Knock! Knock !!
Sebuah ketukan di pintu mengagetkan Silvya. Ia segera bangun dari acara berbaringnya sambil mengerutkan kening. Siapa yang mengetuk pintu? Jelas itu bukan Jim! Jim bisa membuka pintu kamar ini sendiri. Tidak perlu mengetuk pintu seperti ini. Silvya berjalan ke arah pintu dengan penuh pertanyaan. Mungkinkah room boy? Tapi ia tidak merasa memesan apapun.
"Ya? Ada apa?" Ia melihat seorang pria yang usianya masih terlihat muda berdiri di depan pintunya.
Wajah pria itu sangat tegas dan maskulin. Kulitnya berwarna sawo matang dengan garis rahang yang tegas. Alisnya tebal demikian juga bibirnya. Tubuhnya tinggi namun tidak setinggi Jim. Ia mengenakan kaos yang memperlihatkan bentuk tubuhnya yang keras dan sedikit berotot. Dan ... dia cukup tampan ...!
"Maaf, apakah benar ini adalah kamar dari ..." Pria itu mencoba memancing Silvya untuk menyebutkan namanya.
"Jim Cartersville ..." sahut Silvya
"Ah, ya benar! Dan anda adalah ...?" Pemuda itu masih berusaha memancing agar Silvya sekali lagi menyebutkan namanya.
"Nyonya Cartersville," sahut Silvya masih dengan ekspresi bingung.
"Ah, ya! Benar, tentu saja anda adalah Nyonya Cartersville." Pria itu membeo dengan tampang bodoh.
"Saya diperintahkan oleh suami anda untuk memberikan ini kepada istrinya." Pria itu memberikan sebuket kecil bunga yang indah dengan warna-warna yang memikat.
"Anda yakin?" Silvya seperti tidak percaya menerima sebuket bunga itu. Sejak kapan Jim memberinya bunga? Bahkan berkali-kali salah pun, ia tidak pernah mengirim bunga dan bersikap romantis seperti ini.
"Tentu saja," jawab pemuda itu sambil tersenyum.
Ia menatap Silvya dari atas ke bawah dengan perasaan gemas. Silvya sedang mengenakan dress terusan bermotif bunga-bunga dengan model V neck di bagian leher . Bajunya tidak terlalu ketat dan seksi namun cukup memperlihatkan bentuk tubuh Silvya yang ramping. Dan sekalipun belahan dadanya tidak terlalu rendah, mata pria itu seperti bisa membayangkan apa yang terdapat di balik dress yang sedang dikenakan oleh Silvya.
Silvya masih memperhatikan bunga-bunga yang baru saja ia terima dengan penuh kekaguman. Bunga-bunga kecil itu dirangkai sedemikian rupa dengan warna-warna yang cantik dan memikat hati. Ada seutas pita berwarna merah tua yang membingkai buket bunga itu. Dan tanpa sadar, Silvya tersenyum, hatinya seketika merasa baik ketika mengetahui bahwa Jim ternyata masih memikirkan perasaannya.
Jika saat pacaran dulu, Jim hanya hobby ngegombal dan minta maaf, tapi setelah menikah keliatannya ia lebih tau sopan santun dan mengerti cara memperlakukan istri dengan baik. 'Ah! Kamu ini manis sekali, Jim,' Silvya berucap dalam hati.
"Emm? Oh ya sebentar!" Silvya baru sadar bahwa pria tadi ternyata masih ada di hadapannya.
Ia segera masuk untuk mengambil uang lalu kembali keluar dan memberikannya ke pemuda pengantar bunga tersebut.
Sang pemuda mengerjapkan matanya melihat Silvya memberinya uang. Apakah tampangnya terlihat seperti room boy atau kurir? Ia jadi merasa insecure sendiri.
"Oh! Tidak perlu, Nona. Saya tidak bisa menerima tips seperti ini." Pria itu menolak dan tersenyum kecut melihat perlakuan Silvya padanya.
"Ohh! Terus?" Silvya jadi bingung, kenapa pria ini tetap bertahan di sini jika dia tidak membutuhkan tips? Dan dia barusan memanggilnya apa? Nona? Bukankah tadi sudah jelas bahwa ia memperkenalkan dirinya sebagai nyonya Cartersville? Ah sudahlah !
"Terus?? Terus apa?" Si pemuda garuk-garuk kepala dengan tampang bodoh karena tidak mengerti dengan maksud Silvya.
"Kenapa kamu tidak pergi dan masih tetap di sini?" Silvya menatap pemuda itu dengan heran.
"Ohh! Ya! Ya!! Itu, ya itu baiklah, saya akan pergi sekarang. Terimakasih!" Pemuda itu pun segera berlalu.
