Adelia mengamuk tak karuan mendengar Bang Azlan lebih memilihku, Bang Azlan terlihat bingung ingin menenangkan istri mudanya tapi Papa terus menatapnya tajam. Sedangkan aku tetap memasang wajah polos menyaksikan drama gratis yang disuguhkan Adelia, sambil menikmati ayam kentucky.
Aku bersorak gembira didalam hati, tanpa perlu mengotori tanganku kebusukan Adelia terbongkar.Ternyata selera Bang Azlan sungguh rendah sekali,Bang Azlan seperti pemulung yang memungut barang yang telah dibuang orang lain. Sungguh kasihan. "Ini anakmu!" Teriak Adelia lagi seraya memukuli perutnya sendiri. Adegan yang sangat dramatis, Bang Azlan akhirnya meraih tubuh Adelia. "Iya aku percaya itu anakku," Sungguh bucin sekali, sudah diberi barang bukti tapi tetap saja percaya dengan gundiknya. Entah memakai pelet apa Adelia sampai-sampai Bang Azlan seperti takut kehilangannya. Sedangkan aku,dipertahankan hanya untuk menjadi ATM berjalan. Sungguh miris. "Hilman dan adiknya itu iri pada kita, apalagi adiknya mandul, makanya dia membuat surat keterangan palsu. Mereka tak senang melihat kita bahagia," Aku dan Bang Hilman saling pandang dengan tatapan takjub. Adelia ini ternyata selain licik, dia juga pintar membual. "Hiks, mas aku takut!" rengeknya seraya mengeratkan pelukan pada Bang Azlan. Astaga dua manusia ini, benar-benar memancing emosiku! "Walaupun kamu bertahan dengan Bang Azlan, tetap saja kamu tak bisa menikmati hartaku! Silahkan berjuang dari nol bersamanya!" Ucapku dengan wajah angkuh. Adelia mendelik kearahku. "Hey! Jangan serakah kamu jadi perempuan, sudah syukur Mas Azlan mau menerimamu yang penuh kekurangan, sudah mandul, tamak lagi!" Ucapnya tak sadar diri. Aku tertawa lirih. "Aku hanya menyelamatkan apa yang sudah menjadi hakku! Jika ingin banyak uang, usaha!Jangan hanya mau menikmati hasil panen orang!" Bang Azlan menatapku sendu. "Dik,tolonglah mengerti usaha itu kita bangun bersama-sama, kenapa sekarang kamu ingin menguasai semuanya?"Kuhela nafas kasar. "Perusahaanku itu kurintis dari nol seorang diri dengan modal seadanya, Bang, saat itu kau hanya bisa meremehkan. Tapi saat perusahaan mulai berkembang pesat kamu baru mau ikut mengelola itupun kamu tak pernah terjun kelapangan langsung. Kamu hanya tahu,bagaimana caranya mengambil uang perusahaan tanpa sepengetahuanku!" Cercaku panjang lebar. Wajah Bang Azlan mendadak pias, Papa dan kedua abangku hanya diam mungkin membiarkan aku melepas segala unek-unek dihati. "Sudah berapa ratus juta kamu keluar uang untuk gundikmu itu?" Tanyaku sinis. Bang Azlan menunduk."Lima ratus juta,dalam sebulan, belum DP untuk pernikahan kalian sudah hampir enam ratus juta, jika aku membiarkan kalian memakai uangku untuk melunasi semuanya, mungkin 1,2 milyar uang perusahaan habis kalian keruk!" Ucapku lagi merincikan pengeluaran uang perusahaan yang diambil Bang Azlan secara diam-diam. Bang Azlan meremas jemarinya."Dulu kau memberiku jujuran hanya lima juta, aku tetap terima. Tapi aku tak terima, jika uang hasil usahaku kau buat foya foya bersama gundikmu!" Semprotku lagi. Kuhela nafas panjang. Tak rela rasanya melepaskan Bang Azlan begitu saja,aku harus membuatnya menderita baru kucampakkan."Dik,tolong jangan seperti ini," rengek Bang Azlan. Aku memutar bola mataku malas. "Aku akan membantumu melunasi hutang-hutangmu,tapi ada syaratnya!" Ucapku seraya melipat tangan di dada. Adelia terlihat tersenyum sumringah mendengar ucapanku,mungkin dia kira aku berubah fikiran dan membiarkan