Setelah memastikan seluruh luka di wajahnya telah tertutupi make up, ia bercermin melihat pantulan dirinya yang tengah tersenyum dengan balutan tanktop hitam dan jeans denim terlihat tampak casual namun tetap cantik. Sekilas, Chloe tersenyum masam begitu melihat banyak bercak keunguan di sekitaran lengannya.
Chloe sangat senang hari ini, ia akan pergi ke universitas dan memulai aktivitasnya sebagai mahasiswi. Sebab ini lah yang membuat Chloe sangat senang ketika Dave pergi mengurus pekerjaannya, ia berharap kalau bisa pria tempramen itu menetap dan tidak kembali lagi.
Dan hari ini, hidupnya dapat sedikit berubah. Setelah satu minggu ia mengurus segala keperluan kuliah, akhirnya Chloe dapat kembali melanjutkan ke jenjang pendidikan yang sudah satu tahun ia tinggalkan.
Rasanya begitu menyenangkan sampai rasa perih di hatinya seketika hilang. Tangan mungil Chloe segera menyambar Hoodie hitam pemberian hadiah dari Dave yang tersampir di bangku dan memakainya, dengan langkah riang ia menuruni anak tangga hingga semua pasang mata pelayan menatapnya heran.
Gadis cantik berambut coklat itu tidak pernah terlihat sebahagia itu sejak menginjakkan kakinya ditempat ini bersama Dave. Yang mereka tahu, jika Chloe adalah gadis lugu dan sangat pendiam.
Karena, pada dasarnya Chloe adalah sosok yang gadis ceria. Namun, saat ia mengalami tekanan bersama Dave membuat Chloe menjadi kepribadian yang berbeda. Apa lagi jika mengetahui fakta, bahwa yang menjerumuskannya pada lubang hitam ini adalah Garvin, sosok kakak yang sangat ia sayangi sekaligus sebagai penghancur hidupnya.
Chloe merubah raut wajahnya menjadi datar dan dingin ketika sosok yang baru saja mampir di pikirannya, kini berdiri di hadapannya dengan tatapan menyelidik.
"Kau mau kemana? Siang-siang, seperti ini?"
"Bukan urusanmu."
Tepat saat ia menggeser tubuhnya hendak melangkah, Garvin menghalangi jalannya. Chloe mengendus dan berdecih, tidak suka dengan kelakuan pria itu yang sok peduli padanya.
"Menyingkirlah."
"Aku bertanya padamu, kau mau kemana?"
"Apa kau harus tahu dengan segala urusanku?" Nada Chloe masih sama, terdengar datar dan tak bersahabat.
"Bukan begitu, hanya saja kau dalam pengawasanku sekarang."
Chloe menghela napasnya lalu memilih jalan lain dan lagi-lagi Garvin menghalanginya.
"Kau ini kenapa? Tidak suka melihatku bahagia?" tanya Chloe, dan kali ini terdengar sarkastik.
Garvin mengerjap, ia tidak tahu harus membalas apa ucapan Chloe yang begitu melukai hatinya, meski dengan nada santai dan tidak memakai urat.
"Tolong, hentikan. Aku hanya ingin bahagia hari ini untuk mengisi tenaga agar tidak lemah jika melayani Dave. Jika aku lemah, aku akan dipukul dan dijambak oleh Dave. Kalau kau tidak suka melihat kebahagiaanku segera menyingkirlah. Aku harus mempunyai banyak energi untuk melawan penderitaanku yang dibuat olehmu."
Masih berdiri ditempatnya dengan termenung, meresapi kata demi kata yang dilontarkan Chloe. Bahkan, ketika gadis itu melewatinya dan berlalu pergi Garvin tetap bergeming.
Otaknya masih mencerna kalimat Chloe. Garvin sadar, seharusnya ia tidak bertanya sembarangan seperti itu jika tak ingin Chloe-nya terluka.
Seharusnya, Garvin hanya diam saja dan turut bahagia melihat wajah ceria Chloe yang sudah lama tidak ia tunjukkan, apapun yang menjadi alasannya, ia tak perlu tahu dan cukup menyaksikan. Garvin terlalu bodoh tidak menyadari perintah Dave yang menyuruhnya agar menemani Chloe yang dalam artian mengawasi dari jarak jauh.
