Home / Romansa / Vonis mandul ditengah kehamilan istriku / Benda mengejutkan dikamar Arjuna

Share

Benda mengejutkan dikamar Arjuna

Author: Rhienz
last update Last Updated: 2021-06-11 11:40:31

Bab 3

Vonis mandul ditengah kehamilan istriku

Hatiku memanas seketika, setelah melihat Arjuna kelelahan seperti itu, habis ngapain dia, jika bukan habis bercinta dengan Nisa! Aku berusaha tetap tenang, aku tidak boleh gegabah. 

"Jun! Kamu habis ngapain malam-malam gini keringatan kayak gitu?" tanyaku penuh selidik, aku benar-benar penasaran dengan jawaban dari anak ini.

"Eh Mas, belum tidur, Mas?" jawabnya santai, dia malah balik tanya kepadaku.

"Belum, belum ngantuk! Pertanyaan Mas, gak kamu jawab?  kamu habis ngapain malam-malam gini gak Pake baju, keringat gitu?" 

"Owh, aku habis push up, Mas! Olahraga, biar punya badan kayak Mas Anton," jawabnya santai. Dia sama sekali tidak terlihat panik maupun kikuk. 

"Malam-malam gini olah raga, olah raga tuh pagi! biar sehat, bukan malam!" jawabku sedikit ketus, pasalnya aku tidak percaya dengan Jawaban Arjuna.

"Mas ngapain disini? Mau bikin mie instan juga, kayak Mbak Nisa? Ko gak sekalian aja tadi makan bareng Mbak Nisa, Mas?" Aku terdiam sesaat, berpikir apa maksud dari ucapan Arjuna, apa dari tadi Nisa di dapur untuk bikin mie instan, terus habis makan dia langsung mandi? Aku memang melihat mangkuk bekas mie instan di atas meja makan, apakah ini mangkok bekas Nisa? Ah-entahlah, saat ini aku memang tidak bisa berpikir jernih.

"Mas! Ditanya kok bengong?" ucap Arjuna membangunkan lamunanku.

"Gak, Mas lagi ngadem aja disini! uda malam, cepet tidur! besok kan kamu harus sekolah!" sahutku pada Arjuna, ia pun mengangguk dan segera kembali ke kamarnya.

Tak lama kemudian Nisa keluar dari kamar mandi, dengan rambut basahnya.

"Mas? Ko kamu disini? Ngapain?" tanya Nisa terkejut melihat ku dihadapannya.

"Mas nyariin kamu, kamu kemana aja dari tadi? Terus kamu ngapain keramas  malam-malam gini, emangnya gak dingin?" tanyaku penuh selidik.

"Ba-barusan aku habis makan mie instan, terus keringetan, gerah! jadi aku mandi aja daripada gak bisa tidur semalaman, kamu tau sendiri kan orang hamil bawaannya gerah terus!" jawabnya sedikit terbata. Aku yakin Nisa pasti berbohong.

"Ya sudah, cepet masuk kamar, keringkan rambutnya biar gak masuk angin!" ucapku mengajaknya ke kamar.

Di dalam kamar Nisa mulai memakai satu persatu pakaiannya, namun ada sesuatu yang membuat dadaku semakin sesak, aku melihat tanda merah di bagian dada kirinya, tanda itu sepertinya masih baru, karena warna merahnya masih terang. Sedangkan aku dan Nisa terakhir kali berhubungan 3 hari yang  lalu. Aku yakin ini adalah perbuatannya laki-laki itu.

Seperti biasa dia akan memakai daster panjang untuk tidur. Dia memang wanita yang sangat menjaga auratnya, bahkan walaupun seharian dirumah, dia tetap mengenakan gamis dan kerudungnya. 

Aku berbaring di kasur, menatap langit-langit kamar dengan berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam hatiku. Selesai memakai baju dan mengeringkan rambut dengan hairdryer, Nisa pun segera berbaring di sampingku, wajahnya begitu lugu dan sendu.

"Cepet tidur, Mas! cepet istirahat," ucapnya, lalu mengecup keningku. Itu memang sudah menjadi kebiasaannya setiap malam sebelum tidur.

Malam semakin larut, tapi mataku sulit untuk terpejam. Hingga sampai adzan subuh berkumandang aku masih terjaga.

Segera aku bangkit dari kasur, berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. 

"Mas, ko tumben kamu sudah bangun?" tanya Nisa yang baru bangun dari tidurnya.

"Iya, Nis! Mas harus berangkat pagi ke kantor!" jawabku berbohong. 

"Ya sudah kalau begitu, mumpung kamu bangunannya subuh, kita sholat berjamaah ya!" ajaknya padaku, Nisa memang biasa bangun subuh, sedangkan aku jarang sekali bisa bangun dan sholat subuh. Sholat subuh ku sering kali bolong.