Namun baru beberapa langkah berjalan, pemuda itu masih menyempatkan dirinya untuk menoleh ke arah Silvya sekali lagi. Dan begitu tatapan mereka bertemu, pemuda itu malah tersenyum dan melambaikan tangannya sok akrab.
Silvya jadi sedikit melotot dibuatnya. Ia menatap punggung pemuda itu sambil geleng-geleng kepala. Lalu ia pun masuk. Dan sepanjang siang itu, sambil menunggu kedatangan Jim, ia mengagumi keindahan bunga pemberian suaminya.
***
"Sial! Dia malah menyebutkan nama belakang suaminya!" Pria pengantar bunga itu terlihat gemas dan frustrasi.
Keliatannya ia harus mencari cara lain untuk bisa mengenal Silvya lebih dekat. Baru saja ia menghempaskan pantatnya di ranjangnya, ponsel pemuda itu tiba-tiba berdering. Ia bergegas mengangkatnya begitu tau nama yang muncul di sana.
"Halo, selamat siang, Pak Jim?"
"Rey! Kamu apakan istriku semalam? Apakah kamu membiusnya?" tanya Jim dengan nada menuduh.
"Oh! Maaf, pak Jim. Istri anda berontak. Dan saya takut beliau tau bahwa saya bukan anda. Makanya terpaksa harus saya lakukan dengan cara itu. Tapi ... saya sudah menunjukkan rasa penyesalan saya, Pak Jim. Saya sudah mengiriminya bunga atas nama anda. Mohon saya dimaafkan," kata pemuda bernama Rey itu dengan nada sungguh-sungguh.
"Kau? Mengiriminya bunga??? Lancang sekali kau!!!" Jim terdengar marah.
"Tapi, itu atas nama anda, Pak Jim. Bukan atas nama saya." Rey berusaha menjelaskan.
"Aku? Untuk alasan apa aku harus mengiriminya bunga?? Kau jangan lancang Rey!!! Aku takkan menggunakan jasamu lagi!!" Jim semakin marah dan ia hendak menutup panggilannya tapi dengan cepat Rey menahannya.
"Pak Jim!! Tunggu sebentar, Pak!! Saya sedang butuh uang saat ini. Please, kasi saya kesempatan, Pak! Saya tidak akan mengulangi kecerobohan saya lagi. Saya janji!!" Rey berkata dengan nada penuh permohonan.
Tidak! Dia tidak siap jika harus putus hubungan dengan Silvya saat ini. Ia mulai terobsesi dengan wanita itu. Wajah Silvya sejak semalam selalu menghantuinya dan ia benar-benar menderita karenanya. Bahkan ia rela membayar kamar hotel yang mahal ini demi untuk mengenal Silvya lebih dekat.
"Kau sudah berani meminjam namaku, Rey!! Aku tidak suka kau terlalu terlibat dalam urusan pribadiku. Tugasmu hanya melakukan apa yang kuperintahkan! Tidak lebih!! Apa kau mengerti?" Jim berkata penuh penegasan.
"Iya, Pak Jim. Saya sangat mengerti! Saya memang salah. Saya hanya takut istri anda menganggap anda kejam karena tindakan saya semalam, itu sebabnya saya memakai nama anda untuk minta maaf," tukas Rey lagi.
Rey mendengar Jim mendengus kesal. Hatinya sangat berdebar, takut jika Jim tiba-tiba memutuskan hubungan kerja dengannya.
"Kau bilang apa padanya tadi?" tanya Jim akhirnya.
"Saya bilang, anda mengiriminya bunga. Hanya itu saja. Dan beliau terlihat senang menerima bunga dari anda."
"Huh! Aku tidak butuh kata-kata manis darimu!" Lalu panggilanpun ditutup sepihak.
Hati Rey seperti dihempaskan. Jadi? Apa artinya itu? Apakah Jim sudah memutuskan hubungan kerja dengannya? Atau apa? Ah! Perasaan Rey jadi kacau seperti orang yang baru putus dengan kekasih kesayangan.
Ia kembali duduk menghadap jendela dengan tirai yang sedikit disingkapkan. Ia ingin melihat Silvya keluar dari kamarnya. Tapi mungkinkah? Wanita itu sepertinya lebih senang di dalam kamar.
Jadi apa yang harus dia lakukan agar bisa menemuinya?
