Share

Bab 8. Jangan Berharap Banyak

Vickal menatap Anggun datar, matanya terlihat genit membuat Anggun makin kalap dibuatnya. Bagaimana bisa pria yang baru saja ia kenal kini berlaku genit kepadanya dalam hitungan jam?!

"Apa kau bilang? Jangan menatapku segenit itu. Dasar pria mesum! Turun kau dari ranjangku!" Anggun mulai mengusir, ia meraih bantal dan memukulkan benda empuk itu ke tubuh Vickal berkali-kali. "Jangan berharap ada malam pertama diantara kita. Pergi kau! Tidur di sofa dan jangan sekali-kali mendekati ranjangku."

Vickal lantas turun dari ranjang, ia berdiri dan bersedekap. "Baik kalau begitu, cepatlah tidur dan jangan main game. Jika kau tidak menurut pada saya maka saya akan menidurimu malam ini juga."

Anggun menganga, sungguh tak percaya jika cheetah yang terlihat diam dan tenang kini mulai menunjukkan taring di depannya. Bagaimana bisa pria ini bersikap galak terhadapnya sementara di depan orang-orang ia terlihat kalem dan begitu luar biasa? Ah, inikah berkah akibat ketiban E'ek cicak? Sungguh sialan!

"Oke, oke. Aku tidak akan bermain game lagi, aku akan tidur seperti yang kau perintahkan." Anggun akhirnya menurut, ia mematikan ponsel lalu melemparkannya ke atas meja dengan kesal. Menarik selimut dengan tatapan marah, Anggun bersiap untuk tidur. "Aku tidur sekarang!"

****

Malam itu berlalu dengan penuh pergolakan batin, setidaknya itu yang dirasakan Anggun saat berada di kamar bersama Vickal. Harapannya untuk menikahi Vicky, sahabat masa kecilnya harus pupus saat ia harus menerima kenyataan bahwa ia salah memilih orang membuatnya merasa menyesal seumur hidup.

Setelah membersihkan diri, Anggun turun dari kamar. Wajah gadis itu terlihat pucat dan tidak baik-baik saja. Ya, tentu saja tidak baik karena untuk pertama kali dalam hidupnya ia mulai disetir oleh pria yang sama sekali tidak ia cintai. Menyusul dibelakangnya terdapat Vickal yang membawa koper berisi pakaian milik Anggun untuk dibawa ke dalam mobil.

Seluruh keluarga menebar senyum, berekspektasi tentang malam pertama mereka yang mungkin jauh lebih hot dari malam pertama manapun. Anggun membetulkan letak kacamatanya dan menyusul beberapa anggota keluarga yang berkumpul di ruang makan untuk sarapan pagi.

"Wah, selamat pagi pengantin baru. Kenapa terlihat tidak bersemangat? Apakah Vickal tidak melakukan tugasnya dengan baik?" Andini merasa penasaran, menanyakan hal itu secara tersamar.

Anggun merengut, kesal dengan pertanyaan semacam itu. Duduk di kursi ruang makan, Anggun tidak menjawab apapun yang menjadi pertanyaan ibu mertuanya.

"Anggun ada apa? Oh, apakah kamu lelah?" Andini lagi-lagi bertanya dengan wajah dibuat khawatir, ia menyentuh tangan Anggun yang terasa begitu dingin sehabis mandi. "Aku akan menasehati Vickal agar memperlakukanmu dengan lembut. Sayang sekali pasti terasa sakit ya?!"

Anggun menatap Andini dengan tatapan dingin, ia menarik tangannya lalu menatap piring yang kosong di hadapannya. Perlahan ia menarik napas dalam-dalam lalu menganggukkan kepala. "Ya luar biasa sakit sekali."

"Kasihan sekali Kesayanganku ini. Sungguh malam pertama yang begitu berkesan," ucap Andini dengan wajah dibuat khawatir namun menyimpan rasa geli yang tak mampu untuk ia hindarkan.

Anggun mengerutkan dahi, rupanya ada kesalahpahaman diantara mereka. Gadis itu lantas buru-buru menekankan ucapannya. "Tidak ada malam pertama malam ini dan selamanya tidak akan ada."

Vickal yang baru saja selesai meletakkan koper di bagasi mobil segera bergabung dengan keluarga di meja makan. Andini menganga, tak percaya jika Anggun bisa berkata selantang itu.

Mendapati putranya telah hadir, Andini lantas menepuk tangan Vickal sedikit kencang. "Hei perjaka, apa yang sudah kau perbuat pada istrimu? Kenapa ia berwajah masam seperti itu? Tidakkah kau melakukannya dengan pelan-pelan dan hati-hati?"

Vickal menatap Anggun sekilas, tak mengerti dengan bahan obrolan mereka saat ini. "Ya, tentu saja dengan hati-hati. Saya tidak akan seceroboh itu."

Andini mengangguk, ia menatap Anggun sekali lagi. "Kau dengar Menantuku, Vickal akan membahagiakanmu malam ini. Jangan takut ya, dia pasti akan bersikap lembut padamu."

"Terserah kalian mau bicara apa?! Yang jelas tidak akan ada malam pertama, malam kedua, ataupun malam seterusnya." Anggun terlihat ketus, ia meraih nasi dengan centong nasi yang tersedia.

Semua orang terdiam hingga akhirnya Vickal sendiri yang membuka suara. "Jangan khawatir, saya akan segera menunaikan tugas dengan sempurna. Saya akan segera memberi kalian cucu."

Anggun menoleh cepat, matanya melotot ke arah Vickal. Ia marah dengan ucapan pria tersebut. "Vickal—"

Pria dengan wajah rupawan itu menyeruput tehnya dengan tenang, ia meletakkan cangkir lalu menatap Anggun dengan tatapan datar namun tajam. "Sebuah pernikahan akan selalu menghasilkan. Mari kita lihat hal baik apa yang akan kita hasilkan nanti, Nona Anggun. Apakah kau setuju dengan saya?"

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status