Aku mengangguk mengiyakan ajakan Nisa, kami pun sholat subuh berjamaah. Setelah shalat Nisa kembali ke kamar, dia mengeluh perutnya kram. Aku pun menyuruhnya untuk beristirahat di kamar.

***

"Ton, kamu Uda bangun?" tanya Ibu padaku yang sedang duduk di depan televisi.

"Uda, Bu!" jawabku singkat. 

Semenjak Nisa menjadi istriku, peran Ibu dirumah ini jadi lebih dominan, Ibu yang memasak dan membersihkan rumah ini. Padahal dulu saat Desi yang masih menjadi istriku, semua pekerjaan rumah Desi lah yang mengerjakan. Ibu hanya tinggal makan dan nonton TV.

Ibu juga tidak pernah bangun sepagi ini untuk membuat sarapan. Karena semuanya telah disiapkan oleh Desi. Tapi semenjak Nisa yang menggantikan posisi Desi menjadi menantu di rumah ini, semua itu kini telah berubah. 

Ibu begitu menyayangi dan memanjakan Nisa, perlakuannya pada Nisa berbanding terbalik dengan perlakuannya pada Desi dulu.

****

Matahari mulai naik kepermukaan, Bapak mulai keluar dari kamarnya. Seperti biasa, dia akan keluar dengan raut wajah galaknya. 

"Bu! Ibu!" Teriak Bapak memanggil Ibu di dapur.

"Ada apa, sih Pak?" jawab Ibu berlari terpogoh-pogoh menghampiri Bapak.

"Nisa mana?" tanya Bapak pada Ibu, matanya menyisir seluruh ruangan mencari keberadaan Nisa.

"Nisa masih dikamar, Pak!" sahutku mendahului Ibu.

"Emang Bapak mau ngapain nyariin Nisa?" tanya Ibu pada Bapak.

"Sarung Bapak yang warna merah mana? Kemarin Bapak lihat Nisa yang mengangkatnya dari jemuran, Bapak uda cari di kamar gak ada!" jawab Bapak yang masih duduk di kursi rodanya.

"Oalah Pak, Ibu gak tau! Anton, coba kamu tanya Nisa, dimana dia menaruh sarung Bapak!" suruh Ibu padaku. Aku pun bergegas ke kamar untuk menanyakannya pada Nisa. Kuliat Nisa masih tertidur nyenyak, sepertinya dia begitu kelelahan.

"Nis, sarung Bapak yang kemarin kamu angkat dari jemuran, kamu taruh dimana?" tanyaku pada Nisa. Dia menggeliat lalu membuka sedikit matanya.

"Ada apa, Mas!" jawabnya dengan suara khas orang ngantuk.

"Bapak nyariin sarungnya, katanya kamu yang angkat dari jemuran! Kamu taruh dimana?" jawabku mengulang pertanyaan.

"Coba cari di kamar Arjuna, Mas! Kemarin Juna yang ambil saat aku melipat baju," sahutnya dengan mata tertutup. Dia pun kembali lelap dengan guling dipelukannya.

Setelah mendapat jawaban dari Nisa aku pun segera keluar dari kamar.

"Mana sarungnya, Ton?" tanya Bapak dengan raut wajah tegasnya.

"Di kamar Juna, Pah! Nisa bilang, kemarin Juna yang ambil saat Nisa melipat baju!" jawabku sesuai dengan apa yang disampaikan Nisa.

"Tolong kamu cariin di kamar Juna, Ton! Ibu lagi repot!" teriak Ibu dari dapur. 

Dengan cepat aku melangkahkan kakiku berjalan menuju ke kamar Arjuna, aku tidak boleh membuat Bapak semakin marah karena harus menunggu, Bapak paling tidak suka menunggu lama, dia bisa ngamuk walaupun  karena hal sepele seperti ini.

Kubuka pintu kamar yang tidak terkunci ini, Arjuna masih tertidur dengan posisi tengkurap, kondisi kamar yang sangat berantakan, baju dan buku pelajaran berserakan di mana-mana, begitupun dengan puntung rokok yang tercecer di atas nakas. Arjuna memang malas untuk membereskan kamarnya sendiri, dulu Desi lah yang tiap hari membereskan kamar Arjuna. 

"Jun! Bangun,Udah siang! Kamu gak sekolah?" ucapku menepuk punggung kurusnya. Tapi Arjuna sama sekali tidak merespon.

"Jun, mana sarung Bapak yang warna merah? Kata Nisa, kamu yang ambil!" ucapku sedikit berteriak di telinga Arjuna.

"Cari aja di tumpukan baju di atas kursi itu, Mas!" ucapnya sambil menunjuk ke sembarang arah, karena dia berbicara sambil tertidur.

