Home / Rumah Tangga / Usai Bercerai / Aku Bukan Dirimu

Share

Usai Bercerai
Usai Bercerai
Author: Srirama Adafi

Aku Bukan Dirimu

Author: Srirama Adafi
last update Last Updated: 2022-11-28 11:38:13

[Meski pada akhirnya pernikahan kita berakhir atau bahkan kita tidak akan pernah lagi bertemu. Aku cuma mau bilang, aku merasa ... aku sangat beruntung pernah ketemu kamu, menjadi istri kamu, bagian hidup kamu, menghabiskan seluruh waktuku bersamamu. Makasih udah hadir di hidupku, memberi warna hari-hariku, menjadi orang paling lucu, galak, cerewet. Aku enggak pernah nyesel pernah tulus sama kamu. Karena aku sadar, enggak selamanya ... tulus jadi pemenangnya. Makasih laki-laki baik. See you.

Alya]

Usai menulis pesan itu pada selembar kertas, Alya melipatnya. Menyusun kertas berwarna putih bersih itu bersama buku nikah dan cincin kawinnya di meja kamarnya.

"Aku pergi ...." Alya berkata lirih seolah-olah sedang berpamitan dengan Arfan. Dengan dada nyeri ia kemudian menyeret koper yang telah ia siapkan menuju taksi online yang telah ia pesan untuk mengantarnya ke terminal.

Entah sudah kali ke berapa Alya menyeka air matanya. Buliran bening itu terus mengalir membuat pandangannya buram. Namun, ia tetap memadang bangunan dan pepohonan yang terus berlalu seiring dengan lajunya bus yang ia tumpangi.

Persis seperti hidupnya saat ini.

Alya tetap harus melangkah walaupun ada hal yang sangat ingin ia tahan untuk tidak berlalu. Namun pada kenyataannya, garis takdir membuatnya harus menerima bahwa melepaskan adalah satu-satunya pilihan yang ia punya.

"Maafin aku ...." Alya tidak bisa membayangkan bagaimana nanti reaksi Arfan saat menemukan surat yang ia tinggalkan itu. Juga buku nikah dan cincin kawin yang ia susun di meja kamar mereka bersama surat itu. Alya tidak bisa membayangkan bagaimana kecewanya Arfan kepadanya karena dirinya akhirnya memilih pergi.

***

Lima tahun sudah Alya meninggalkan kota ini. Dan siang ini, dengan dada begitu sesak ia harus menginjakkan kaki kembali di sini. Bahkan saat ini ia sedang duduk di sebuah rumah makan yang dulu selalu menjadi tempatnya menghabiskan akhir pekan bersama Arfan, mantan suaminya.

Alya tidak heran kalau kota ini banyak berubah. Banyak bangunan baru yang dulu saat Alya masih tinggal di sini belum ada. Banyak ruko-ruko yang yang berubah, yang dulunya toko mainan menjadi toko baju, yang dulunya toko tas menjadi toko sepeda, dan masih banyak yang lainnya. Hanya saja, tidak dengan rumah makan ini. Dari luar bangunan sampai semua yang ada di dalam bangunan bergaya klasik ini tidak berubah sama sekali. Persis seperti perasaan Alya terhadap Arfan.

Tanpa Alya sadari, matanya kini mengembun. Ia seperti melihat dirinya dan Arfan yang sedang asyik berbincang hangat sembari menunggu makanan disiapkan di sebuah bangku yang terletak di pojok. Tatapan mata Arfan, senyum lebarnya, gestur tubuhnya, semua bisa Alya lihat dengan baik. Lima tahun telah berlalu, tetapi kenyataannya waktu tidak mampu menghapus kenangan itu.

"Maaf terlambat."

Alya menoleh saat mendengar suara wanita yang sudah berdiri di sampingnya.

"Ah, iya. Enggak apa-apa." Sejurus kemudian Alya menunduk menyembunyikan matanya yang dipenuhi kaca-kaca. Bayangan masa lalu serasa meremas jantungnya begitu kuat.

Jika bukan karena ada nyawa yang harus ia perjuangkan, tak mungkin Alya menemui wanita ini dan datang ke kota yang paling tidak ingin ia kunjungi. Namun, ada kalanya ia harus mengabaikan dirinya sendiri demi seseorang yang paling penting dalam hidupnya saat ini.

