Bill mengajak Silvya untuk makan di sebuah restaurant Italia. Design interior restaurant itu berbau classic modern. Kursi-kursi dari kayu yang diplitur mengkilat memperkuat kesan classic yang ditimbulkan. Tirai berwarna putih yang menghiasi seluruh jendela kaca juga menimbulkan kesan hangat dan mewah, membuat hati Silvya merasa tentram. Wajahnya yang tadi terlihat kusut berubah menjadi tenang.
Bill menatap wanita yang berjalan di sisinya. Dalam hati ia merasa senang bahwa ternyata kemarahan Silvya hanya sampai di bibir saja. Wanita ini akan menurut ketika mendapatkan sebuah perintah tegas dengan sedikit argument yang masuk akal.
Bill mengajak Silvya untuk duduk di sisi jendela. Wajah Silvya terlihat bersinar ketika sinar matahari memantul dari kain putih yang melapisi alas meja. Membuat Bill menatap Silvya tanpa berkedip. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan Silvya ke depannya? Perasaannya semakin hari semakin kuat. Dan semakin ia sering berhubungan
Mendengar jawaban Bill, Silvya menggelengkan kepalanya sambil memutar bola matanya."No! I mean, you are a man and you spend your time for nothing! Everyone works at this hour, but you?" Silvya berkata seperti menasehati seorang anak kecil."Well, you don't have to worry, Silvya! The money will come to me even when I'm sleep," tukas Bill dengan tenang.Dan ia tetap berlambat-lambat dalam menghabiskan makan paginya membuat Silvya semakin gemas."Bill! I don't have so much time waiting for you," ucap Silvya dengan gelisah."Okay. I'm done! So tell me, where you wanna go?" Bill menghabiskan Espresso Macchiato-nya."No, I don't want to trouble you, thanks for the breakfast, Bill. I'll be going home by my self," ucap Silvya sambil bangkit berdiri."No! No! No!" Bill dengan cepat mencegah Silvya."You should go home with me
"Non Silvya mau membawa saya kemana?" tanya Rey."Ke rumah sakit, Pak. Bapak harus periksa siapa tau ada yang bermasalah dengan tulangnya," sahut Silvya."Tapi, saya tidak punya uang, Non. Saya boleh pinjam dulu uangnya, nanti saya bayar saat saya mengambil motor saya. Dan tolong jangan memanggil saya dengan sebutan bapak. Saya rasa usia kita sama." Pria itu berkata sambil tersenyum."Oh, jadi saya harus panggil apa?""Mas boleh, Rey juga boleh."Silvya terdiam. Ah kedua sebutan itu membuatnya tidak nyaman. Jadi dia lebih memilih untuk tidak memanggil saja.Silvya mengantar Rey ke rumah sakit terdekat. Di sana Rey diperiksa dan hasilnya menunjukkan bahwa Rey tidak mengalami cedera serius."Bapak bisa rawat jalan, untuk luka ringannya, kami akan memberi obat." Dokter memberi resep kepada Rey dan Silvya memutuskan untuk menebusnya."Makasi, Non
"Malam ini aku sudah lelah, Sayang. Bukankah semalam kamu sudah puas? Hm?" Suara Jim terdengar berat.Silvya membalikkan badannya dan menatap Jim yang memejamkan mata. Terlihat sekali bahwa Jim ingin tidur dan tidak ingin diganggu.Silvya memberanikan menggores rahang Jim dengan telunjuknya. Malam ini ia benar-benar ingin melakukan hal itu bersama dengan Jim dan ia tidak tau bagaimana caranya membuat Jim bersedia. Silvya mendekatkan bibirnya hendak mencium Jim ..."Sayang, please, jangan ganggu! Aku sudah sangat mengantuk!" Jim membalikkan badannya membelakangi Silvya.Dan itu membuat Silvya merasa terhempas ke dasar jurang. Hatinya mengalami penolakan tegas untuk yang pertama kalinya. Seketika ia merasa tubuhnya kaku dan ia merasa sangat malu. Apakah Jim tidak suka dengan wanita yang sedikit agresif? Apakah ia salah jika berinisiatif untuk mencium suaminya terlebih dahulu?Silvya berusaha men
Silvya hendak memesan taxi online ketika ponselnya berdering. Muncul sebuah nomor yang tidak ia kenal di sana."Halo?""Halo? Apakah benar ini dengan Nona Silvya?" tanya seorang pria di seberang sana."Oh, ya benar. Dengan saya sendiri. Ada apa ya?" Silvya mengerutkan keningnya."Saya Rey, apakah masih ingat?""Oh! Mas Rey yang kecelakaan itu?""Hehe, iya benar. Non Silvya masih ingat rupanya." Terdengar suara ketawa kecil di ujung sana."Jangan panggil saya non, Mas. Panggil saja saya Silvya.""Oh, gitu ya? Hehe. Baiklah!" Rey tersenyum puas mendengar Silvya memintanya untuk memanggil nama."Oh iya, apakah mas Rey mau mengambil motor?" tanya Silvya to the point."Ehm, apakah Silvya ada di rumah sekarang?" tanya Rey balik."Tidak, saya mau keluar.""Oh kemana? Naik