****
Ada sedikit adegan vulgar. Harap bijak memilih bacaan.Silvya menunduk dan menangis tersedu. Ia tidak percaya Jim melakukan ini padanya. Setelah kemarin seharian ia dibuat bahagia olehnya, kini ia harus menangis lagi."Kenapa kamu lakukan ini padaku, Jim? Kenapa? Kamu baru saja memberi kebahagiaan padaku ... dan kini, kamu kembali membuatku bersedih ..." Silvya berkata sambil menangis tersedu.Seorang pria di hadapannya menatap Silvya dengan tatapan sayang dan prihatin. Ia meraih tangan Silvya dan menggenggamnya erat."Aku harus melakukannya, Sayang. Aku tidak bisa hidup dengan perasaan bersalah seperti ini." Jim berusaha menjelaskan.Wajahnya melihat Silvya dengan tatapan iba."Dan aku, kamu biarkan hidup sendiri? Betapa teganya kamu!" Silvya menatap Jim sambil berderai air mata."Berdoalah supaya hukumanku tidak berat, Sayang. Doa kita
Bab ini mengandung adegan 21++Silahkan di skip bagi yang tidak tahan godaan.Namun, bagi yang suka digoda silahkan baca terus. Inget! Segala dosa dan racun yang timbul akibat membaca bab ini silahkan tanggung sendiri! Jangan nyalahin Silvya, apalagi Kaesang!Satu minggu berlalu ... Jim dan Silvya lebih banyak tinggal di rumah ..."Silvya, aku merasa sangat tidak tenang ... perasaan bersalah ini, bagaimana aku harus mengatasinya?" Wajah Jim terlihat depresi."Sebaiknya kamu berusaha melupakannya, Sayang ..." Silvya yang membawa kudapan duduk di samping Jim yang sedang menonton TV di ruang tengah.Jim sedang menonton berita TV tentang kisah pembunuhan di sebuah desa di jawa timur. Seorang suami yang cemburu dengan tega membakar istrinya sendiri."Aku tidak bisa hidup dengan perasaan seperti ini, Sayang ..." Suara Jim terdengar penuh penyesalan.Silvy
Mulut Silvya seketika menganga dengan kedua tangan menutupi bibirnya. Apa yang barusan Jim katakan? Ia membunuhnya?? Tap-tapi kenapa?"Ya! Aku membunuhnya, Silvya!!" Jim menghentikan mobilnya di pinggir jalan lalu menelungkupkan wajahnya di atas kemudi dan menangis sesenggukan."Astaga, Jim. Kenapa bisa begitu? Apa yang terjadi sebenarnya?" Silvya berusaha menenangkan perasaannya sendiri lalu memeluk Jim yang menangis dengan frustrasi.Jujur saja, baru kali ini ia melihat suaminya sesenggukan seperti ini. Jim yang biasanya santai dan penuh senyuman bisa terlihat rapuh seperti ini."Ak-aku sangat marah padanya, kami bertengkar dengan hebat ... dan ... dan kami sama-sama emosi. Ak-aku tidak tau ... apa yang menguasai pikiranku. Ia berteriak marah lalu mengancamku, kami ... kami terlibat pertengkaran mulut yang hebat sampai ... ia mengambil pisau ... ia tidak mengijinkan aku pergi. Ia takut aku tidak kembali
"Ini bukan kisah khayalan, kalo kamu mau, aku bisa kenalin kamu. Sebut saja namanya Zizi, dia seorang wanita dengan pergaulan bebas, hidupnya penuh dengan dunia malam, diskotik, narkoba bahkan bergonta ganti pasangan. Suaminya pun juga orang diskotik sebut saja Adam, mereka berdua menjalani kehidupan kelam, bandar narkoba dan membuka usaha diskotek. Dan dalam menjalani pernikahan, baik Adam maupun Zizi tetap menjalani kehidupan seperti itu. Mereka dugem berdua dan sesekali berganti pasangan. Mereka sangat kaya dari penghasilan haramnya itu. Dan apakah mereka butuh Tuhan? Tentu saja tidak! Mereka tidak pernah beribadah tapi kekayaan berlimpah ... sampai suatu hari, diskotek mereka terbakar. Kehidupan mereka berubah, dari kaya menjadi miskin. Usaha mereka sebagai bandar narkoba terciduk dan Adam sang suami harus mendekam di penjara. Zizi sangat stress sampai ia berniat untuk bunuh diri. Hutangnya bernilai milyaran, tanpa pekerjaan dan tanpa sang suami membuat Zizi tidak bisa berpikir