Alya menghela napas dan menghembuskan perlahan. Kilasan peristiwa yang terjadi di masa lalu membuat dada Alya teramat sesak.

"Ada apa?" tanya Meira dengan nada ketus. "Ada yang bisa aku bantu?

Alya mengangguk ragu. Sebenarnya kalau bisa memilih, dia benar-benar tak ingin bertemu wanita itu lagi. Sudah cukup selama ini luka yang ditorehkan karena berebut sesuatu yang sudah jelas-jelas milik siapa.

"Mungkin ... ini bakal buat kamu enggak nyaman. Tapi ... aku perlu ketemu sama Arfan."

Meira memicingkan mata. "Ada perlu apa?"

"Tolong ...." Leher Alya mendadak sakit. Kalau bukan karena anaknya, tak ingin dia menghiba seperti ini. "Aku mau bertemu Arvan. Sampaikan padanya kalau ...."

"Sampaikan aja keperluan kamu apa sama aku! Nanti aku sampaikan sama dia," potong Meira dengan ketus. Ia memang tidak suka jika Arfan harus bertemu dengan mantan istrinya ini. Bahkan selama ini kalau Arfan ingin menemui mantan istri dan anaknya, Meira selalu mengancam akan memberitahu mama mertuanya. Meira tahu betul kalau mama mertuanya sangat tidak menyukai Alya.

Alya cukup terkejut mendengar perkataan Meira. Ia tidak menyangka kalau istri mantan suaminya itu ternyata seposesif itu. Sejak Alya pergi, ia memang tidak pernah sama sekali mengetahui informasi apapun tentang kehidupan Arfan. Alya hanya tahu kalau Arfan telah menikah lagi sebulan setelah kepergiannya dari teman yang masih berkomunikasi dengannya. Selebihnya Alya tidak ingin mengetahuinya.

Alya tahu diri. Lebih tepatnya ia tidak ingin lebih sakit lagi dengan mengetahui kehidupan Arfan dengan Meira. Bagi Alya, hidupnya cukup fokus membesarkan putri semata wayangnya dengan baik. Tidak ada yang lebih penting dari putrinya, Aleta.

"Aku harus mengatakan langsung sama Arfan, Mei." Alya masih berusaha membujuk Meira.

"Sampaikan aja sama aku! Kalau memang penting, aku pasti sampaikan sama dia," ketus Meira.

Alya terperangah. Ia benar-benar tidak menyangka kalau respon Meira seperti itu. Ia hanya ingin bicara dengan Arfan tentang Aleta. Tidak lebih. Akan tetapi, Meira bahkan tidak mengizinkannya.

"Apa setakut itu kamu sama aku?" Jika dengan cara baik-baik tidak membuat Meira terketuk, Alya pun bisa menggunakan cara kasar.

"Maksud kamu?" Meira menatap Alya tidak suka.

"Aku enggak nyangka. Ternyata kamu setidak percaya diri ini, Mei." Alya tersenyum sinis. Ia masih ingat betul bagaimana dulu Meira dengan kepercayaan dirinya.

"Jaga bicara kamu, Al!" bentak Meira sembari menatap tajam kepada Alya.

"Aku cuma mau ketemu Arfan, Mei. Aku harus bicara sama dia." Alya kembali mencoba melunak. Ia tidak suka berdebat. Jika bukan karena nyawa Aleta, tidak akan ia menemui Meira dan meminta izin pada wanita itu untuk bertemu kembali dengan mantan suaminya.

"Kamu bisa ngomong sama aku! Aku pasti sampaiin ke dia." Meira masih bersikeras.

Alya menggeleng. "Enggak sesederhana itu. Aku harus ngomong sama Arfan secara langsung."

"Terserah!" Meira berdiri dari kursinya. Ia hendak meninggalkan Alya.

"Kamu setakut itu Arfan ketemu sama aku?" Alya mengernyitkan dahinya. Meski perasaannya pada Arfan tidak berubah sedikitpun, tetapi ia benar-benar tidak berniat untuk mengambil Arfan kembali dari Meira.

