Mendengar Kakek Jayadi berkata demikian, tatapan Anggun lantas tertuju pada pria tua berambut putih dengan tatapan serius. "Semuanya?""Ya, tentang pernikahan kamu yang tidak sesuai ekspektasi bukan?!" Kakek menjawab dengan jujur, ia tersenyum tipis lalu menarik napas. "Sedari kecil Vicky dan Vickal tidak bisa terpisahkan. Barulah sekitar usia sepuluh tahun mereka terpisah karena ayah mereka meninggal karena sebuah kecelakaan mobil. Andini, ibu sambung mereka memilih pergi ke kota dan membawa Vicky. Aku sengaja menahan Vickal di sini karena jujur aku sendiri takut akan kesendirian. Setelah putraku meninggal, aku melihat masa tuaku begitu suram. Aku tidak memiliki siapapun kecuali hanya Vickal. Beruntung anak itu mau tinggal dan menemaniku sampai sekarang."Keduanya kini diam, Anggun menyimak cerita itu dengan kedua tangan saling beradu sedangkan Kakek Jayadi terdiam guna mengenang masa-masa sulit yang pernah ia lalui selepas anak laki-lakinya meninggal kala itu. Kembali menarik napas,
****"Apakah kamu yakin Mas?" Vicky terlihat bingung, untuk sesaat ia terbengong dengan keputusan Vickal yang menurutnya diluar nalar. "Mas, kamu dan Anggun sekarang suami istri. Jika aku berada ditengah kalian, aku takut Anggun tidak bisa berpaling dariku. Maaf ya Mas, bukannya aku sombong atau apa tapi ini demi kebaikan rumah tangga kalian juga."Vickal terdiam, tanpa diketahui Vicky pria itu meremas jarinya di dalam saku celana dengan erat. Sebenarnya apa yang dikatakan adiknya memanglah benar, jika ia membiarkan Vicky terus hadir dalam rumah tangganya maka sejauh apapun Vickal berusaha maka Anggun tetap tidak akan bisa melupakan Vicky dan terus mencintainya. Namun di lain sisi, Vickal tidak mau dicap sebagai seorang pria yang tak berperasaan. Ia tidak cukup mengenal Anggun, sebuah kesulitan bagi dirinya untuk mengenali gadis itu terlebih mereka baru mengenal dalam hitungan hari. Rasanya pasti sulit untuk Anggun menjalani hari di tempat terasing seperti ini tanpa ada satupun keluar
Vicky terdiam, berat baginya untuk menuruti kata ibu sambung. Bagaimanapun Vickal adalah saudara laki-lakinya, ia tidak bisa melakukan kecurangan itu demi sebuah harta tapi...."Ngerti nggak sih Vicky?!" Andini setengah membentak, menahan suaranya agar tidak terdengar orang lain. Wanita itu hendak menjewer kuping Vicky namun segera ditepis oleh si empunya kuping."Iya-iya Bu, iya. Vicky ngerti kok," ucap Vicky lalu mundur beberapa langkah untuk menghindari serangan tiba-tiba dari Andini.Wanita paruh baya itu tersenyum puas lalu menganggukkan kepala, ia berkacak pinggang sekali lagi. "Bagus, itu baru anaknya Andini. Ya sudah, kamu segera mandi sana. Bau sekali badanmu!"Vicky menarik napas lalu berbalik badan meninggalkan Andini. Kini di depan gudang itu hanya tinggal Andini seorang diri, sambil tersenyum puas Andini bersedekap dan membayangkan indahnya masa depan. "Dengan memperalat Vicky, aku akan mendapatkan harta dari Hariyadi. Andini akan menjadi wanita paling kaya se-Indonesia."