Aku pun segera mencari sarung itu di tumpukan baju yang dimaksud. Entah ini baju kotor atau bersih, tak bisa dibedakan. Arjuna benar-benar jorok, tak bisa rapi sedikit pun. Lama aku mencari akhirnya aku menemukan sarung yang di minta Bapak, namun saat tanganku ingin menarik sarungnya dari tumpukan baju, tiba-tiba saja sebuah benda kecil jatuh tepat di atas kakiku, aku membungkuk lalu mengambilnya, namun betapa terkejutnya aku, saat yang ku ambil adalah tali pakaian dalam wanita yang sangat familiar di mataku. 

Sebuah tali berwarna merah muda dengan pengait di kedua ujungnya, sama persis seperti tali bra yang dimiliki Nisa. Hah! jangan-jangan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
kakskskskkskskskd
goodnovel comment avatar
M Arkanudin
kereeeeeeeeenn
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Terimakasih Para Reader

    Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   TAMAT

    ***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Di tahan dulu kangennya!

    ***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Apa? beliin pembalut?

    🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Mengubur semua kenangan buruk kita

    🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Bu Minah dan Tuan Romy puber kedua

    ***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Jannah tidak berdosa!

    Sore menjelang malam, mereka pun tiba di Jakarta. Setelah mengantar Adel sampai ke rumahnya, Anton pun bergegas pulang. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Bu Minah ada di rumah sang Ayah dan menyambut dirinya dengan wajah tak bersahabat."Ibu? Sejak kapan ibu disini?" tanya Anton meraih tangan ibunya dan menciumnya takzim."Kamu dari mana saja Anton? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?" tanya Bu Minah menatap tajam Anak sulungnya itu. Melihat raut wajah ibunya yang kesal, Anton pun bingung harus menjawab apa. "Kenapa diam saja Anton? Kamu tidak dengar apa yang ibu tanyakan?! Kamu dari mana saja? Kenapa pergi tidak pamit sama ibu?""Maaf kan Anton, Bu. Anton … Anton ada urusan,""Urusan? Urusan apa? Mengurus wanita jalang itu maksudmu?! Jawab Anton! Benarkan apa yang ibu katakan?" Mendengar cercaran pertanyaan dari ibunya, Anton pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia tidak mungkin berdebat dengan sang ibu d

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   Korban seorang residivis

    Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk pulang, Anton dan Adel mengantar Lilis terlebih dahulu sebelum mereka berdua kembali ke Jakarta. "Terimakasih, ya' Mas Anton, maaf sudah terlalu banyak merepotkan," ucap Lilis saat mereka tiba di rumahnya. "Tidak apa, Mbak. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya pamit dulu' ya, Mbak. Salam pada anak-anak," "Baik, Mas. Nanti saya sampaikan salam dari Mas Anton pada Qila dan Fadlan jika mereka sudah pulang dari sekolah. Mas Anton dan Mbak Adel hati-hati di jalan," sahut Lilis dan segera di anggukan oleh Anton maupun Adel. Dua sejoli itu pun akhirnya pergi meninggalkan kampung halaman Nisa.Tidak bisa dipungkiri, di kampung ini Anton sempat menjadi bagian dari keluarga besar Abah dan Emak. Kenangan masa lalu yang indah sempat terukir, walau hanya sesaat."Anton? Lo kenapa' sih? Ko malah ngelamun? Ayo jalan!" ucap Adel menegur kekasihnya yang masih dudu

  • Vonis mandul ditengah kehamilan istriku   "Maafkan aku, Nis!"

    "E-elo … nggak sedang bohongin gue kan?" tanya Adel terbata. Seketika ada perasaan bersalah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak. "Untuk apa saya bohongin kamu, Del? Apa untungnya buat saya?" sahut Anton membuang nafas kasar. Ia tidak menyangka jika gadisnya itu bisa berpikiran buruk terhadapnya. "Lebih baik' sekarang kamu balik ke Jakarta! Kamu kesini diantar Pak Amin' kan? Biar saya bilang sama Pak Amin untuk bawa kamu pulang ke Jakarta," ucap Anton. Ia pun berjalan menuju mobil hendak menghampiri sang supir. Namun, seketika tangan Adel menghadangnya. "Gue nggak mau balik! Gue mau disini nemenin lo!" ujar Adel yakin."Tapi, Del! Disini saya repot dengan urusan Nisa. Saya tidak mungkin bisa jagain kamu! Dari pada nantinya kamu kesal, lebih baik kamu pulang. Jika urusan disini selesai, saya akan segera menyusul kamu ke Jakarta!" "Pokoknya gue nggak mau balik! Gue tidak akan kembali ke Jakarta tanpa lo! Gue mau nemenin lo sampai semua urusan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status