Meira menoleh dengan menatap tajam pada Alya. "Hah? Takut? Kamu pikir kamu siapa?"

Alya hanya menjawab dengan senyuman sinis.

"Aku istri Arfan. Arfan suamiku. Buat apa aku takut sama perempuan seperti kamu?" lanjut Meira dengan mata hendak keluar dari tempatnya.

"Apa kamu lupa semudah mudah apa hubungan suami istri berakhir?"

Bibir Meira membuka, kemudian mengatup kembali.

"Aku cuma mau bicara langsung sama Arfan. Ini mengenai Aleta. Bagaimanapun hubunganku dan Arfan, Arfan tetap ayah Aleta. Selamanya kamu enggak bisa memutus hubungan anak dan ayah di antara mereka."

Alya menjeda ucapannya. Ia menatap tajam mata Meira yang tak berkedip menatapnya.

"Kamu enggak usah khawatir, Mei. Aku bukan kamu. Kita berbeda. Aku enggak akan merampas suami orang lain, apalagi sahabat sendiri. Seperti yang kamu lakukan sama aku dulu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
kucing garong ketakutan karena Arfan tidak mencintai dia
goodnovel comment avatar
Isabella
dasar si Mayra ternyata dia pelakor
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kenapa g ditemui sendiri si arfan. apa gia dikurung dlm penjara. nih perempuan terlalu dungu dan drama.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Usai Bercerai   Selamat Tinggal

    Lelaki itu tersenyum melihat Alya bisa kembali bahagia. Senyum tanpa beban ternyata bisa kembali terpancar dari wajah Alya. Prima lega melihat itu. Mungkin jika dulu Prima memaksa Alya untuk tetap bersamanya, belum tentu Alya bisa sebahagia sekarang. Prima tahu betul tidak mudah untuk memulai hubungan baru dengan seseorang yang belum sepenuhnya lepas dari masa lalunya. Dan Prima menyadari kalau hati Alya masih terpaku pada sosok Arfan. Meski laki-laki itu pernah menciptakan luka yang demikian dalam di hati Alya.Sebenarnya hari itu Prima berniat untuk menemui Alya. Ia sudah mendatangi kota di mana Alya tinggal untuk mengucapkan selamat tinggal pada perempuan yang pernah menjadi ratu di hatinya. Karena setelah empat tahun dirinya berpisah dengan Alya, pada akhirnya kini ia telah menemukan tambatan hatinya yang baru. Seseorang yang menjadi partner bisnis dan juga partner hidupnya.Namun, ia tidak sampai hati untuk menemui Alya secara langsung. Prima tidak ingin bayangan masa lalu mengo

  • Usai Bercerai   Sepasang Mata

    Setelah dua minggu melahirkan, kondisi Meira sudah pulih. Hanya saja putranya memang belum boleh dibawa pulang karena kondisinya masih harus mendapatkan perawatan di rumah sakit. Pagi itu Meira sedang menikmati roti bakar dengan selai strawberry dan secangkir cokelat panas di teras belakang. Udara pagi di tempat terbuka membuat pikirannya lebih rileks. Pada saat itu mamanya tiba-tiba datang dengan pakaian rapi."Loh, Mama mau ke mana pagi-pagi gini udah rapi?" tanya Meira sembari memperhatikan penampilan mamanya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Rambutnya terurai dengan dicatok curly. Kemeja berwarna putih dengan kancing berwarna gold dipadu dengan celana panjang warna milo. Mama Meira memang tidak tampak menua. Sehingga saat bersama Meira di tempat umum, banyak orang mengira kalau mereka kakak beradik. Terlebih penampilan Bu Henela sangat fashionable.Bu Helena tidak langsung menjawab. Ia duduk di kursi tepat sebelah meja yang berada di sisi kiri Meira. Wanita itu menatap putrin

