Aku keluar kamar saat hari sudah gelap, jika bukan karena perutku sudah meraung-raung minta diisi mungkin aku lebih baik mengurung diri. Kufikir keluarga Bang Azlan sudah pulang,ternyata mereka masih berkumpul di ruang keluarga sambil menikmati nugget yang selalu ku stock di kulkas.
"Dik, abang mau ngomong!" ucap Bang Azlan saat melihatku. Aku hanya mengangguk seraya berjalan menuju dapur tak menghiraukan adik maduku yang terus menatapku dengan tatapan sinis. Kubuka kulkas yang isinya sudah sangat berantakan, bahkan nugget yang kustock begitu banyak habis tak bersisa, piring-piring kotor bertumpuk tumpahan minyak goreng berceceran dimana-mana. "Siapa yang berantakin dapurku?!" teriakku kesal. Kulihat Bang Azlan salah tingkah. "Sudah merusak rumah tangga orang, sekarang dapurku juga ikut dirusak!" "Maafkan Adelia, sayang, dia biasa memakai jasa pembantu di rumahnya," ucap Bang Azlan berusaha membela istri mudanya. Aku mendengus seraya menatap tajam Bang Azlan. "Dulu aku terbiasa hidup serba mewah bersama keluargaku, demi menikah denganmu kutinggalkan semuanya, menemanimu dari nol, memberikan modal untuk membuka usaha,tapi kamu kurang bersyukur!" Ucapku panjang lebar. Bang Azlan menunduk. "Aku yang menemanimu, dia yang menikmati! Enak sekali dia tinggal ongkang angking kaki di rumah!" Gerutuku kesal. "Seharusnya kamu menikahi dia dengan acara sederhana, seperti kamu menikahiku dulu! Biar adil, aku diajak hidup susah, sedangkan dia kamu manjakan dengan harta yang aku cari dengan susah payah!" Cercaku lagi. Bang Azlan menelan salivanya dengan susah payah,dia tak berani menjawab ucapanku.Entah kemana keangkuhannya kemarin saat meminta izin menikah lagi, sepertinya hilang karena sudah tak ada lagi uang di kantongnya. "Heh,kamu! Jangan diam saja disitu, cepat bereskan kekacauan ini kalau kamu masih mau hidup dengan tenang dan nyaman!" gertakku pada Adelia yang berdiri diambang pintu dapur. "Maaas!" Rengeknya seraya menghampiri Bang Azlan. Aku mendengkus kesal melihatnya bergelayut dilengan Bang Azlan."Mas aku 'kan lagi hamil, masa kamu tega biarin aku beresin dapur?"Aku terkejut mendengar ucapannya,hamil? Jadi Bang Azlan menikahi Adelia yang sedang mengandung. "Bang, kamu kemarin membawa dalil tentang poligami, seolah benar-benar memenuhi syari'at dan paham agama, tapi kamu menikahi Adelia yang sedang mengandung, padahal hadistnya sudah jelas tak boleh menikahi perempuan yang sedang mengandung!" Ucapku panjang lebar dengan tatapan tak percaya. Adelia mencebik. "Iri bilang,say! Kamu mandul, sedangkan aku wanita subur! Aku menaikkan alisku sebelah. "Untuk apa aku iri dengan pezinah seperti kalian?" Kuperhatikan ekspresi Bang Azlan berubah pias. "Sedari awal aku sudah yakin, abang nikah lagi pasti karena ada yang tak beres dibelakangku. Ternyata benar, gundikmu ini sudah hamil duluan dan memaksamu untuk menikahinya, kalian pasangan yang menjijikan!" cercaku seraya meninggalkan mereka yang mematung di dapur. Kukunci pintu dapur supaya mereka terkurung berdua disana, memberi pelajaran sedikit kepada suami yang tak bersyukur dan perempuan hina itu ternyata menyenangkan. "Bersihkan dapurku sampai kinclong! Kalau belum selesai, gak aku bukain pintu!" Teriakku. Adelia berteriak kesal dan menggedor pintu dapur. Aku hanya mengendikkan bahu seraya melangkah menuju ruang tamu,lebih baik aku delivery makanan sambil menunggu mereka membereskan dapur. Keluarga Bang Azlan tak ada yang berani menegurku, karna mereka tahu aku lah RATU di rumah ini. Kehidupan mereka yang hedon itu bergantung padaku, sebulan saja aku berhenti mengirim uang jatah bulanan