa seperti itu membuat kedua orang tuanya kalang kabut. "Jangan repot-repot, mama papa hanya duduk manis saja biarkan Dean menyelesaikan semuanya, jika dia sendiri tidak dapat menyelesaikan masalah itu maka acaranya akan diundur sesuai dengan kesiapan kita!" putus Mirela sambil tersenyum bandel melirik Dean. Dia ingin menikahinya cepat? Boleh saja asal dia bisa menangani dan menyiapkan segala hal yang berkaitan dengan masalah itu tanpa merepotkan kedua orang tuanya. Dean menatap kekasihnya dengan ujung bibir berkedut merasa gemas. Bisa-bisanya dia menjanjikan hal