dia menikmati semua hartaku. Ah tidak semudah itu, esmerelda! "Apa syaratnya?!" Tanya Bang Azlan antusias. Kuhela nafas kasar. "Dengarkan baik-baik dan jangan memotong ucapanku, paham?!" Tegasku. Bang Azlan dan Adelia mengangguk. "Syarat pertama, kalian berdua boleh tinggal disini tapi tidur di paviliun belakang, kedua, Bang Azlan tak boleh berhubungan dengan Adelia sampai anak itu lahir, karena pernikahan kalian tak sah!"Adelia mendelik mendengar persyaratan dariku."Tinggal disini tak gratis, kamu harus menggantikan tugas pembantuku yang cuti karena pulang kampung, dan ketiga aku juga berhenti memberi uang bulanan untuk semua keluarga Bang Azlan. Sekarang sudah waktunya abang menanggung mereka semua sendiri!" Ucapku lagi. Bang Azlan terlihat ingin membantah, wajah kedua orangtuanya pun mendadak pias. "Tak ada bantahan, jalani atau pergi dari sini hanya itu pilihan kalian!" Tegasku seraya beranjak dari dudukku diikuti kedua abangku. "Ada mainan baru nih ye," goda bang Heru seraya menjawil pipiku. Aku mendengkus. "Bukan mainan,tapi ini ujian untuk mereka. Ujian yang tak ada akhirnya," sahutku asal. "Papa mengusap bahuku." Papa percaya kamu bisa menghadapi mereka,tapi ingat kamu tetap harus meninggalkan Azlan!" Ucap Papa seraya mencium keningku. Aku mengangguk. "Tenang Pa, urusan berpisah itu gampang, sekarang Nayra mau kasih pelajaran berharga dulu buat mereka!" Ucapku. Setelah berbasa basi sebentar akhirnya Papa dan kedua abangku pamit pulang. Aku kembali masuk kerumah,kulihat adik-adiknya Bang Azlan terlihat gelisah. "Hania, tolong kembalikan mobil saya!Kalau ingin terlihat mewah lagi, suruh abangmu usaha lebih giat lagi!" ucapku mengejek seraya mengulurkan tangan meminta kembali mobil yang pernah kuberikan. Hania mengerucutkan bibirnya,dengan wajah menekuk kesal Hania menyerahkan kunci mobil pajero sport milikku. Mobil yang selalu diakui miliknya dihadapan teman-temannya. Kualihkan pandanganku kearah Adelia yang sudah memakai baju kembali, kutatap dia tajam. "Ngapain masih santai disini? Beresin itu dapur!" Bentakku. Adelia mendecak kesal seraya beranjak dari duduknya. "Satu piring pecah, gajih suamimu ku potong!" Teriakku. Kedua orangtua Bang Azlan menatapku dengan tatapan memohon. Ku rogoh uang disaku gamisku, lalu kuberikan selembar uang berwarna merah untuk mereka pulang. "Ini, untuk ongkos angkot. Uang belanja minta sama Bang Azlan bulan depan pas dia gajihan ya! Jangan berharap sama saya lagi!" Ucapku lembut tapi menusuk. Aku berjalan kebelakang rumah,kulihat Bang Azlan sedang membersihkan paviliun kecil yang biasa ditempati pembantuku. Paviliun itu terlihat kumuh karena sudah hampir tiga bulan tak ditempati semenjak pembantuku berhenti, terlihat banyak sekali debu. "Bang, kalau sudah bersih kamu bisa ambil kasur lantai yang ada di gudang belakang ya, disana juga sudah ada bantal guling dan sprei, tinggal dibersihkan saja," ucapku. Bang Azlan menatapku dengan wajah sendu. "Dik,rumah kita kan banyak kamar, kenapa harus tinggal di paviliun?" Tanyanya. "Istri mudamu itu harus belajar hidup dari nol sepertiku!" Ketusku. Kutinggalkan Bang Azlan masuk kedalam,kuintip Adelia yang sibuk mengepel lantai dapur. Sedangkan keluarga Bang Azlan sudah pergi tanpa pamit, bagus lah aku juga sudah malas berbasa basi dengan orang munafik seperti mereka. Aku masuk kedalam kamar, lalu kurebahkan tubuhku diranjang. Semua pintu ruangan penting kukunci, semua kunci cadangan kusimpan rapi agar Bang Azlan dan