pasti mereka akan kelabakan. Kuhemaskan tubuhku di sofa sambil memainkan gawaiku. Keluargaku tak ada yang tahu Bang Azlan menikah lagi, jika mereka tahu aku yakin Bang Azlan pasti akan hancur ditangan abang-abangku. Apalagi aku adik bungsu perempuan satu-satunya, jika aku tergores sedikit saja mereka sudah sangat panik. Apalagi dikhianati seperti ini, mungkin Bang Azlan sudah ditenggelamkan kesungai A****n.Aku beranjak dari dudukku ketika mendapat notifikasi bahwa pesananku sudah datang, saat pintu terbuka aku terkejut melihat Papa dan kedua abangku yang masih lengkap dengan seragam kerja mereka datang kerumah. "Pah, kok kerumah gak ngabarin?" Tanyaku gelagapan. Papa memasang wajah datar, kulirik kedua abangku yang juga memasang wajah datar tapi terlihat jelas menyimpan emosi yang siap meledak. Ditangan kanan Bang Heru menenteng makanan pesananku, rupanya pesananku sudah dibayarkan."Mana Azlan?!" Tanya Beliau dengan suara menggelagar membuat jantungku berdetak kuat. Belum aku menjawab Papa dan Bang Hilman menerobos masuk kedalam,Bang Heru menatapku penuh kasih sayang layaknya adik dan kakak. "Kenapa kamu menutupi ini dari kami?" tanyanya dengan wajah kecewa. Bang Heru menyerahkan bungkusan Ayam Kapece kearahku lalu ikut masuk kedalam rumah menyusul Ayah yang sudah mengeluarkan lahar amarahnya dihadapan keluarga Bang Azlan. Saat aku masuk kedalam, betapa terkejutnya aku melihat Adel dan Bang Azlan dalam keadaan setengah telanjang. Bukannya bersihkan dapur, mereka malah ingin berbuat mesum di dapur. Benar-benar pasangan menjijikan. Kulihat pintu dapurku juga sudah rusak,mungkin karena didobrak Papa dan Bang Hilman. "Hai Adelia? Bertemu lagi kita, baru putus sebulan ternyata kamu sekarang merebut suami adikku," Aku terkejut mendengar ucapan Bang Hilman,wajahnya terlihat kecewa. Bang Azlan pun terlihat terkejut mengetahui bahwa istri keduanya ternyata mantan pacar kakak iparnya sendiri. Dunia benar-benar sempit. "Apa abang tahu dia sedang hamil?" Tanyaku. Bang Hilman mengangguk. "Tahu,dia sedang hamil anak sahabatku," jawab Bang Hilman.Woah,ternyata Bang Azlan dijebak oleh wanita licik ini. "BOHONG!" teriak Adelia dengan wajah panik. Bang Hilman mengeluarkan amplop berlogo salah satu rumah sakit swasta yang cukup terkenal di kota ini. "Silahkan kamu baca sendiri, Zlan!" Ucap Bang Hilman seraya melempar kertas itu kewajah Bang Azlan. Adelia terlihat hendak merebut kertas itu,tapi ditepis oleh Bang Azlan. Setelah membaca isi amplop itu, wajah Bng Azlan berubah merah padam,matanya melotot nyaris keluar. "Dasar penipu!" Bentaknya seraya menampar pipi mulus Adelia. Uwh, kasihan sekali. Aku menyaksikan pertengkaran mereka sambil memakan ayam goreng, kulirik keluarga Bang Azlan hanya bisa menunduk tak berani membela. "Kamu tetap harus tanggung jawab,Mas! Karna kamu juga menikmati tubuhku!" Teriaknya tak terima jika Bang Azlan menceraikannya. "Pernikahan kalian itu tak sah, jadi Azlan bebas meninggalkan j*l*ng sepertimu," ledek Bang Heru yang sedari tadi hanya diam. "Diam!" Bentak Papa. Adelia yang tadi menjerit histeris mendadak diam dengan wajah ketakutan. "Azlan tolong ceraikan anak saya! Dan pergi bawa keluargamu!" Tegas Papa. Aku terkejut,secepat inikah harus berpisah? "Pa, tolong beri saya kesempatan!" Ucap Bang Azlan seraya bersimpuh di kaki Papa. Bukannya iba, Papa menendang tubuh Bang Azlan."Jangan sentuh saya!""Saya janji akan meninggalkan Adelia, Pa!" Rengek Bang Azlan berusaha mengharap ampunan Papa. Kulirik Adelia yang terlihat emosi mendengar ucapan Bang Azlan. "Sampai kapanpun kita tak akan berpisah!" Teriak Adelia. ---Jangan