"Siapa, Sayang?" Jim yang melihat Silvya terdiam seketika menatapnya."Bukan siapa-siapa. Hanya orang salah sambung, Sayang!" Silvya lalu menutup panggilan Mark sepihak tanpa mengatakan apapun.Tangan Silvya menggenggam tangan Jim dan wajahnya menunjukkan sebuah senyuman yang cantik."Kamu yakin itu salah sambung?" tanya Jim dengan tatapan curiga."Iya, Sayang," bohong Silvya berusaha meyakinkan.Jim menatap jendela kaca, hatinya merasa tidak tenang. Entah kenapa ia sangat yakin bahwa itu adalah Mark. Silvya pasti sedang berusaha menghalanginya untuk berhubungan dengan mantannya itu.Jim kembali melirik Silvya. Tapi wajah Silvya sangat datar dan tanpa ekspresi.Ponsel Jim kembali berdering dan Silvya kembali mengangkat panggilan itu."Silvya! I need to talk with Jim. Don't hang up the phone!" Suara Mark kembali terdengar, kali ini lebih t
Keesokannya, Silvya dan Jim pergi ke rumah teman Silvya yang bernama William.Hati Jim sudah cemas saja. Sekalipun Silvya sudah meyakinkan bahwa aibnya tidak terbongkar, tapi ia masih tidak yakin. Apa yang akan dibahas jika tidak membongkar aib?Jim dan Silvya tiba di sebuah rumah yang terlihat mungil dan serba minimalis dari segi bangunan. Halamannya juga terlihat rapi dan sangat terawat. Rumput pendek seperti sebuah karpet beludru berwarna hijau terhampar di sisi kanan dan kiri jalan setapak yang terbuat dari batu alam. Terlihat sangat asri dan menenangkan."Ini rumahnya temanku, William," ujar Silvya sambil menggandeng Jim untuk memasuki halaman.Silvya mengetuk pintu rumah dan sebentar kemudian, muncullah seorang pria bertubuh jangkung dengan kacamata berbingkai hitam menyambut mereka dengan ramah."Hai Silvya, kamu benar-benar tepat waktu ya?" William berkata sambil tersenyum.
Jim menangis sambil memeluk tubuh Silvya dengan erat! Rasa penyesalan begitu menguasai dirinya! Ia menyesal telah mempertaruhkan hidup Silvya dalam sebuah pernikahan semu dengannya."Maafkan aku, Silvya! Maafkan aku!" Jim terus menceracau tidak jelas.Jim menangis untuk pertama kalinya demi Silvya. Rasa penyesalan itu seperti tidak bisa ditebus lagi."Apakah kamu mau bertobat jika aku memaafkanmu?" Suara Silvya mengagetkan Jim yang masih menangis penuh penyesalan.Jim seketika membuka matanya. Dan dari arah sebelah sana, ia melihat beberapa orang datang ke arahnya sambil menodongkan senjata dengan sikap waspada.Jim menoleh ke sebelah kanannya, di sana ia melihat tubuh Mark rebah dengan kondisi sudah tertembak.Jim lalu menatap Silvya yang masih terbaring di dadanya sambil tersenyum. Silvya keliatannya baik-baik saja. Dan bunyi yang tadi ia dengar keliatannya adalah bunyi tembak
Mark tertawa mendengar kata-kata Silvya. Ketika Jim memohon kepadanya untuk mengampuni nyawa wanita ini, si wanita malah sok-sok an jadi pahlawan."Okay, so are you really not afraid to day? How about this?" Mark mengarahkan pistolnya ke arah Jim.Dan kali ini ekspresi Silvya yang terlihat tegang."Mark, if you want me you better kill me now! Jim has nothing to do with you! You hate me, don't you?" Silvya berusaha mempengaruhi Jim agar tidak menyakiti Jim.Dan Mark semakin tertawa keras. Keliatannya ia sangat menyukai situasi ini. Jim mengkhawatirkan Silvya dan demikian juga sebaliknya."Ohh, you're so sweet, Silvya!" Mark menyentuhkan ujung pistolnya ke dagu Silvya.Pelatuk pistol sudah ditarik dan itu bisa meledak kapan saja."Mark, please let her go! Listen, actually, I want to recover our relationship. I've been looking for you
Jim seketika terkesiap mendengar suara orang yang sangat ia kenal! Suara itu, sedang ia cari saat ini!"Mark? Is that you?" tanya Jim memastikan."Yeah, honey! I'm with your wife now. Did you ever miss me?" Suara Mark terdengar serak."Mark, I'm looking for you all this time. Where have you been?" Jim tidak percaya bahwa Mark malah menghubunginya."Listen, Honey! I'll take your wife with me and please, don't call the police or I'll kill her!" Mark berkata dengan nada mengancam."No Mark! You don't have to! I won't call the police. Please! I promise!" Jim berusaha meyakinkan."I'll call you later, Jim!" Panggilan pun diputus sepihak.Jim langsung terkesiap. Silvya bersama dengan Mark!Jim tidak punya pilihan selain menelpon Tony! Niatnya untuk bertemu baik-baik dengan Mark kini malah hancur bera