Kemudian kuambil gawai itu. Ternyata panggilan dari Seli. Kubuka pesan di aplikasi hijau.[Aa cepat. Aku sudah nggak sabar menunggumu. Jadi kan kita ke toko Mas?]Jadi mereka janjian akan ke toko Mas? Aku skroll pesan sampai ke bawah. Ternyata Seli minta dibelikan pengganti mas kawin. [Saat akad kemarin kan Aa hanya memberikan uang tunai seratus ribu rupiah. Aku ingin tambahan mas kawin.][Mau dibeliin apa, Sayang?][Seperangkat perhiasan emas. Kalung, cincin dan anting, Aa Sayang.][Banyak amat, Neng?][Sebanyak cinta Neng buat Aa. Jadi Aa pun harus ngasih banyak buat Neng.][Tapi nanti ya Neng, Kania harus pulang dulu sekarang.][Pokoknya Aa janji, setelah mengantar Kania pulang, Aa harus ajak Neng ke toko mas. Neng selama ini belum minta macem-macem ke Aa. Tapi Aa udah Neng kasih semua.][Iya deh, Neng. Aa bakal bahagiain Neng seperti Aa bahagiain Kania. Kalian berdua sama-sama berharga di hati Aa.][Iya, A. Neng percaya. Ditunggu ya, A. Neng cinta sama Aa.]Sungguh, Seli sudah ke
"Assalamualaikum, teh. Teteh udah lahiran ya? Kok nggak bilang-bilang sama Mama?" Mama bertanya di telepon."Udah Ma, tiga hari yang lalu. Itu juga ngedadak, Ma. Tanpa persiapan.""Kok bisa gitu sih, teh? Pasti ada penyebabnya kalau lahiran lebih cepat dari perkiraan." Mama mulai curiga."Nggak ada apa-apa, Ma. Cuma pengen keluar cepet aja dedek bayinya. Alhamdulillah Kania udah di rumah, Ma. Doakan agar Kania cepet pulih ya, Ma!""Iya, Teh. Mama selalu doakan kamu. Nanti Mama ke sana ya. Ada acara apa nanti di rumahmu? Aqiqahnya kapan?""Belum tau, Ma. Nanti Kania tanya sama Mas Radit dulu, ya!""Iya, sok tanyain. Insya Allah nanti Mama bawa simping yang banyak buat Radit. Dia kan doyan simping dari sini.""Iya, Ma. Banyakin yang rasa kencur ya, Ma!""Iya, teteh. Mau dibawain apa lagi? Nanti Mama buatin galohgor ya, kamu makan itu. Anggap aja cemilan. Bagus buat ibu baru lahiran," kata Mama."Iya, Ma.""Udah ya, Teh. Mama mau nerusin masak dulu. Teteh ada yang bantuin kan di rumah?"
"Ya Allah, Bang Haris?""Iya, Kania. Kamu lagi apa?""Aku sudah beres kontrol dokter kandungan dan dokter anak. Kamu sedang apa?""Aku ngikutin kamu, Kania. Ku lihat kamu sendirian, jadi aku ikutin kamu. Siapa tau kamu butuh bantuanku.""Bang Haris bisa aja. Sini tasku! Aku mau nunggu obat di sana," kataku."Udah, kubawakan saja. Aku ikut denganmu. Kamu pasti capek. Sebentar kamu duduk di situ." Bang Haris meninggalkanku, dia berlari ke arah kantin.Bang Haris datang kembali membawa air mineral botol dan beberapa kue basah. Dia sangat perhatian."Ya Allah, Bang. Makasih banyak loh dibeliin ini. Beneran deh, aku memang susah buat ngapa-ngapain. Baru belajar jadi ibu, Bang." Aku terima makanan dan minuman botolnya.Ia tetap berada di dekatku. Sampai aku menerima obat, dia terus bersamaku."Kania, kamu belum memberi nomor teleponmu. Aku sudah memberinya, tapi kamu tak pernah menghubungiku.""Oh, iya. Aku lupa, Bang. Ya sudah aku berikan nomorku saja, biar kamu yang menghubungiku nanti."