Adelia tak bisa mengambil barang-barang penting milikku. ----Saat bangun pagi hari aku melongo melihat ruang tamu dan ruang keluarga masih berantakan bahkan sisa nasi goreng yang mereka makan tadi malam masih ada di meja makan. Benalu tak tahu diri!Bergegas aku menuju paviliun,kutendang pintu paviliun. Aku tersenyum sinis melihat mereka terkejut, rupanya mereka tak menggubris semua persyaratanku. Ingin bermain-main dengan Nayra rupanya. Kutarik lengan Adelia lalu kuseret tubuh bugilnya sampai masuk kedalam rumahku kembali, tak kupedulikan jeritannya. Kuhempaskan tubuhnya kelantai, lalu kusiram wajahnya dengan minyak jelantah. "Ini akibatnya kalau kamu melanggar aturanku!" Bentakku. Adelia menjerit histeris seraya menghentakkan kakinya seperti anak kecil yang tak diberi permen. Tak lama Bang Azlan menyusul dengan wajah pucat. "Dik tolong jangan seperti ini," ucapnya berusaha meraih tanganku. Aku mundur menjauh dari Bang Azlan. "Kalian itu disini hanya numpang! Tolong tahu diri! Ini rumahku, jika masih ingin tinggal disini, ikuti peraturanku!" Cercaku. ----Jangan lupa kritik dan sarannya ya guys šAdelia mengamuk tak karuan mendengar Bang Azlan lebih memilihku, Bang Azlan terlihat bingung ingin menenangkan istri mudanya tapi Papa terus menatapnya tajam. Sedangkan aku tetap memasang wajah polos menyaksikan drama gratis yang disuguhkan Adelia, sambil menikmati ayam kentucky.Misteri Kematian HilmanHilman bergeming dengan keringat sebesar biji jagung bercucuran saat terbangun dari tidurnya. Mimpi buruk yang sama seperti kemarin, perempuan berwajah menyeramkan datang dan berusaha membunuhnya. Bahkan perempuan itu terus meraung-raung, saat ia berusaha menjauh, yang membuat ia heran perempuan mengerikan itu menggendong bayi berwajah sangat menyeramkan. Wajahnya penuh luka tusuk.Hilman merasa mual saat mencium bau busuk, matanya bergerak kesana kemari mencari asal bau busuk tersebut. Suasana sel sangat sepi, sipir yang biasa berjaga di depan juga tak ada. Tengkuk Hilman terasa dingin, bulu halusnya meremang."Hilman ..."Suara perempuan itu lagi terasa nyata, dengan susah payah Hilman menelan salivanya. Dia ingin lari, tapi tubuhnya sama sekali tak bisa di gerakan."Hilman ... Ini aku!" lagi suara itu semakin dekat.Tubuh Hilman bergetar saat merasakan pelipisnya disentuh ses
2 Tahun berlalu ...Ira berjalan tertatih menuju kamar mandi, para sipir mengawasinya dari kejauhan. Ira tersenyum miris, meratapi nasibnya begitu mengenaskan, menghabiskan masa tua seumur hidup di penjara. Anak angkatnya sudah tiada, anak tirinya menjauh, keluarganya tak peduli. Dia benar-benar sendirian di penjara, walaupun sesekali Broto menjenguknya.Ira tak menyangka jika Broto masih berbaik hati menjenguk dan membawakannya makanan, padahal dia sudah menghancurkan rumah tangga dan mencelakai anak cucunya. Tapi, Broto masih berbesar hati mengikhlaskan semua yang terjadi. Tapi hukum tetap berjalan, Ira tetap harus menjalani hukumannya atas kasus percobaan pembunuhan dan pencemaran nama baik.Ira terduduk di sudut kamar mandi, dia putus asa. Tak ada lagi harapan untuk melanjutkan hidup, dia ingin ajal segera menjemputnya karena sudah tak tahan lagi di hantui penyesalan. Belum lagi rasa bersalah pada istri pertama Broto menghantuinya, ba
