Share

Bab 7. Malam Pertama

Vickal memilih untuk tidak membuat kegaduhan semakin parah malam itu dengan cara kembali masuk ke kamar mandi dan memakai pakaian kotor yang semula ia pakai. Sungguh dirinya merasa menjadi pengantin pria paling apes sedunia dimana ia harus menikah tanpa persiapan apapun dan harus menikahi seekor rakun yang begitu rewel.

Selepas memakai pakaiannya kembali, Vickal keluar dari kamar mandi. Rambutnya yang basah menyisakan beberapa tetes air yang mengalir melewati dahi dan juga pipinya. Pria itu nampak cuek, melirik sekilas ke arah Anggun yang memperhatikannya dengan begitu detail. "Ada apa? Tidak pernah melihat orang seganteng saya?"

Anggun lantas memalingkan wajah, ia tidak ingin pria ini menilainya dengan beraneka macam penilaian tak jelas. "Aku tidak tahu kenapa kamu harus hadir disaat suasana genting seperti ini?! Entah, apakah aku harus bersyukur atau kesal karena hal ini."

Vickal tak berkomentar, ia berjalan menuju ke pintu untuk keluar dari kamar pribadi milik Anggun. "Kamu terlalu banyak berpikir, saya sendiri juga kaget kenapa harus mendapatkan jodoh seperti kamu. Hanya saja saya segera menerima dengan ikhlas, karena apa? Terkadang Tuhan itu mempertemukan jodohnya dengan cara yang tak biasa."

Seusai menjawab demikian, Vickal keluar dari kamar Anggun. Entah apa yang ia lakukan diluar sana sama sekali tidak mengubah rasa kecewa yang kini telanjur merajam hati Anggun. Menghela napas, gadis itu bangkit dari sisi ranjang lalu bergegas untuk membersihkan diri. Siapa tahu seusai ia menyiramkan air ke tubuhnya maka pikirannya akan jauh lebih baik dan tidak sesesak ini.

Sementara itu Vickal menuruni anak tangga dan menuju ke ruang dapur. Rasa lelah karena harus berpura-pura bahagia di depan tamu membuatnya harus mendapatkan sentuhan kecil dari secangkir kopi yang akan ia buat sebentar lagi. Suasana rumah masih ramai, beberapa orang masih sibuk mengangkat beberapa kursi dan meja sewaan ke dalam truk.

Di ruang dapur Vickal mendapati Vicky tengah menikmati secangkir kopi sendirian. Ia tidak memiliki teman, entah kemana Andini pergi mungkin beliau sudah masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.

"Kenapa sendirian?" Vickal menyapa ala kadarnya seraya meraih salah satu cangkir keramik yang tertata rapi di meja dapur. Pria itu mencoba meracik kopi untuk ia minum malam ini.

"Ibu sudah berangkat tidur, semua orang disini nampak kelelahan. Hanya Paman Hermawan yang masih sibuk membantu orang-orang mengangkut kursi tamu sewaan ke atas truk besar." Vicky menjelaskan seraya menatap kepulan asap yang tercipta dari kopi yang ia buat.

Vickal terdiam, ia sibuk membuat kopi. Menambahkan dua sendok gula manis ke atas bubuk kopi, Vickal meraih termos air panas dan menuangkan air mendidih itu ke dalam cangkir. "Bagaimana? Apakah kau puas sekarang?"

"Hah? Apa maksudnya Vickal?" Vicky mengerutkan dahi, ia menatap saudara kembarnya dengan tatapan tak paham.

Vickal belum menjawab, ia tengah mengaduk kopinya dengan santai. "Hanya Tuhan yang tahu apa yang ada di dalam benakmu sekarang."

Menghela napas, Vickal lalu membawa cangkirnya meninggalkan ruang dapur. Pria itu memilih untuk tidak berdebat dan meninggalkan ruang dapur sementara waktu. Menaiki tangga, Vickal membawa kopinya dan memiliki gagasan untuk menikmati minuman kental itu di kamar.

