Sesekali mata itu beradu pandang melalui kaca kecil yang berada di atas dashboard mobil ketika keduanya tak sengaja memandang ke satu titik yang sama. Garvin yang duduk di depan seraya mengemudi hanya bisa menahan geram melihat Chloe yang tengah di cumbu begitu kasar oleh Dave di bangku penumpang.
"Hentikan, Dave. Ada Garvin di sini." Chloe menahan dada Dave yang mencoba kembali mendaratkan ciuman di wajahnya.
Pria beralis tebal dengan mata coklat hazel itu ingin pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan dan meminta Garvin agar mengantarnya sampai bandara.
"Aku akan merindukanmu, sayang." Lalu, Dave kembali mencumbu bibir merah Chloe yang sudah tampak bengkak.
Chloe meringis sakit kala Dave mencengkram tangannya begitu kuat. Garvin yang melihat perilaku kasar Dave pada Chloe tak dapat melakukan apa-apa selayaknya orang bodoh, ia hanya bisa menggeram penuh amarah dengan sesekali melampiaskannya pada stir kemudi yang dipegangnya kuat hingga jarinya memutih.
Garvin tentu saja tidak bisa mengabaikan kejadian itu, ingin mengabaikan namun percuma, hatinya terus saja menyuruhnya agar mengamati dan menyaksikan tanpa berniat memisahkan. Sungguh, ia memanglah definisi kakak terbodoh.
Ketika tautan bibir itu kembali terlepas, nampak jelas wajah Chloe yang memerah akibat kekurangan pasokan udara dan napasnya yang tersengal-sengal. Dilihat dari wajahnya saja, Garvin tahu jika si cantik tengah menahan tangis.
"Oh, sungguh. Semakin hari kau semakin cantik, sayang. Jujur saja, aku tidak mau meninggalkanmu sendiri, aku takut jika ada sosok maling yang mengambilmu dariku."
Garvin berdecih pelan. Itu sindiran Dave untuk Garvin. Sebab, Garvin baru saja terpergok tengah memperhatikan keduanya dalam diam. Manusia licik, batin Garvin memekik kala melihat seringaian Dave perlahan terbit.
Setelah mengatakan itu, Dave segera merengkuh tubuh gadisnya ke dalam pelukan hingga tak ada jarak. Melihat Garvin yang langsung mengalihkan pandangan dan beralih pada kemudi membuat senyum kemenangan singgah di wajah Dave.
"Ada sesuatu yang ingin aku berikan padamu." ujar Dave dan membelai pipi Chloe yang tampak pucat kemudian mengusap bibir bengkak itu dengan ibu jarinya.
"Beristirahatlah malam ini dan jangan pergi kemanapun tanpa seijin ku. Mengerti, sayang?" Chloe mengangguk kaku melihat tatapan bengis Dave membuat bagian dalam dirinya menciut.
Tak lama, ciuman brutal yang sangat perih itu terjadi lagi setelah Dave mengusak surai hitam milik Chloe seraya tersenyum lebar seolah mengatakan bahwa ia seorang gadis penurut.
Dan, Chloe yang sudah sangat lelah menghentikan Dave, hanya bisa pasrah dan menerima apapun yang dilakukan pria itu padanya.
Sesungguhnya, Chloe bingung dengan perilaku Dave yang seolah memiliki kepribadian ganda, belum lama memukulnya dengan penuh amarah dan seakan tidak ingin melihatnya. Namun kini, ia sangat bersikap manis seperti tidak terjadi apa-apa.
***"I'M HOME!"Arthur berteriak seraya merentangkan kedua tangannya selepas membuka pintu dengan senyuman lebar andalannya.
Seketika, seisi ruangan gaduh grasak-grusuk, mencoba mencari tahu sumber suara yang terdengar menggelegar. Banyak pelayan yang menampakkan diri seraya tersenyum ramah dan satu diantaranya langsung menyambar koper di dekat Arthur.