"Kita mau kemana, Mas?" tanya Silvya bingung begitu sadar bahwa rute yang diambil oleh Rey menuju arah luar kota."Lho! Makan siang, kan? Saya punya rekomendasi makan siang yang enak. Hanya saja letaknya agak jauh dari kota," jawab Rey enteng."Oh!" Silvya merasa jantungnya deg-degan. Pergi jauh seperti ini dengan pria yang baru saja dikenalnya benar-benar mengkhawatirkan.Silvya memainkan jarinya dengan tegang. Ia merasa tidak bisa berbuat apa-apa diajak oleh seorang pria asing yang baru saja dikenalnya."Kamu takut?" Rey seolah tau apa yang sedang dirasakan oleh Silvya.Ia melirik ke arah Silvya yang terus menunduk. Melihat Silvya yang terlihat tegang membuatnya gemas."Aku tidak bisa pergi jauh-jauh. Nanti suamiku mencari." Silvya berusaha berdalih."Kalau mencari kan bisa telpon? Tidak masalah, 'kan? Kamu bilang saja sedang pergi bersama dengan temanmu." Rey men
Merasa mobilnya bergerak dengan cepat, Silvya membuka matanya. Dan Rey tidak lewat jalan tol seperti tadi ketika mereka berangkat."Mas, kita mau kemana?" tanya Silvya dengan cemas."Pulang, 'kan? Kamu istirahatlah dulu. Nanti kalau sudah sampai apartemen, kamu aku bangunin ya?" Rey berkata dengan nada lembut.Dan tangannya dengan intim meremas tangan Silvya, membuat Silvya seketika menarik tangannya. Hatinya merasa semakin cemas. Ucapan tante Aura semakin terngiang-ngiang di telinganya. Apakah Rey benar-benar pria seperti yang ia bayangkan di otaknya?Silvya sudah tidak lagi bisa memejamkan mata, melihat rute yang berbeda, ia jadi tidak tau apakah ini benar-benar menuju kota atau tidak? Ia kembali melirik Rey yang terlihat santai mengemudikan mobil. Wajah Rey terlihat baik dan tidak seperti penjahat. Tapi ... bukankah para penipu dan penjahat juga banyak yang berwajah baik?"Kok
Chapter ini berisi hal detail untuk usia 21++ harap di skip bagi yang belum cukup umur! Dan itu sebabnya harus dibuat sedikit mahal ya!Penulis sudah berusaha mencari kata yang wajar sebisa mungkin. Harap dimaklumi jika masih terselip satu atau dua kata."Oh, Mas Rey ... ja ngan ...!" Silvya berusaha menyingkirkan Rey dari atas tubuhnya.Tapi tangan Rey yang sudah lihay dalam menjarah tubuh para wanita segera melemahkan Silvya di area titik-titik sensitivenya. Ia mencumbu telinga dan leher Silvya membuat suara Silvya semakin lemah dan mengeluarkan suara erotis bercampur dengan tangisan yang mulai redup.Dan Silvya memanggilnya dengan sebutan apa tadi? 'Mas' lagi? Ah! Wanita ini pasti sudah dalam fase menikmati dan bukan marah ... ! Rey semakin agresif dalam membuat Silvya melayang."Rey ... ! Mas ... ! Aku ... harus pulang ..." Silvya merasa otaknya sudah hampir lumpuh.
Silvya mengintip dari belakang tubuh Rey. Lampu mobil masih terus saja menyorot ke arah Rey dan gaung mobil semakin keras walaupun mobilnya tidak bergerak.Dari sisi sebelah, Rey sama sekali tidak bisa mengetahui siapa dan apa yang dilakukan oleh si pengendara mobil. Karena cahaya yang menyilaukan itu menghalangi pandangannya. Mobil itu masih berada di posisinya semula dan sama sekali tidak terlihat tanda-tanda bahwa pengemudinya akan turun.Rey memberanikan diri mendekat sambil tetap menjaga Silvya di belakangnya. Sementara itu, tangan satunya menjadi pelindung mata dari sinar yang menyilaukan. Namun baru saja dua langkah ia berjalan terdengar suara pintu mobil dibuka dan ditutup sementara lampu mobil dibiarkan untuk terus menyala.Bayangan gelap itu berjalan sampai di sisi mobil. Tubuhnya terlihat tinggi namun wajahnya masih belum bisa dikenali baik oleh Rey maupun Silvya. Karena ia masih berdiri di sisi yang gelap. N