Menjadi Madu

Menjadi Madu

By:  Anis _Mo  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
35Chapters
6.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Menjadi Madu bukanlah sebuah pilihan, namun terpaksa harus dia lakukan. Egois, begitulah pemikiran keluarga besarnya tentang keputusan yang dia ambil. Bagaimana tidak, saat ini dia menerima lamaran dari suami sepupunya sendiri. Wanita kejam, seorang pelakon, itulah saat ini julukan yang dia terima. Namun sekalipun demikian, dia tetap tersenyum dan ikhlas menerima takdir yang telah Tuhan gariskan untuknya.

View More
Menjadi Madu Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
thersia agustina
kok gak ada sambungan ceritanya lagi ya
2022-07-21 17:19:39
0
user avatar
Achmad Ardi Jailani
up dong thor
2021-12-30 14:51:55
0
35 Chapters
Part 1
Aku hanya bisa memandangi wajah ibu yang marah padaku, saat aku menolak keinginannya."Ibu, bagaimana mungkin Ibu mau menikahkan aku dengan Gus Ibrahim, dia itu suami Mbak Zahra, Bu! Keponakan ibu sendiri?"Aku mencoba membantah keinginan ibu yang ingin menikahkan aku dengan Gus Ibrahim, seorang saudagar kaya raya, suami sepupuku."Alifah!" ibu kembali meninggikan suaranya. "Gus Ibrahim sudah melunasi semua biaya pendaftaran kuliah kamu, dan dia juga bersedia membiayai kuliah kamu sampai kamu menjadi sarjana," kata ibu dengan menekan suaranya."Ibu, aku rela meski tidak kuliah, biar aku kerja saja!"Aku menghampiri ibu yang duduk di hadapanku, memohon padanya dengan berlutut sembari menggenggam kedua tangannya."Kamu mau kerja apa dengan ijazah Aliyah kamu itu?" tanya ibu ketus dengan tidak melihatku."Aku bisa mengajar di yayasan Paklik Gufron, Bu!" sahutku dengan menyebut nama Paklik Gufron adik kandung ibuku yang memiliki sebuah ya
Read more
Part 2
Saat ini aku sudah berada di rumah, tepatnya di dalam kamar. Aku rebahkan tubuhku di atas ranjang, meski rasanya mataku susah terpejam.Jiwa dan ragaku begitu lelah, terasa ada beban yang menumpuk di pundakku, apalagi saat mengingat wajah paklik dan bulik yang kecewa mendengar jawabanku, karena aku mengiyakan menerima lamaran Gus Ibrahim.Aku bingung harus berbuat apa, apakah harus lari dari kenyataan dan meninggalkan ibu, ataukah harus bertahan dengan mengikuti keputusan ibu.Apapun alasannya aku adalah anak pertama di rumah ini, yang seharusnya membantu ibu meringankan beban dan tanggung jawabnya.Demi kami bertiga ibu tidak menikah lagi, demi kami bertiga ibu tidak pernah memikirkan kebahagiaan dirinya sendiri. Dan jika saat ini dia terlilit hutang yang begitu besar, itu pun untuk membiayai kehidupan kami.Ibu tidak memiliki ketrampilan apapun saat ditinggalkan ayah pergi, toko kelontong di pasar, itulah satu-satunya warisan ayah.Setelah
Read more
Part 3
Sore ini aku dan ibu diundang untuk datang diacara pengajian keluarga yang diselenggarakan di rumah Paklik Gufron."Bu, aku nggak usah ikut ya!" kataku pada ibu."Kenapa? Ayo ikut, temani Ibu!" sahut ibu.Sebenarnya aku enggan untuk bertemu keluarga besarku, karena pasti kabar lamaran Gus Ibrahim untukku sudah terdengar di telinga mereka semua, dan rasanya aku tidak sanggup untuk menghadapi gunjingan atau pun komentar yang akan mereka tujukan padaku.Aku masuk ke dalam kamar, dan mengurung diri di tempat itu, berharap ibu tidak mengajak aku pergi."Alifah! Ayo cepat!"Kudengar beberapa menit kemudian ibu memanggilku. Wanita yang melahirkanku itu bersikeras untuk mengajak aku pergi bersamanya, menghadiri pengajian keluarga di rumah Paklik Gufron.Dengan berat hati, aku mengganti bajuku, dan ikut ibu untuk pergi menghadiri pengajian keluarga.Sesampai di sana terlihat sudah banyak saudaraku yang datang, entah kenapa aku merasa se
Read more
Part 4