  • Usai Bercerai   Dua Minggu Lalu

    Meski pasrah, jauh di dalam lubuk hati Meira yang paling dalam, ia berharap jika Emir mau bertanggung jawab atas anak yang telah dilahirkannya. Karena sekarang semua orang sudah tahu kalau bayi itu bukan anak Arfa, jadi Meira merasa tidak punya tameng lagi untuk melindungi masa depan putranya.Jika semua tidak terungkap Meira merasa aman karena orang lain akan menganggap bayi itu adalah anak Arfan. Namun, sekarang semua berbeda. Meira yakin kalau mantan mama mertuanya tidak akan bisa diam saat mengetahui kenyataan kalau bayi yang dilahirkan Meira bukanlah cucunya.Setelah menunggu hampir satu jam, Emir akhirnya tiba di kamar rawat Meira. Lelaki itu awalnya mengira Meira sakit, karena semenjak peristiwa itu, ia tak berani mencari informasi tentang Meira. Ia tahu yang telah dilakukannya bersama Meira salah. Dan ia harap, hal itu tidak akan berpengaruh terhadap pernikahan Meira meski dulu ia mengharapkan Meira."Duduk dulu, Mir!" titah papa Meira sembari menekan-nekan buku-buku jemarinya

  • Usai Bercerai   Langkah Selanjutnya

    "Maksud kalian apa minta Arfan tes DNA?"Semua orang yang ada ruang rawat Meira menoleh ke arah pintu. Tampak Bu Fania dan Pak Arya sudah berdiri dengan wajah tegang. Kontan Meira dan kedua orang tuanya panik melihat itu."Kenapa diam?" tanya Bu Fania lagi. Wanita itu menatap geram ke arah putranya. Kemudian kembali bertanya sembari berjalan cepat ke arah Arfan. "Kamu nyembunyiin sesuatu dari Mama, Fan?"Arfan yang tidak menyangka sama sekali kedua orang tuanya akan datang, tidak bisa berpikir apa-apa. Otaknya serasa kosong sehingga dia tidak bisa menjawab pertanyaan mamanya.Sementara Meira yang kondisinya belum sepenuhnya membaik, sangat tersiksa dengan keadaan ini. Ia ingin berlari sejauh mungkin dari situasi itu. Ia tidak cukup punya muka jika sampai mantan mertuanya tahu kalau dirinya pernah melakukan kesalahan fatal."Ya." Semua menoleh ke arah papa Meira kecuali Meira yang menundukkan kepala. Laki-laki yang berdiri di samping kiri bed Meira kini menjadi pusat perhatian."Saya

  • Usai Bercerai   Harapan

    Meira dan Arfan berjalan beriringan keluar dari ruang sidang. Sengaja Meira tidak mengizinkan kedua orang tuanya ikut masuk ke ruangan. Karena ia tidak ingin kedua orang tuanya menyaksikan detik-detik kehancuran hidupnya.Perceraian Arfan dan Meira berjalan lancar dengan sebuah kesepakatan. Meira mau bercerai dengan Arfan asal kekhilafannya Arfan rahasiakan dari keluarga besar mereka. Tentu buat Arfan itu tidak jadi masalah. Terlebih laki-laki itu sudah bertekad walaupun anak yang dikandung Meira bukan anaknya, ia akan tetap bertanggung jawab sebagai papanya. Karena anak itu ada ketika Meira masih menjadi istrinya.Pada persidangan mereka yang terakhir tadi, Arfan membacakan ikrar talak dengan suara bergetar. Bagaimanapun Meira pernah menjadi bagian dari hidupnya. Sehingga saat menyadari dengan ucapan talak itu semua akan berakhir dan berubah, dada Arfan terasa nyeri. Begitupun dengan Meira. Ia tidak kuasa menahan agar buliran bening tidak berjatuhan dari pelupuk matanya. Dadanya sa

  • Usai Bercerai   Percayalah

    "F-Fan, du-duduk dulu, Fan." Bu Helena beranjak dari ranjang untuk mendekati menantunya yang masih berdiri di ambang pintu. Dipegangnya lengan Arfan yang sangat tegang. "Kita bicarakan ini baik-baik, ya! Mama juga baru tahu, Fan. Ayo!"Arfan menurut saja saat mama mertuanya menuntun ke sofa kamar Meira. Sesaat otak Arfan memang seperti kosong setelah sebelumnya terasa seperti tersengat listrik dengan tegangan yang sangat tinggi.Sementara Meira masih mematung di ranjangnya. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Arfan ternyata datang dan mendengarkan pembicaraannya dengan sang mama."Mei, duduk sini! Kita bicarakan semua baik-baik!" titah Bu Helena pada putrinya.Meira tak langsung beranjak. Sesaat ia menatap Arfan. Meski dari posisinya ia hanya bisa melihat bagian belakang kepala Arfan. Meira menghela napas kasar. Ia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana raut wajah Arfan saat ini."Mei! Apa perlu Mama jemput?" Bu Helena berusaha tenang meski sebenarnya ingin meneriaki putrinya