"Arthur!" pantau seorang wanita paruh baya yang tengah berdiri di ujung anak tangga dan segera berlari kecil menyambut kepulangan anak terakhirnya itu.
"Hey, Mom!"
Tubuh keduanya merekat sehingga tak ada jarak, menyalurkan rasa kerinduan yang terobati dengan pelukan. Arthur terkekeh geli ketika sang ibu menyerangnya dengan ciuman bertubi-tubi.
"Akhirnya kau pulang, juga. Bagaimana perjalanannya?" tanya Maria, sang ibu.
Arthur mengacungkan kedua jempolnya seraya mengedipkan sebelah matanya. "Aman terkendali, Mom."
Maria terkekeh dan mengecup puncak kepala Arthur, menunjukkan kasih sayangnya sebagai ibu.
"Jika kau ingin makan. Mommy sudah menyediakan banyak masakan di dapur."
Dengan tangan yang masih bertengger di bahu Arthur, Maria menggiring anaknya itu ke dapur. Arthur tersenyum girang, ibunya memang selalu tahu apa yang diinginkannya sekarang.
Sehabis menempuh perjalanan berpuluh kilometer membuat energinya terkuras. Ya, meski hanya terduduk diam saja di dalam pesawat, namun tak ayal membuat perutnya meronta diberi asupan.
"Wah, ayam goreng kremes!" seru Arthur melihat makanan kesukaannya tersaji di atas meja.
Tanpa meminta persetujuan lagi, ia segera mengambil ayam itu dan memakannya dengan lahap. Senyuman lebar masih tercetak jelas di wajah wanita itu seraya menyendokkan nasi putih hangat ke dalam piring dan meletakkannya di hadapan Arthur.
Dengan mulut yang masih penuh dengan ayam, Arthur mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, mencari sosok sang kakak yang sudah lama tidak beradu mulut dengannya.
"Mom." panggil Arthur.
Maria menopang dagunya dan menatap Arthur yang baru saja memanggilnya. "Ada apa, sayang?"
Arthur menelan kunyahannya sebelum bersuara. "Kak Dave 'kok tidak kelihatan. Kemana dia? Aku sudah lama tidak mengganggunya." lanjutnya seraya terkekeh.
"Dave sudah tidak tinggal bersama kita, lagi. Mommy sudah memberitahu dia jika ada perjamuan makan malam untuk menyambut kepulanganmu, tapi dia tidak bisa ada pekerjaan yang harus dia urus di luar kota." Maria mengedikkan bahunya seraya tersenyum tipis.
Satu alis Arthur terangkat kala mendengar penuturan Maria. Tidak seperti biasanya, Arthur sangat jelas mengenal Dave yang selalu ingin berada dekat dengan keluarga.
"Kenapa sudah tidak tinggal bersama?"
Maria mengernyit. "Lho, Apa Dave tidak memberitahumu?"
Arthur menggeleng dengan kening mengerut.
"Kakakmu sudah menikah satu bulan yang lalu. Mommy pikir Dave sudah memberitahumu. Ternyata, belum?"
Arthur menggeleng dengan mulut yang sedikit menganga, tidak percaya. Sepertinya, selama ini ia sudah ketinggalan banyak info dan parahnya lagi ini tentang pernikahan kakaknya. Oh, ya Tuhan terkutuk lah Dave yang seolah tidak menganggapnya sebagai adik.
Arthur mengendus dengan amarah yang dibuat-buat. Tekadnya sudah bulat, jika bertemu dengan kakaknya itu ia akan menggangu dan mengerjainya sampai puas.
"Siapa istrinya, Mom?" tanya Arthur dengan ekspresi yang sama. Bukannya seram, Maria justru terkekeh melihat kelakuan putranya itu.
"Dia gadis cantik dari keluarga Lautner. Padahal, Mommy sudah mengatakan pada Dave jika istrinya saja yang datang, sekaligus bertemu denganmu. Namun sepertinya, Dave tidak ingin."