Tidak terasa air mataku semakin tumpah, ibu memintaku untuk pergi dari rumah ini saat acara pernikahanku dengan laki-laki dewasa yang dia pilihkan akan berlangsung.Aku berfikir, bagaimana ibu menanggung hutangnya jika aku benar-benar pergi. Terlebih, bagaimana malu yang akan ibu dapatkan di hadapan keluarga Gus Ibrahim. Memikirkan hal itu aku semakin tidak bisa berhenti menangis.Saat ini aku masih bersembunyi di kamar, aku menunggu waktu yang tepat bagaimana caranya aku bisa keluar dari pintu belakang dan lari dari rumah ini.Kudengar samar-samar suara di luar kamarku, kalau acara akan segera di mulai. Wali nikah, saksi, dan keluarga dekat yang akan menyaksikan pernikahanku dengan Gus Ibrahim juga telah siap menyaksikan ijab qobul yang akan berlangsung."Maaf! Alifah tidak ada di kamarnya!" kudengar ibu mengatakan hal itu pada semua tamu.Jantungku tiba-tiba berdetak kencang, bukan takut ketahuan karena akan meninggalkan pernikahan ini, melainkan
Read more
Part 5
Kulihat Gus Ibrahim menghampiriku yang saat ini sedang berada di dalam kamar.Laki-laki itu memperhatikan aku yang hanya menunduk di atas ranjang dengan masih berpakaian menutup aurat lengkap.Aku tahu ada kewajiban yang harus aku lakukan sebagai seorang istri, tapi aku adalah gadis remaja dengan usia belasan tahun, yang di dalam hati ini, tidak sudi disentuh oleh laki-laki seumuran Gus Ibrahim yang sama sekali tidak pernah aku sukai."Alifah! Jangan pernah takut denganku! Jika kamu tidak rela aku sentuh, aku juga tidak akan memaksamu!" kata laki-laki itu dengan lembut.Berlahan aku menoleh ke arahnya, ku pandang wajahnya yang tersenyum manis kepadaku. Dan saat itu mulai berlinang air mataku."Istirahatlah! Aku akan keluar dari kamarmu! Jika kamu merasa takut, kunci pintunya dari dalam!" katanya kemudian dengan beranjak pergi meninggalkanku.Aku terperangah melihat sikap Gus Ibrahim yang begitu baik padaku, bahkan dia mengijinkan aku mengunc
Read more
Part 6
Satu bulan sudah aku berada di rumah Gus Ibrahim, rumah yang mewah, lengkap dengan perabotan megah, taman yang asri dan indah, tapi bagaikan rumah di gurun pasir yang gersang bagiku.Satu bulan ini Mbak Zahra bersikap dingin padaku, aku pahami sikapnya, kuposisikan diriku menjadi dirinya, andai saja aku adalah Mbak Zahra mungkin seperti itulah sikap yang akan aku berikan pada maduku yang dibawa oleh suamiku ke dalam rumahnya.Apalagi keberadaanku yang saat ini semakin dekat dengan putra dan putri Mbak Zahra.Sungguh hidupku serasa dilema, rasanya aku ingin lari, tapi aku sadari semua harus aku jalani, hingga tiba waktunya nanti aku pergi. Namun entah kapan itu akan terjadi.Dan malam ini saat aku baru selesai sholat isyak. Kudengar suara seseorang mengetuk pintu kamarku.Berlahan aku bangkit dari sajadah dan membuka pintu kamar.Ternyata Gus Ibrahim sedang berdiri di depan pintu.Segera aku persilahkan beliau untuk masuk ke dalam kama
Read more
Part 7
Kini aku sudah mulai masuk kuliah, aku mulai beraktivitas di luar rumah, rasanya aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatanku untuk belajar, apalagi jalan yang aku tempuh untuk bisa melanjutkan pendidikan ini sangatlah rumit.Satu bulan telah berlalu, aku mulai aktif mengikuti organisasi kampus, ada beberapa informasi beasiswa juga yang telah aku dapatkan."Beasiswa bagi mahasiswa yang memiliki indeks prestasi tiga koma tujuh hingga empat." Sebuah brosur yang aku baca di mading kampus.Tentu jika aku berusaha belajar lebih giat, aku bisa mendapatkan beasiswa itu, dan aku tidak perlu menggunakan uang kuliah dari Gus Ibrahim lagi untuk biaya pendidikanku.Aku cukup optimis, dan aku yakin akan ada jalan dari setiap masalahku.Jika aku bisa mendapatkan beasiswa mungkin semua akan terasa lebih mudah, aku sedikit demi sedikit bisa membayar hutang ibuku, bisa segera keluar dari rumah itu, dan tidak perlu menjadi istri bawah tangan Gus Ibrahim lagi.