Membuka pintu kamar dengan santai, tiba-tiba matanya terpaku saat Anggun baru saja selesai mandi dan tengah memakai salah satu beha yang ia lihat beberapa saat lalu. Melihat Vickal masuk tanpa mengetuk pintu, Anggun menyalak galak. Ia segera menutupi tubuhnya dengan handuk dan tak lupa pula menyumpahi Vickal. "Hei, apa kau lupa kau berada di rumah siapa sekarang? Ketuk pintu dulu jika kamu masuk. Kamu bukan pria berandalan 'kan?!"

Vickal tak menjawab, ia mundur beberapa langkah lalu menutup pintu kamar seperti semula. Tak ada kata maaf, menurut asumsinya ia tidak perlu melakukan hal itu karena pada dasarnya sekarang ia memiliki hak atas tubuh Anggun. Ya, mereka suami istri sekarang.

Pintu terdengar terbuka, Vickal menoleh saat sosok Anggun sudah berpakaian lengkap menatapnya dengan tatapan dingin. "Masuklah!"

Vickal tak banyak bicara, ia masuk ke dalam kamar lalu menutup pintu kembali. Pria berwajah tampan itu memilih duduk di salah satu sofa yang terdapat di pinggir jendela kaca di kamar itu. Menatap suasana malam yang gelap sembari menyeruput kopi yang tadi ia buat di dapur.

Anggun menatap Vickal sementara waktu tanpa banyak bicara. Berjalan menuju ke depan kaca rias, Anggun mencoba mengeluarkan softlens yang ia pakai dan mulai kembali memakai kaca mata usang miliknya dengan nyaman.

Suasana kamar itu begitu senyap, tak ada obrolan berarti kecuali sibuk dengan aktifitas masing-masing. Namun demikian kegundahan tetap saja menghampiri perasaan keduanya. Anggun mencabut kabel daya baterai di ponselnya lalu duduk diatas ranjang, beberapa game belum sempat ia selesaikan tadi malam.

"Apakah kau selalu bermain game setiap malam?" Vickal bertanya sesaat setelah melihat Anggun duduk diatas ranjang dan mulai bermain game andalannya.

"Ya, apa kau tidak suka? Seharusnya mulai malam ini kamu harus belajar membiasakan diri melihatku bermain game hingga larut pagi." Anggun menjawab santai tanpa menatap ke arah Vickal.

Vickal menghela napas, ia menyeruput kopinya lalu menatap pemandangan luar. "Seharusnya kamu mulai belajar bagaimana bersikap menjadi istri yang baik."

"Aku tidak memiliki cita-cita seperti itu, kamu bukan suami yang aku inginkan." Anggun berkata tanpa basa-basi, ia terus sibuk dengan ponselnya.

"Tapi kamu yang melamar Vicky Rahmanto 'kan?" Vickal menimpali, melirik sekejap ke arah Anggun untuk melihat reaksinya.

"Ya tapi itu bukan kamu tapi adik kamu." Anggun menjawab sekenanya, ekspresinya sedikit tertekan tapi ia berusaha menyembunyikan kekecewaannya dengan terus bermain game online.

Vickal tak menyangkal, ia memilih diam daripada percakapan berubah menjadi pertengkaran malam itu. "Tidurlah, jangan bermain game terus. Saya akan membawamu pulang kampung besok."

"Kenapa? Apakah aku harus menurut padamu?" Anggun menyangkal, ia pura-pura tertawa tanpa menghentikan kebiasaannya bermain game.

Vickal menatap Anggun sesaat, ia menarik napas dalam-dalam. Sepertinya kesabarannya akan diuji mulai sekarang, pria itu meletakkan cangkirnya di meja lalu beranjak berdiri. Perlahan ia berjalan mendekati ranjang, tanpa rasa malu Vickal menghempaskan diri di samping Anggun. Tentu saja Anggun berteriak kalap mendapati pria asing berada diatas ranjang bersama dirinya.

"Hei Cheetah apa yang kau lakukan? Aku tidak mengijinkanmu berbagi ranjang denganku. Sebaiknya kau tidur di sofa saja," teriak Anggun pada Vickal. Terpaksa gadis itu menghentikan permainannya dan meneriaki Vickal yang tiba-tiba saja menghempaskan diri di sampingnya.

Vickal menatap Anggun dengan sorot mata aneh, "Apakah kita tidak akan melakukan malam pertama, Anggun?"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status