Kunyahan Arthur seketika terhenti. "Keluarga Lautner?" Maria mengangguk.
"Yang pernah bekerja di sini?"
Maria menghela napas, anaknya yang satu ini memang terlalu kritis. Meski begitu, ia tetap mengangguki pertanyaan Arthur.
Dalam sekejap mata raut wajah Arthur berubah pias. Tak ada lagi senyum lebar di sana. Perasaannya tak karuan kala menyadari hanya ada satu gadis cantik dari keluarga Lautner.
Arthur membasahi bibirnya yang mengering akibat terlalu memikirkan segala asumsi yang berkelebatan di otaknya. Kepalanya menggeleng ketika asumsi buruk yang menjadi pilihan terakhir.
"Chloe, sayang. Apa kau lupa? Dia gadis gembul yang sering kau ejek." Maria terkekeh, sepertinya ia belum menyadari perubahan raut wajah Arthur.
Prang!
Sendok yang dipegang Arthur terhempas begitu saja menghasilkan suara dentingan keras hingga membuat Maria terkejut.
Rahang Arthur mengeras bersamaan dengan hatinya yang berdenyut sakit seolah dihantam ribuan belati. Arthur tidak menyangka jika kepulangannya ke tanah air menjadi tamparan keras dari kenyataan yang begitu pahit.
Chloe Moretz Lautner seorang gadis cantik dengan lengkungan senyuman yang begitu manis, berhasil menarik perhatian Arthur sejak pertemuan pertama mereka di depan perpustakaan sekolah.
Arthur segera berlari menuju halaman belakang, tidak peduli pada teriakan Maria yang memantau namanya dan mendudukkan dirinya pada tepian kolam berenang.
Tangannya terangkat dan meremas pakaian pada bagian dada seolah menjadi penyalur rasa nyeri dan dentuman hebat yang menyatu padu di sana.
Goresan takdir yang begitu kejam menghancurkan segala mimpi-mimpi yang sudah ia bangun sejak dulu. Hidup bahagia hingga menua bersama orang terkasih hanya angan-angan kosong Arthur yang tak dapat terkabul.
Dan, yang lebih menjerumuskan ke dalam jurang ketika kenyataan menamparnya bahwa Chloe sudah menikah dengan seorang pria yang tak lain dengan Dave, kakaknya sendiri.
Apa ia harus senang sebab kakaknya sudah berhasil melupakan gadis masa lalunya? Apa ia harus bersikap egois merebut Chloe?
"Aaaarrrgghh!" teriak Arthur seraya meremas rambutnya kuat-kuat. Untaian takdir seolah tidak merestui hubungannya dengan Chloe. Apa ini akhir dari segala mimpi-mimpinya? Atau sebagai permulaan hidup dengan lembaran baru? Dan lagi, tanpa Chloe? Tanpa sosok penyemangat hidupnya? Apa Arthur mampu?
Oh, ya Tuhan. Pria itu belum bisa menerima kenyataan bahwa Chloe sudah menikah dengan kakaknya. Ini terlalu mendadak dan menyesakkan.
