Share

Tanda merah di leher Arjuna

Author: Rhienz
last update Last Updated: 2021-06-11 11:45:52

Bab 4

Vonis mandul ditengah kehamilan istriku

Jangan-jangan benar, Arjuna lah Ayah dari anak yang dikandung Nisa!

“Anton! Ko lama banget kamu nyari sarungnya? uda ketemu apa belum?” teriak Ibu memanggilku dari luar. Membuatku terkejut dan langsung memasukan tali bra ini ke dalam saku celanaku. Aku pun bergegas keluar dari kamar Arjuna, dan langsung menyerahkan sarung yang kuambil kepada Ibu yang sudah berdiri di  depan pintu kamar.

“Kamu ini, ngambil sarung aja lama! bikin Bapakmu emosi aja pagi-pagi!” cetus Ibu padaku.

Aku tak begitu menghiraukannya, karena Bapak memang sudah biasa marah-marah seperti ini. kulihat jam di tangan, waktu sudah menunjukan pukul tujuh pagi, aku harus segera bersiap-siap pergi ke kantor. Ku ambil handuk yang menggantung di belakang pintu kamar, aku pun bergegas untuk mandi.

Selesai mandi aku kembali ke kamar, kulihat Nisa sudah tidak ada di kamar, kemana dia? Apa jangan-jangan dia pergi ke kamar Arjuna? entah kenapa pikiranku begitu yakin jika Nisa sedang berada di kamar Arjuna. 

Aku Pun bergegas memakai baju kerja yang sudah disiapkan oleh Nisa, kemeja warna biru langit dengan dasi corak batik ini sudah terpasang rapi di tubuh atletis ku. 

"Ting" sebuah notif pesan singkat masuk ke ponselku, segera aku meraihnya dan membaca sebuah pesan siaran dari grup teman kerja. 

[Undangan untuk seluruh karyawan bagian pemasaran, jamuan makan siang bersama jajaran direksi, wajib mengajak keluarga agar bisa menjalin silaturahmi antar keluarga rekan kerja. TTD. Dirut pemasaran. ] bunyi pesan siaran yang masuk di ponselku. 

Sesaat aku menghela nafas, memikirkan undangan itu. Mungkinkah Nisa bersedia datang ke acara jamuan makan siang itu, setahuku dia tak pernah mau datang ke acara-acara seperti itu, dia begitu pemalu jika bertemu lawan jenis, jangankan bertemu rekan kerja, bertemu tetangga pria depan rumah saja dia malu, yang katanya tidak baiklah, takut ada hasutan setan lah, banyak sekali alasan yang dia ungkapkan untuk menolak bertemu dengan bukan muhrim yang tidak ia kenal. 

Tapi, jika aku datang tanpa keluarga, apa kata rekan-rekan yang lain? Ah, sudahlah dipikir nanti saja. Lebih baik sekarang aku mencari keberadaan Nisa. 

Aku segera keluar dari kamar, menyusuri setiap ruangan di rumah ini, namun keberadaan Nisa tidak ditemukan, aku lihat ke teras luar, disana pun tidak ada. Di pinggir jalan hanya ada Ibu beserta Ibu-Ibu komplek lainnya yang sedang berbelanja sayuran di pedagang sayur keliling yang tiap hari mangkal di depan rumah. 

Kira-kira dimana Nisa? kenapa dia tiba-tiba menghilang. Pikiranku tertuju ke kamar Arjuna. Jangan-jangan dia ada di kamar Arjuna?

Segera aku berjalan menghampiri kamar adik lelakiku yang baru berusia 17 tahun itu. Dari luar kamar aku mendengar suara Arjuna sedang berbicara dengan seorang wanita. Namun suaranya tidak begitu jelas, karena Arjuna memutar musik yang cukup kencang, membuat suara lawan bicaranya sedikit samar. Apakah itu Nisa? 

Aku yakin itu Nisa, segera kutarik daun pintu kamar Arjuna. Namun, belum sempat pintu terbuka, suara teriakan Bapak mengagetkan ku dari belakang. 

"Anton! Ngapain kamu ngendap-ngendap disana? Cepat sini! antar Bapak ke teras luar! Bapak mau berjemur, Ibumu baru saja ngepel, lantainya masih licin. Bapak takut tergelincir!" teriak Bapak dengan tatapan penuh curiga. Tanpa pilihan, aku pun segera mendorong kursi rodanya menuju ke teras luar. 

Berjemur adalah rutinitas Bapak setiap pagi, sesuai saran dari dokter yang memeriksa Bapak. 