Read more
Part 8
Pagi ini setelah bersiap untuk berangkat ke kampus, aku ikut sarapan bersama keluarga."Bagaimana kuliah kamu Alifah?" tanya Gus Ibrahim padaku."Alhamdulillah, ujian semester satu sudah selesai Gus, ini transkip nilainya sudah keluar," kataku seraya membuka tas yang ada di pangkuanku untuk mengambil transkip nilai yang ada dalam tasku.Kutunjukkan hasil belajarku itu pada Gus Ibrahim, dan kulihat dia pun mempelajari nilai-nilai hasil belajarku dengan seksama."Bagus!" katanya seraya tersenyum dengan mengembalikan transkip nilai itu padaku. "Apa kamu ikut kegiatan organisasi di kampus?""Iya Gus," jawabku seraya mengangguk. Kemudian melanjutkan kembali sarapan pagiku.Setelah sarapan selesai aku membantu bibik merapikan piring-piring kotor yang ada di meja, sebelum aku berangkat ke kampus.Seperti biasa, aku lihat wajah sikap Mbak Zahra selalu dingin padaku. Aku mencoba mengabaikan semua itu, aku mencoba memahaminya, karena mungkin me
Read more
Bab 9
Pagi ini kulihat handphone di meja kamarku bergetar, segera kuangkat dan kulihat, ternyata seorang teman kuliah mengirimkan pesan untukku.Dan belum selesai aku membalas pesan itu, kudengar suara Gus Ibrahim mengetuk pintu kamar.Bergegas aku membuka pintu untuk menemuinya.Dia tersenyum padaku saat aku membuka pintu, seraya berjalan untuk duduk di ranjang kamarku."Bagaimana kuliahmu?" tanyanya masih dengan tersenyum."Baik," jawabku singkat seraya duduk di hadapannya."Tadi malam pulang jam berapa?" tanyanya."Mmm, mungkin lebih dari jam sembilan malam," sahutku."Dari mana? Apa ada kegiatan kuliah? Atau kegiatan organisasi di kampus?"Kulihat Gus Ibrahim menatapku penuh curiga."Mmm, semalam aku mendapat undangan makan malam dari dosen, jadi aku pulang agak malam dari biasanya," jelasku."Dosen?" Gus Ibrahim mengerutkan alisnya. "Kamu makan malam dengan dosen kamu, tanpa meminta ijin padaku?" tanya Gus I
Read more
Bab 10
Keesokan harinya sepulang dari kampus kudengar suara Zafira diruang keluarga sedang berbincang dengan Mbak Zahra, sepertinya dia sedang mengunjungi kakaknya tersebut."Mbah Zahra sudah bilang sama suami mbak kan, tentang kelakuan istri keduanya itu?""Udah," jawab Mbak Zahra."Mbak udah kasih fotonya juga kan?""Udah,""Gimana kata Gus Ibrahim? Pasti Gus Ibrahim menyesal sudah menikahi wanita nggak bener itu," kata Zafira. "Untung aja aku sama temen-temen aku makan di restoran itu, jadi bisa mergoki wanita sok alim itu jalan berdua sama om-om," lanjut Zafira. "Memang benar-benar ya mbak Alifah itu, nggak nyangka aku dia tega nikam saudaranya sendiri." Kudengar Zafira sangat emosi saat membicarakan tentang diriku pada mbak Zahra."Aku heran Fir, Gus Ibrahim sama sekali nggak marah sama Alifah, sepertinya Gus Ibrahim juga nggak percaya sama foto yang kamu kirim ke aku ini," sahut Mbak Zahra tanpa semangat.Aku menghelan nafas panjang da
Read more
DMCA.com Protection Status