Setelah memastikan seluruh luka di wajahnya telah tertutupi make up, ia bercermin melihat pantulan dirinya yang tengah tersenyum dengan balutan tanktop hitam dan jeans denim terlihat tampak casual namun tetap cantik. Sekilas, Chloe tersenyum masam begitu melihat banyak bercak keunguan di sekitaran lengannya.Chloe sangat senang hari ini, ia akan pergi ke universitas dan memulai aktivitasnya sebagai mahasiswi. Sebab ini lah yang membuat Chloe sangat senang ketika Dave pergi mengurus pekerjaannya, ia berharap kalau bisa pria tempramen itu menetap dan tidak kembali lagi.Dan hari ini, hidupnya dapat sedikit berubah. Setelah satu minggu ia mengurus segala keperluan kuliah, akhirnya Chloe dapat kembali melanjutkan ke jenjang pendidikan yang sudah satu tahun ia tinggalkan.Rasanya begitu menyenangkan sampai rasa perih di hatinya seketika hilang. Tangan mungil Chloe segera menyambar Hoodie hitam pemberian hadiah dari Dave yang tersam
"Chloe?""Nancy?"Betapa terkejutnya mereka ketika saling menyebutkan nama. Chloe tidak dapat menutupi raut wajah kagetnya bertemu Nancy di sini. Sesosok gadis dengan rambut pirang yang menjadi temannya di sekolah menengah.Tak beda jauh dengan Nancy, kedua mata gadis itu membulat sempurna melihat Chloe di tempat terbuka seperti ini. Maksudnya, suatu kejadian langka menemukan seorang Chloe di bawah langit. Berada di halaman rumah Dave saja rasanya tidak mungkin. Apa lagi berada di sini? Di suatu tempat umum yang jaraknya lumayan jauh dari kediaman Dave."Apa yang kau ingin lakukan ditempat ini, Chloe?"Chloe tak langsung menjawab. Matanya mengerjap bingung, ia masih tidak percaya akan bertemu teman lamanya di sini."Kau sendiri, sedang apa di sini?" Nancy berdecak melihat tingkah konyol Chloe yang malah mengutarakan pertanyaan kembali. Nancy dibuat gemas.&nbs
"Kau cari mati, ya?!" semprot Nancy ketika mereka sudah tiba di belakang gudang yang sepi hingga Nancy lebih leluasa menyemprot Chloe dengan kata-kata yang sudah ia rangkai di otaknya.Chloe merunduk diam. Si cantik sudah tahu kemana arah pembicaraan Nancy, ia tidak berani menyela. Setidaknya, sampai Chloe sudah mengeluarkan uneg-unegnya."Apa Dave tahu soal ini?" Chloe menggeleng seraya memainkan ujung kukunya."Oh, astaga, Chloe! Bagaimana jika Dave sampai tahu?!" pekik Nancy tertahan, ia dibuat gemas dengan pola pikir Chloe yang tidak melihat segala resiko ke depannya.Nancy Steel Muffler, gadis asal Canada itu sangat mengetahui bagaimana hubungan Chloe dengan Dave. Bagaimana bisa? Nancy hanyalah gadis rantau yang awalnya hanya berniat mengunjungi pamannya, namun karena suatu hal ia terpaksa harus menetap di sini.Demi memenuhi segala kebutuhannya yang semaki
Garvin baru saja menjejakkan kakinya memasuki cafe bernuansa rustic yang terletak di persimpangan jalan. Sejauh mata memandang, tidak ada yang berubah sejak terakhir kali ia datang ke sini. Hanya sedikit tambahan furniture yang terletak di setiap meja.Seorang gadis cantik dengan wajah oriental tengah tersenyum lebar seraya melambaikan tangan menyambut kedatangan Garvin. Tampak jelas, raut antusias yang tercetak di sana.Garvin kembali melanjutkan langkahnya, menghampiri gadis cantik berbalut midi dress berwarna putih dengan motif garis horizontal yang sudah duduk damai di kursinya.Tepat ketika Garvin mendaratkan bokongnya pada kursi kayu itu, mata keduanya bertemu pandang. Gadis itu masih saja memamerkan jejeran gigi putihnya. Cantik! Pria mana yang tidak terpesona dengan paras cantik seorang Celine Stewart? Model ternama dengan segudang prestasi dan lengkungan bibir yang manis.T