"Bagaimana Bapak-bapak? Apakah sah?""Sah!" Para lelaki yang terdiri dari pria paruh baya serta sesepuh menjawab dengan lantang dan juga keras hampir bersamaan."Alhamdulillah, mari kita berdoa untuk mempelai bersama-sama." Sang penghulu lantas menengadahkan tangan, bersiap untuk mendoakan sang mempelai yang kini tengah berbahagia di hadapannya karena telah sah menjadi pasangan suami istri sekarang.Setelah beberapa menit berlalu dengan mendoakan sang pengantin, sang penghulu mengakhiri doanya dengan bacaan hamdalah. "Nah Anak-anakku, sekarang kalian telah resmi menjadi suami istri sekarang. Selamat ya?! Semoga dengan bersatunya kalian, rejeki yang ada di langit maupun di bumi bisa menjadi berkah untuk kalian semua. Aamiin. Ingat, jangan saling menyakiti, kalian harus saling menerima dan berbagi satu sama lain dengan perasaan ikhlas dan juga legowo."Sang penghulu memberikan nasehat, tidak banyak namun cukup meresap ke dalam hati. Siapa pun yang menikah pasti akan diberi nasehat kecil
Anggun Clarissa, gadis yang menyandang status perawan tua abadi akhirnya tahun ini bakal mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi pria yang ia kenal sejak sekolah menengah pertama.Vicky Rahmanto, pria yang menjadi sahabat masa kecilnya tidak menolak saat Hermawan—paman Anggun mengajukan lamaran terhadapnya. Hah? Apa tidak salah? Seharusnya kan pihak laki-laki yang mengajukan lamaran tapi ini kok—Ya, Hermawan selaku paman dari Anggun merasa bosan dan jenuh dengan status Anggun yang dianggap perawan tak laku-laku. Diusianya yang genap dua puluh delapan tahun, Anggun belum mendapatkan jodoh sebagai pasangan hidup. Hal ini membuat sang paman merasa gemas bukan main, tak ingin keponakannya mati dalam keadaan tua, lajang, dan menyendiri akhirnya Hermawan nekat melamar Vicky—pria yang selalu dekat dengan Anggun sedari kelas dua SMP.Malam itu rumah Anggun sudah ramai dengan beberapa orang yang turut membantu acara pernikahan, beberapa diantara mereka ada yang sibuk memasak, memasang dekor
Gara-gara E'ek cicak, Anggun kesiangan pagi itu. Benar-benar sial! Anggun bangun dari tidurnya tepat pukul setengah tujuh pagi dimana semua orang sudah bersiap-siap untuk menyambut penghulu yang rencananya akan datang pukul delapan nanti.Dengan jurus kuda lumping, Anggun menendang selimut yang menutupi tubuhnya. Memeriksa ponsel, Anggun berdecak kesal karena ponselnya habis baterai."Anggun, ayo bangun dan mandi! Kamu harus dirias sebelum acara akad nanti." Suara sang paman terdengar dari luar, memecah perhatian Anggun yang sibuk mencari kabel pengisi daya jatuh di kolong ranjang."Iya Paman, ini baru ganti baju." Anggun berteriak, lagi-lagi berbohong demi menghindari kemarahan sang paman. Melupakan usahanya mencari kabel pengisi daya, Anggun lalu meletakkan ponselnya sembarang tempat dan melesat pergi ke kamar mandi.Ingat bahwa malam tadi ia terkena E'ek cicak, Anggun lantas keramas sebersih mungkin. Jangan sampai bau E'ek cicak itu membekas dan mengganggu penampilannya saat ini.S
Dengan bermodalkan kata basmallah, Anggun keluar dari kamar rias. semua orang sejenak terpana dengan kecantikan Anggun yang begitu memesona. Banyak pemuda yang melewatkan Anggun begitu saja hingga tak sedikit dari mereka berdecak karena merasa sangat menyesal sekarang. Hanya satu yang kini mereka pikirkan sekarang, kemana saja mereka saat Anggun tumbuh dewasa?! Memakai kebaya putih dengan sanggul modern yang begitu rapi, Anggun sangat cantik dengan memakai softlens warna abu-abu terang. Bulu matanya yang lentik sangat menunjang warna bola mata gadis berusia dua puluh delapan tahun itu.Duduk bersimpuh di depan meja seukuran pas dua orang, Anggun beserta pamannya tengah menunggu kehadiran Vicky pagi itu. Suasana mendadak menjadi tegang dan mencengangkan, tak ada suara perbincangan santai seperti sebelumnya. Semua orang turut menunggu kehadiran sang mempelai pria dengan jantung tak kalah berdebar.Ruangan yang sebelumnya ramai dan penuh dengan gelak tawa kini mendadak mencekam seperti
Entah sudah berapa lama Anggun pingsan, ia baru saja sadar saat aroma minyak kayu putih menyengat hidungnya beberapa kali. Gadis itu perlahan membuka mata, tatapannya yang gelap kini berangsur membaik. Menatap langit-langit kamar, mata Anggun lantas mengedar ke seluruh ruangan. Otaknya yang kosong kini mulai terisi oleh adegan demi adegan sebelum akhirnya ia jatuh pingsan.Semua orang kini berada di dalam kamarnya, satu per satu ditatapnya dengan tatapan sedikit heran hingga akhirnya ia menatap sosok yang ia yakini sebagai Vicky Rahmanto. Bergegas bangun, Anggun lantas memeluk pria yang duduk di sisi ranjangnya dengan begitu erat. "Vicky, aku hanya bermimpi 'kan? Semua yang terjadi ini hanyalah mimpi buruk 'kan? Aku hanya ingin kamu yang menjadi suamiku, bukan yang lain."Semuanya terdiam begitu saja ketika mendengar Anggun berkata demikian. Hingga akhirnya salah satu orang yang hadir dalam ruangan itu angkat bicara dan menyadarkan Anggun. "Mbak Anggun, yang kamu peluk itu Mas Vickal