"Bapak disini saja, ya! biar lebih gampang kalau mau putar balik," ucapku lalu berbalik badan dan berniat untuk kembali mengecek kamar Arjuna. Namun, belum sempat aku melangkahkan kaki, lagi-lagi Bapak memanggilku. 

"Kamu mau kemana sih, Anton? dari tadi Bapak liat kamu clingak-clinguk gak jelas, kamu mau cari apa?" tanya Bapak penuh selidik. 

"Anton mau cari Nisa, Pak!" jawabku pada Bapak. 

"Mau apa cari Nisa?" pertanyaan Bapak sedikit aneh, kenapa seorang suami mencari istrinya harus dipertanyakan. 

"Anton mau nanya kaos kaki, Pak! Anton kan mau berangkat kerja, dan Nisa belum menyiapkan kaos kaki yang akan di pakai Anton." jawabku dengan nada lebih halus.

"Kaos kaki saja minta disiapkan sama istri! kamu kan bisa cari sendiri Anton! Istrimu itu lagi hamil, kamu harus lebih mandiri jadi suami, jangan apa-apa minta disiapkan!" tegur Bapak padaku. Padahal dulu, saat Desi masih menjadi istriku, justru Bapak lah yang menyuruh Desi menyiapkan semua keperluanku, bahkan untuk hal kecil seperti kaos kaki ini. 

Perlakuan Bapak pada Nisa sama persis seperti perlakuan Ibu, mereka begitu menyayangi dan memanjakan Nisa. 

Bapak masih menatapku dengan wajah sangarnya, dia tidak mengijinkan aku untuk mencari Nisa. Tapi, pikiranku masih tertuju ke suara wanita di kamar Arjuna, aku harus tau, siapa wanita yang sedang bersama Arjuna. 

Aku pun segera masuk ke dalam, tanpa memperdulikan Bapak yang terus memanggilku. Kamar Arjuna sudah semakin dekat, detak jantungku semakin tak karuan, jika benar yang di dalam itu adalah istriku, habislah kalian berdua, aku terus berjalan sambil mengepalkan tangan, tak kepedulian teriakan Bapak yang semakin keras memanggilku, hingga akhirnya… "Bruk!" suara benda jatuh yang begitu keras terdengar di barengi suara teriakan Ibu dari luar. 

"Bapak!" 

"Bapak kenapa bisa jatuh begini, sih Pak!" teriakan Ibu yang terdengar panik membuatku menengok ke belakang. 

Ternyata Bapak sudah tersungkur di lantai, membuat pelipisnya sedikit berdarah. Aku pun segera berlari menghampiri mereka keluar. 

"Anton! Kenapa Bapak bisa jatuh? siapa yang naruh Bapak disini?" tanya Ibu padaku, wajahnya nampak panik melihat Bapak meringis kesakitan. 

Aku langsung membantu Bapak untuk kembali duduk di kursi rodanya sambil menjawab. "Maaf, Bu! tadi Anton yang bawa Bapak kesini, Bapak minta berjemur di teras, jadi Anton antar Bapak ke teras,"

"Terus kenapa Bapak kamu tinggal, Ton! kamu kan tau kondisi Bapak itu seperti apa?" sahut Ibu penuh tekanan, sepertinya Ibu marah padaku. 

Di tengah keributan, Arjuna pun datang menghampiri kami. 

"Ada apa sih ini, pagi-pagi uda rame?" tanya Arjuna yang sudah berseragam lengkap. Dia merapikan kancing seragamnya yang belum terpasang semua. Rambutnya terlihat sedikit berantakan seperti belum disisir. 

Namun, ada satu hal yang membuat dadaku semakin sesak dan mataku memanas, sebuah tanda merah di leher Arjuna, mirip seperti tanda merah di dada Nisa. Aku semakin yakin, bahwa Arjuna lah laki-laki yang menanam benih di rahim Nisa, aku harus mencari bukti yang kuat untuk membongkar perselingkuhan mereka! 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
effy
keluarga jalang kayanya
goodnovel comment avatar
Anitha Yunitha
jangan jagan anton bukan anak kandung makanya diperlakukan seperti itu
goodnovel comment avatar
Ismawati Romadon
kasian banget hidup kamu anton
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Terimakasih Para Reader

    Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   TAMAT

    ***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Di tahan dulu kangennya!

    ***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Apa? beliin pembalut?

    🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Mengubur semua kenangan buruk kita

    🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Bu Minah dan Tuan Romy puber kedua

    ***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status