Garvin mengerjap, kepalanya mengedar dan seketika sadar jika Chloe sudah menghilang dari hadapannya. Dengan berbekalan kata maaf, Garvin segera menyusul Chloe, memastikan gadis itu aman dan mengetahui kemana tujuannya.
***Kak Garvin! Aku ingin kuliah seperti temanku yang lain. Aku akan berusaha semaksimal mungkin agar keterima di universitas. Do'ain ya, Kak!Universitas Indonesia.
Garvin menatap papan yang bertuliskan nama kampus yang sudah lama diidamkan Chloe. Tempat dimana Chloe baru saja memasuki gedung itu dengan senyuman lebar.
Hari ini dimana senyuman bak mentari milik Chloe kembali hadir membuat hati Garvin menghangat. Pria itu seperti melihat sosok ceria Chloe yang sempat hilang.
Tapi, darimana Chloe mendapatkan uang untuk mendaftar? Apakah dari Dave? Itu opsi yang tidak mungkin. Keluar saja ia tidak boleh apalagi meminta uang untuk kuliah.
Aku sudah mengumpulkan uang untuk kuliah, selain dari Kak Garvin aku juga bekerja paruh waktu. Jadi, tidak terlalu merepotkan.
Masih terngiang di ingatan Garvin kala Chloe sangat gigih bekerja agar mendapatkan uang tanpa berniat merepotkannya. Apa uang itu masih ada? Jika benar masih ada, Chloe sangat beruntung telah berpikir seperti itu, menyimpan uangnya dan digunakan untuk hal bermanfaat. Setidaknya, ada objek peralihan agar semangat hidupnya bangkit kembali.
Mungkin, jika Garvin tidak dapat membantu adiknya itu secara langsung maka akan ia lakukan diam-diam. Garvin mengulum senyum, di otak kecilnya sudah tersusun banyak rencana agar Chloe selalu menampakkan senyuman.
Masih menampilkan jejeran gigi putihnya, Garvin merogoh ponselnya dan menekan salah satu nomor kenalannya.
"Hallo?"
Garvin terkekeh. "Ini aku, Garvin."
"Ah, bukan."
Garvin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku ingin kau mengurus segala hal yang menyangkut Chloe di Universitas Indonesia, pastikan dia dapat berkuliah dengan nyaman."
Senyum Garvin tampak mengembang kala kenalannya itu langsung mengiyakannya. Tak berselang lama, panggilan itu terputus.
"Kuharap Dave lebih sering ke luar kota agar kau bisa berkuliah dengan tenang, Chloe."
***Chloe mengamati gedung-gedung tinggi itu dengan penuh minat. Senyuman lebar sedari tadi tak pernah luntur selepas ia menginjakkan kakinya memasuki lebih dalam.Dengan mengandalkan sisa uang tabungannya ternyata masih cukup untuk dia mendaftar di Universitas. Untung saja, letak universitas ke rumah Dave tidak terlalu jauh membuat Chloe tidak terlalu mengambil resiko jika ia harus mengejar deadline tugas hingga pulang terlambat, gadis itu harus memperhatikan jarak.
Dave akan pulang pada malam hari dan biasanya di jam delapan malam, maka sebelum jam delapan Chloe harus ada dirumah dan terdiam manis di atas kasur. Beruntunglah ia mendapatkan universitas yang dekat dengan kediaman pria arogan namun tampan itu.
Bruk!
Chloe terpekik kaget. Ia terlalu asik melamun dan mengamati setiap inchi gedung itu hingga tak menyadari jika ada seseorang di hadapannya. Tubuhnya bongsor, terlalu tinggi untuk ukuran normal, sepertinya senior. Tidak mau berbuat masalah di hari pertamanya kuliah, Chloe segera mengambil buku-buku yang terjatuh lalu membungkuk dan mengucapkan kata maaf.
"Maaf, aku kurang hati-hati. Ini bukumu."
"Leo!"
Belum sempat Chloe menyodorkan buku tersebut. Suara lengkingan seseorang memanggil mendahuluinya. Chloe mengernyit, suaranya terdengar tidak asing. Dan, ketika ia mendongak kedua matanya membulat, tidak menyangka jika seseorang yang kini berdiri di samping pemuda tinggi itu yang memanggil namanya.
"Chloe?"