POV AgengTubuhku menegang saat mendengar penjelasan Heru, tentang Nayra yang hendak dilamar seorang ustadz di kampungnya. Jantungku berdebar, hatiku hancur berkeping, rasanya kaki ini lemah tak bertulang membuatku terduduk disudut kamar. Cinta pertamaku akan di lamar orang lain, haruskah aku mundur dan mengalah? Sekian lama kunanti, tapi kenapa Tuhan seolah tak memihak kepadaku? Apa aku tak pantas menjadi pendampingnya?"Allah, izinkan hamba untuk memilikinya dan menjaganya hingga akhir hayat hamba, jadikanlah ia pasangan halal hamba,"Aku mengusap wajah kasar, rasanya tak ada lagi harapan untuk memiliki Nayra kembali. Terlebih lelaki itu akan melamar minggu depan, Nayra bolehkan aku menikungmu di sepertiga malam? Jika tak bisa meminta hatimu padamu, maka akan kupinta cintamu pada Sang Pemilik Cinta.Hampir tiga bulan aku berusaha mendekatinya kembali, tapi kenyataannya nihil. Nayra menganggapku teman biasa, terang
Sudah hampir dua bulan Azlan berada di rumah sakit tahanan, tubuhnya semakin kurus kering. Bermacam-macam obat sudah dia minum, tapi tak ada perkembangan pada kesehatannya. Penyakitnya semakin parah bahkan alat kelaminnya semakin membengkak, membuatnya merintih kesakitan sepanjang hari.Sedangkan Hania kembali masuk penjara karena sudah menyebarkan video asusila dan membawa kabur narapidana. Bahkan orangtuanya juga ikut terjerat masuk kedalam penjara karena terjerat kasus kekerasan dan penganiayaan. Mereka semua hanya bisa meratapi nasib sial yang menimpa, tak ada keluarga yang mau menolong atau pun membantu meringankan masa tahanan.Herman setiap hari mendampingi Azlan, bahkan tak segan membantu membersihkan tubuh keponakannya."Om," lirih Azlan.Herman mengangguk. "Ada apa?" tanyanya seraya mengusap punggung tangan Azlan."Aku ingin bertemu Nayra,"Herman menggaruk pelipisnya, dia bingung hen
Nayra bergeming menatap perempuan paruh baya yang juga menatapnya di balik jeruji besi. Tubuhnya sangat kurus, pipinya terlihat cekung, seperti tak ada semangat dan gairah untuk hidup. Perempuan paruh baya itu, Ira. Perlahan dia mendekati Nayra yang masih mematung, meskipun Ira sempat membenci Nayra, tapi rasa sayangnya pada Nayra masih ada. Sedari kecil dia merawat Nayra hingga dewasa, demi mendapatkan hati sang suami. Tapi ternyata, cintanya tetap bertepuk sebelah tangan.Dendam masa lalu, tak terbalaskan dan kini dirinya harus menghabiskan hidup didalam tahanan. Matanya mengembun saat melihat Nayra, terlintas bayangan wajah Amira perempuan yang dahulu dia sakiti karena dendam.Nayra reflek mundur ketika tangan Ira hendak menyentuh pipinya."Nay, ini mama nak," lirih Ira dengan suara parau.Nayra menundukkan wajahnya, air mata meluncur bebas membasahi pipinya. Hatinya merasa tak terima, walaupun dia sudah berusaha
Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah hampir sebulan Nayra berada di kampung halaman kakek dan neneknya. Kini dia sudah siap menjalani hari dan melanjutkan kembali pekerjaannya di kota, hatinya sudah berdamai dengan orang-orang di masa lalu. Kalaupun dipertemukan kembali, dia sudah biasa saja tak akan merasa sakit hati."Nay, sudah siap?" tanya Heru setelah merapikan kerah bajunya.Hari ini, Heru akan melamar Syifa sebelum mengantar adiknya pulang ke kota. Heru tak mau berlama-lama menggantung hubungannya dengan Syifa, karena dia tahu semua perempuan selalu ingin kepastian bukan hanya janji manis tanpa bukti."Gantengnya, abangku!" puji Nayra seraya menepuk bahu Heru.Heru tersenyum tipis. "Iya dong, ganteng!" sahut Heru jumawa.Aldo dan Aldi yang ada dibelakang mereka hanya tersenyummelihat tingkah abang dan adiknya. Mereka bahagia bisa berkumpul kembali, tak ada lagi pengkhianat yang