SELIAku terkejut ketika diminta menikah dengan Radit. Seseorang dari masa laluku yang selalu kucinta dari awal kami bertemu. Dia laki-laki pengayom wanita. Dengannya aku merasakan cinta."Ya, aku setuju," jawabku pada Angga saat di rumah sakit. Aku tak tega melihatnya bersimbah darah. Di saat seperti itu pun dia memikirkan kebahagiaanku.Radit, akhirnya menikahiku. Perasaanku sedih bercampur senang. Ah, tak bisa kubayangkan seseorang yang kucintai akhirnya menikahiku. Takdir akhirnya memihakku sekarang, setelah orang tua mengubah takdirku untuk memintaku bersama Angga karena silaunya harta.Dalam resepsi itu pun aku sangat gembira, tapi tak kuperlihatkan kegembiraanku, apalagi setelah mendengar Angga sudah meninggal. Berarti sudah tak ada lagi halanganku untuk bersama Radit."Seli, kamu pasti masih sedih kehilangan Angga. Aku kan selalu menjagamu, seperti janjiku padanya." Kata-kata Radit membuatku tenang, ia akan menjagaku katanya. Namun, aku teringat Kania, yang menjadi istrinya s
"Aa Radit sayang, aku bahagia bisa bersamamu saat ini. Tak ada yang bisa menggambarkan perasaanku," ungkapku pagi itu."Alhamdulillah kalau Neng bahagia. Aa ikut seneng." "Aa, mau kemana udah rapi gini? Neng aja masih belum mandi," kudekati Radit yang sudah rapi. Kulingkarkan tanganku pada pinggangnya dari belakang. Aku sangat tak ingin dia pergi pagi ini."Aku haru kerja, Neng. Oya, nanti sepulang kerja, aku pulang ke Kania ya. Kamu sendiri, malam ini," katanya.Aku mencebik, bisa-bisanya ia ingat istrinya saat bersamaku. Dan ia akan meninggalkanku malam ini. Tidak! Aku akan mencegahnya kembali pada Kania sore ini. Dia harus pulang ke sini.***Kulancarkan aksiku agar dia datang."Aa, tolong ke sini. Aku takut, aku masih trauma kehilangan Angga. Aku tak mau sendiri. Saat ini pun, kejadian itu masih berkelebat di pikiranku.""Aku nggak bisa. Besok ya!""Nggak, A. Harus sekarang. Aa katanya mau menjagaku, menjalankan amanah almarhum. Lagipula aku tadi muntah-muntah Aa. Aku masuk angin
Bab 14"Kyra ... Kyra, kamu dimana? sama siapa, Nak?" Aku teringat anak bayiku -- Kyra.Mataku membuka, ketika itu sekelilingku adalah sebuah ruangan di rumah sakit. Tangan kananku dipegang seseorang, ya Mas Radit tertidur di samping ranjang sambil memegangi tanganku.Aku mencoba bangun. Tapi kepalaku masih pusing. Aku ingin bertemu bayiku, tapi pasti Kyra di rumah. Gimana kalau dia mau menyusu?Saat aku resah, tiba-tiba wanita yang kucintai datang bersama Lia. Dia adalah Mamaku. Aku membangunkan Mas Radit."Mas, bangun. Ada Mama datang." Aku menggoyang-goyangkan tubuh Mas Radit."Teh, teteh kenapa?" Mama bicara padaku. "Kamu penyebabnya! Laki-laki gak bertanggungjawab! Kenapa kamu ada di sini? Sana, keluar kamu dari ruangan ini!" Mama datang tiba-tiba mengusir Mas Radit."Ma, sabar, Ma.""Mama sudah nggak bisa sabar. Mama nggak suka dengan pria tak bertanggungjawab seperti suamimu, Teh."Aku menenangkan Mama, tapi Mama tetap marah saat melihat Mas Radit masih di kamarku."Keluar kamu
Mas Radit mentalakku melalui pesan singkat? Ini tidak mungkin dilakukan Mas Radit. Aku tau, dia tidak akan melakukan ini padaku.[Kamu kalau mau mentalakku dengan cara berhadapan denganku, Mas. Buka dengan pesan singkat seperti ini.] balasku.[Aku sudah muak bertemu denganmu, Kania. Hanya Seli yang bisa membahagiakanku sekarang.]Mas Radit tak mungkin mengirimkan pesan ini. Kemudian aku mencoba meneleponnya. Tapi, dia tetap tak menjawabnya. Sepertinya harus kubuktikan sendiri, benarkah ini Mas Radit atau Seli yang mengirimkan pesan untukku?Kemudian Mama datang ke kamar."Kamu kenapa Kania, kamu menangis?""Nggak, Ma. Boleh aku pergi sekarang, Ma? Aku mau ke rumah Seli. Kukira Mas Radit ada di sana. Mama tolong jaga Kyra ya Ma!""Baiklah, kamu nggak apa-apa sendirian? Hati-hati ya, udah sore sekarang.""Ya, Ma. Nggak apa-apa, aku bisa."Aku langsung berangkat menggunakan mobil Mama. Aku harus mendapatkan penjelasan Mas Radit sekarang juga. Sepanjang jalan air mataku tak henti keluar.
Aku belum bisa kembali ke rumah. Bisa-bisa Mama khawatir melihat kondisiku sekarang. Kuarahkan mobil ke kedai kopi. Aku harus minum kopi agar pikiranku lebih tenang. Biarlah sesekali aku meminumnya, walau katanya wanita menyusui tak baik meminum kopi.Aku memesan secangkir capuccino panas. Mungkin dengan berdiam di sini, aku bisa menormalkan pikiranku, membuang memori bersama Mas Radit.Pesananku datang. Sudah tak sabar untuk menyeruputnya, tiba-tiba cangkir capuccino ditarik seseorang."Hei!" Aku marah dengan tingkah seseorang yang seolah menjahiliku."Maaf, Kania. Kamu jangan minum ini. Lebih baik minum ini." Bang Haris memberikan satu gelas jus alpukat."Bang Haris? Ya Allah dikira siapa. Duduk, Bang! Kok kita bisa kebetulan terus ya?" kataku sambil menyedot jus alpukat pemberian Bang Haris."Iya. Mungkin Tuhan menakdirkan kita bersatu, Kania."Bang Haris membuatku tersedak. Jus alpukat yang ku minum berhambur keluar lagi dari mulutku. Lalu aku memandang Bang Haris lekat-lekat. Saa