"Chloe?""Nancy?"Betapa terkejutnya mereka ketika saling menyebutkan nama. Chloe tidak dapat menutupi raut wajah kagetnya bertemu Nancy di sini. Sesosok gadis dengan rambut pirang yang menjadi temannya di sekolah menengah.Tak beda jauh dengan Nancy, kedua mata gadis itu membulat sempurna melihat Chloe di tempat terbuka seperti ini. Maksudnya, suatu kejadian langka menemukan seorang Chloe di bawah langit. Berada di halaman rumah Dave saja rasanya tidak mungkin. Apa lagi berada di sini? Di suatu tempat umum yang jaraknya lumayan jauh dari kediaman Dave."Apa yang kau ingin lakukan ditempat ini, Chloe?"Chloe tak langsung menjawab. Matanya mengerjap bingung, ia masih tidak percaya akan bertemu teman lamanya di sini."Kau sendiri, sedang apa di sini?" Nancy berdecak melihat tingkah konyol Chloe yang malah mengutarakan pertanyaan kembali. Nancy dibuat gemas.&nbs
"Kau cari mati, ya?!" semprot Nancy ketika mereka sudah tiba di belakang gudang yang sepi hingga Nancy lebih leluasa menyemprot Chloe dengan kata-kata yang sudah ia rangkai di otaknya.Chloe merunduk diam. Si cantik sudah tahu kemana arah pembicaraan Nancy, ia tidak berani menyela. Setidaknya, sampai Chloe sudah mengeluarkan uneg-unegnya."Apa Dave tahu soal ini?" Chloe menggeleng seraya memainkan ujung kukunya."Oh, astaga, Chloe! Bagaimana jika Dave sampai tahu?!" pekik Nancy tertahan, ia dibuat gemas dengan pola pikir Chloe yang tidak melihat segala resiko ke depannya.Nancy Steel Muffler, gadis asal Canada itu sangat mengetahui bagaimana hubungan Chloe dengan Dave. Bagaimana bisa? Nancy hanyalah gadis rantau yang awalnya hanya berniat mengunjungi pamannya, namun karena suatu hal ia terpaksa harus menetap di sini.Demi memenuhi segala kebutuhannya yang semaki
Garvin baru saja menjejakkan kakinya memasuki cafe bernuansa rustic yang terletak di persimpangan jalan. Sejauh mata memandang, tidak ada yang berubah sejak terakhir kali ia datang ke sini. Hanya sedikit tambahan furniture yang terletak di setiap meja.Seorang gadis cantik dengan wajah oriental tengah tersenyum lebar seraya melambaikan tangan menyambut kedatangan Garvin. Tampak jelas, raut antusias yang tercetak di sana.Garvin kembali melanjutkan langkahnya, menghampiri gadis cantik berbalut midi dress berwarna putih dengan motif garis horizontal yang sudah duduk damai di kursinya.Tepat ketika Garvin mendaratkan bokongnya pada kursi kayu itu, mata keduanya bertemu pandang. Gadis itu masih saja memamerkan jejeran gigi putihnya. Cantik! Pria mana yang tidak terpesona dengan paras cantik seorang Celine Stewart? Model ternama dengan segudang prestasi dan lengkungan bibir yang manis.T
Mobil Audy hitam itu melaju kencang membelah jalanan yang tengah ramai. Celine bukan mengurangi laju malah semakin menekan pedal gas lebih dalam. Suara klakson dan umpatan dari pengemudi lain sudah acap kali gadis itu dapatkan.Tangannya yang memegang stir kemudi terkepal kuat, nampak jelas dari kuku jarinya yang memutih. Perlahan, matanya berkabut dan air mata mengalir tanpa bisa ditahan. Rasa nyeri itu masih sangat terasa menghantam hatinya. Kilatan kejadian beberapa waktu lalu masih terngiang di kepalanya."Aku... sepertinya aku tidak bisa menjadi apa yang kau harapkan selama ini. Aku terlalu naif mengatakan aku mencintaimu. Tapi, sekarang semua telah berubah. Nasib kita bertolak belakang."Kalimat Garvin dihadapannya ini seketika melunturkan senyum manis dibibir Celine. Gadis berparas cantik itu tidak menyangka akan disambut dengan kalimat menyakitkan itu. Sedari tadi, ia sudah sangat bersemangat bertemu dengan
Tampak Arthur tengah berdiri di depan sebuah Gedung Kesenian, di mana dulu ia pernah berada di tempat ini untuk melakukan pentas drama bertajuk Putri Salju dengan ia dan Chloe yang menjadi pemeran utama."Aku mencintaimu, Putri Saljuku.""Aku juga mencintaimu, Pangeranku."Gemuruh tepuk tangan di Gedung Kesenian ini seketika terdengar. Beberapa orang berdiri seakan kagum dengan pertunjukan yang dilakukan sekolah ini. Seluruh pemain tersenyum lebar. Ya, mereka telah berhasil menghibur.Para pemain dan pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya acara ini terlihat meninggalkan panggung satu persatu. Tak terkecuali, Arthur yang sontak saja menggenggam tangan Chloe untuk turun bersama."Kau sangat cantik hari ini, Chloe. Aku janji, pernikahan dalam drama ini akan ku wujudkan dalam dunia nyata." bisik Arthur selepas menginjakkan kaki di anak tangga terakhir.