  • Usai Bercerai   Malaikat Pencabut Nyawa

    [Sayang, mau aku bawain makanan apa?] Arfan mengirim pesan tersebut sekaligus pada dua nomor di daftar kontak ponselnya. Nomor Alya dan Meira. Bagaimanapun perasaan Arfan saat ini, ia tidak bisa lagi mengelak untuk tidak memberikan perhatian pada Meira. Sama seperti Alya. Selisih kehamilan Alya dan Meira kurang lebih tiga bulan karena program bayi tabung Alya dan Arfan terhitung cukup lancar. Dua istri hamil bersamaan tentu membuat Arfan harus sering bolak-balik ke rumah kedua istrinya itu. Hanya saja yang membuat Arfan sedikit lega, Meira tak semanja dan semerepotkan dugaannya. Perempuan yang sebelumnya selalu banyak menuntut dan manja itu justru berubah lebih kalem dan tak banyak menuntut. Arfan pikir itu pengaruh bayi yang ada dalam rahim Meira.[Enggak usah, aku udah makan sama Mama.] Meira terlebih dahulu membalas pesan Arfan. Di awal-awal perubahan sikap Meira yang terkesan menghindar, sebagai laki-laki yang bertekad untuk memperbaiki sikap, Arfan cukup tersinggung. Namun, me

  • Usai Bercerai   Resah

    Kabar kehamilan Meira disambut hangat oleh keluarga besar Arfan dan juga keluarga besar Meira. Mereka mengadakan pesta dalam rangka tasyakuran atas kehamilan yang sudah dinanti lima tahun lamanya. Hal itu tentu membuat Alya ingin menghilang untuk sementara waktu.Alya belum punya nyali untuk menghadapi keluarga besar Arfan dan Meira dengan status istri kedua. Saat menjadi istri satu-satunya Arfan saja Alya tidak dianggap, apalagi saat ini."Fan, boleh enggak besok aku ... di rumah aja?" tanya Alya saat ia dan Arfan selesai makan malam.Dahi Arfan mengernyit. Awalnya ia tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan Alya. Namun, sejurus kemudian ia paham.Disingkirkannya piring bekas makan yang ada dihadapannya. Kemudian, diambilnya jemari Alya yang sedang menangkup gelas panjang berisi air putih."Kalau kamu enggak siap, enggak usah datang enggak apa-apa," jawab Arfan dengan lembut. Ia pun masih trauma mengingat peristiwa lima tahun yang lalu saat Alya dituduh mencuri. Ia tidak ingin hal

  • Usai Bercerai   Layu dan Berguguran

    Alya termenung menatap permukaan kolam renang yang tenang. Pantulan cahayanya berkilauan membuat Alya betah berlama-lama duduk di situ. Alya masih ingat betul, dulu sering sekali ia habisnya waktu bersama Arfan di tempat itu. Bercerita apapun sampai mereka lupa waktu.Sesederhana itu bahagia bagi mereka dulu. Meski kehadiran Alya tidak diterima dengan baik oleh keluarga Arfan.Alya tersenyum miris. Terkadang hidup memang selucu itu. Sekarang di saat seluruh keluarga besar Arfan bisa menerimanya dengan tangan terbuka justru saat ini ia tidak bahagia. Apalagi sebabnya kalau bukan karena dirinya kini harus berbagi cinta.Sudah tiga malam Arfan menginap di rumah Meira. Sebenarnya Alya ingin sekali menghubungi laki-laki itu karena besok jadwal mereka cek ke dokter untuk program bayi tabung. Hanya saja, ia tidak mau mengganggu waktu Arfan bersama Meira.Entah sudah berapa kali Alya mengecek ponselnya untuk melihat apakah ada pesan dari Arfan, tetapi tidak ada aktivitas apapun pada benda di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status