Mobil Audy hitam itu melaju kencang membelah jalanan yang tengah ramai. Celine bukan mengurangi laju malah semakin menekan pedal gas lebih dalam. Suara klakson dan umpatan dari pengemudi lain sudah acap kali gadis itu dapatkan.Tangannya yang memegang stir kemudi terkepal kuat, nampak jelas dari kuku jarinya yang memutih. Perlahan, matanya berkabut dan air mata mengalir tanpa bisa ditahan. Rasa nyeri itu masih sangat terasa menghantam hatinya. Kilatan kejadian beberapa waktu lalu masih terngiang di kepalanya."Aku... sepertinya aku tidak bisa menjadi apa yang kau harapkan selama ini. Aku terlalu naif mengatakan aku mencintaimu. Tapi, sekarang semua telah berubah. Nasib kita bertolak belakang."Kalimat Garvin dihadapannya ini seketika melunturkan senyum manis dibibir Celine. Gadis berparas cantik itu tidak menyangka akan disambut dengan kalimat menyakitkan itu. Sedari tadi, ia sudah sangat bersemangat bertemu dengan
Tampak Arthur tengah berdiri di depan sebuah Gedung Kesenian, di mana dulu ia pernah berada di tempat ini untuk melakukan pentas drama bertajuk Putri Salju dengan ia dan Chloe yang menjadi pemeran utama."Aku mencintaimu, Putri Saljuku.""Aku juga mencintaimu, Pangeranku."Gemuruh tepuk tangan di Gedung Kesenian ini seketika terdengar. Beberapa orang berdiri seakan kagum dengan pertunjukan yang dilakukan sekolah ini. Seluruh pemain tersenyum lebar. Ya, mereka telah berhasil menghibur.Para pemain dan pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya acara ini terlihat meninggalkan panggung satu persatu. Tak terkecuali, Arthur yang sontak saja menggenggam tangan Chloe untuk turun bersama."Kau sangat cantik hari ini, Chloe. Aku janji, pernikahan dalam drama ini akan ku wujudkan dalam dunia nyata." bisik Arthur selepas menginjakkan kaki di anak tangga terakhir.
Dave hanya bisa mendengar rintihan Celine yang menyebut nama Garvin diselingi isakan tangis. Hanya bisa mengepalkan tangannya tanpa bisa melayangkan, melampiaskan amarah pun tidak bisa.Dave hanya bisa memendam. Memendam dalam diam rasa marah dan sakit yang tanpa sadar melukai hatinya. Meski dalam hati, ia mencoba menenangkan diri dengan kalimat aku akan membalasnya nanti.Meski tidak tahu apa yang terjadi pada Celine yang sebenarnya. Namun jelas terlihat jika gadis itu seperti dicampakkan. Terlebih lagi, Celine memiliki rasa cinta yang teramat dalam pada Garvin.Sedari dulu, sudah acap kali Celine melakukan hal yang membahayakan diri sendiri. Mengingat perkataan saksi mata jika mobil Audy hitam yang dikendarai gadis itu melaju sangat kencang sebelum akhirnya terjatuh ke dalam sungai.Dapat disimpulkan, jika telah terjadi sesuatu antara Garvin dan Celine. Mungkin benar, dugaan Dave yang mengata
Chloe masih tertidur dengan lampu kamar yang padam ketika Dave baru saja datang. Kemarin, ia langsung memesan tiket penerbangan malam dan kembali saat jarum jam mengarah pada pukul tiga dini hari.Pulang dengan cara yang tidak benar, tanpa ada salam penutup dan kata pamit pada kedua orang tua Celine. Dan juga, meninggalkan pekerjaan yang seharusnya ia selesaikan di sana. Namun, semua sudah terkabuti amarah hingga ia memilih mundur.Dan Dave, membutuhkan pelampiasan yang dapat menenangkan hatinya. Tubuh itu menyusup, ikut masuk ke dalam selimut dan mendekap tubuh Chloe yang hangat, menelusupkan kepalanya pada perpotongan leher si cantik dan menghirup aromanya.Hingga kedua matanya mengarah pada belah bibir Chloe yang terbuka sedikit. Dave mendesis merasakan sesuatu bagian bawahnya yang mulai berkedut, mengembang, dan membuatnya sesak. Tubuh Chloe memang sangat menggiurkan, seperti itu saja membuat Dave terangsang.