Dave hanya bisa mendengar rintihan Celine yang menyebut nama Garvin diselingi isakan tangis. Hanya bisa mengepalkan tangannya tanpa bisa melayangkan, melampiaskan amarah pun tidak bisa.Dave hanya bisa memendam. Memendam dalam diam rasa marah dan sakit yang tanpa sadar melukai hatinya. Meski dalam hati, ia mencoba menenangkan diri dengan kalimat aku akan membalasnya nanti.Meski tidak tahu apa yang terjadi pada Celine yang sebenarnya. Namun jelas terlihat jika gadis itu seperti dicampakkan. Terlebih lagi, Celine memiliki rasa cinta yang teramat dalam pada Garvin.Sedari dulu, sudah acap kali Celine melakukan hal yang membahayakan diri sendiri. Mengingat perkataan saksi mata jika mobil Audy hitam yang dikendarai gadis itu melaju sangat kencang sebelum akhirnya terjatuh ke dalam sungai.Dapat disimpulkan, jika telah terjadi sesuatu antara Garvin dan Celine. Mungkin benar, dugaan Dave yang mengata
Chloe masih tertidur dengan lampu kamar yang padam ketika Dave baru saja datang. Kemarin, ia langsung memesan tiket penerbangan malam dan kembali saat jarum jam mengarah pada pukul tiga dini hari.Pulang dengan cara yang tidak benar, tanpa ada salam penutup dan kata pamit pada kedua orang tua Celine. Dan juga, meninggalkan pekerjaan yang seharusnya ia selesaikan di sana. Namun, semua sudah terkabuti amarah hingga ia memilih mundur.Dan Dave, membutuhkan pelampiasan yang dapat menenangkan hatinya. Tubuh itu menyusup, ikut masuk ke dalam selimut dan mendekap tubuh Chloe yang hangat, menelusupkan kepalanya pada perpotongan leher si cantik dan menghirup aromanya.Hingga kedua matanya mengarah pada belah bibir Chloe yang terbuka sedikit. Dave mendesis merasakan sesuatu bagian bawahnya yang mulai berkedut, mengembang, dan membuatnya sesak. Tubuh Chloe memang sangat menggiurkan, seperti itu saja membuat Dave terangsang.
"Perumahan Katedral, blok A nomor 14."Sedari tadi, hanya kalimat itu yang diucapkan Arthur berulang kali. Tangannya meraih bungkus sereal dan menuangkannya pada mangkuk dilanjut dengan susu putih yang sudah ia siapkan sebelumnya.Tadi sore, ia berhasil menemukan Chloe dan berinisiatif untuk mengikuti langkah gadis itu. Memasuki sebuah mobil Audy merah dan melesat jauh. Hingga akhirnya, mobil itu terhenti pada sebuah komplek perumahan yang tidak terlalu jauh dari kantor Dave.Sepertinya, anak sulung dari keluarga Taylor itu telah mempersiapkan segalanya. Terlihat dari dua penjaga yang selalu mengawasi sekitar di depan rumah.Selepas memantapkan hatinya, Arthur keluar dari mobil dan berjalan mendekat pada rumah bercat putih itu. Langkahnya memelan ketika dua penjaga itu melihatnya dengan penuh intimidasi."Aku adiknya Dave, anak bungsu dari keluarga Taylor." ujar Arthur yang sama sekali t