lupa kritik dan sarannya ya gaes.Bantu subscribe dan follow author, jangan lupa rating limanya ya😊😊😊Aku keluar kamar saat hari sudah gelap, jika bukan karena perutku sudah meraung-raung minta diisi mungkin aku lebih baik mengurung diri. Kufikir keluarga Bang Azlan sudah pulang,ternyata mereka masih berkumpul di ruang keluarga sambil menikmati nugget yang selalu ku stock di kulkas.Misteri Kematian HilmanHilman bergeming dengan keringat sebesar biji jagung bercucuran saat terbangun dari tidurnya. Mimpi buruk yang sama seperti kemarin, perempuan berwajah menyeramkan datang dan berusaha membunuhnya. Bahkan perempuan itu terus meraung-raung, saat ia berusaha menjauh, yang membuat ia heran perempuan mengerikan itu menggendong bayi berwajah sangat menyeramkan. Wajahnya penuh luka tusuk.Hilman merasa mual saat mencium bau busuk, matanya bergerak kesana kemari mencari asal bau busuk tersebut. Suasana sel sangat sepi, sipir yang biasa berjaga di depan juga tak ada. Tengkuk Hilman terasa dingin, bulu halusnya meremang."Hilman ..."Suara perempuan itu lagi terasa nyata, dengan susah payah Hilman menelan salivanya. Dia ingin lari, tapi tubuhnya sama sekali tak bisa di gerakan."Hilman ... Ini aku!" lagi suara itu semakin dekat.Tubuh Hilman bergetar saat merasakan pelipisnya disentuh ses
2 Tahun berlalu ...Ira berjalan tertatih menuju kamar mandi, para sipir mengawasinya dari kejauhan. Ira tersenyum miris, meratapi nasibnya begitu mengenaskan, menghabiskan masa tua seumur hidup di penjara. Anak angkatnya sudah tiada, anak tirinya menjauh, keluarganya tak peduli. Dia benar-benar sendirian di penjara, walaupun sesekali Broto menjenguknya.Ira tak menyangka jika Broto masih berbaik hati menjenguk dan membawakannya makanan, padahal dia sudah menghancurkan rumah tangga dan mencelakai anak cucunya. Tapi, Broto masih berbesar hati mengikhlaskan semua yang terjadi. Tapi hukum tetap berjalan, Ira tetap harus menjalani hukumannya atas kasus percobaan pembunuhan dan pencemaran nama baik.Ira terduduk di sudut kamar mandi, dia putus asa. Tak ada lagi harapan untuk melanjutkan hidup, dia ingin ajal segera menjemputnya karena sudah tak tahan lagi di hantui penyesalan. Belum lagi rasa bersalah pada istri pertama Broto menghantuinya, ba
POV AgengTubuhku menegang saat mendengar penjelasan Heru, tentang Nayra yang hendak dilamar seorang ustadz di kampungnya. Jantungku berdebar, hatiku hancur berkeping, rasanya kaki ini lemah tak bertulang membuatku terduduk disudut kamar. Cinta pertamaku akan di lamar orang lain, haruskah aku mundur dan mengalah? Sekian lama kunanti, tapi kenapa Tuhan seolah tak memihak kepadaku? Apa aku tak pantas menjadi pendampingnya?"Allah, izinkan hamba untuk memilikinya dan menjaganya hingga akhir hayat hamba, jadikanlah ia pasangan halal hamba,"Aku mengusap wajah kasar, rasanya tak ada lagi harapan untuk memiliki Nayra kembali. Terlebih lelaki itu akan melamar minggu depan, Nayra bolehkan aku menikungmu di sepertiga malam? Jika tak bisa meminta hatimu padamu, maka akan kupinta cintamu pada Sang Pemilik Cinta.Hampir tiga bulan aku berusaha mendekatinya kembali, tapi kenyataannya nihil. Nayra menganggapku teman biasa, terang
Sudah hampir dua bulan Azlan berada di rumah sakit tahanan, tubuhnya semakin kurus kering. Bermacam-macam obat sudah dia minum, tapi tak ada perkembangan pada kesehatannya. Penyakitnya semakin parah bahkan alat kelaminnya semakin membengkak, membuatnya merintih kesakitan sepanjang hari.Sedangkan Hania kembali masuk penjara karena sudah menyebarkan video asusila dan membawa kabur narapidana. Bahkan orangtuanya juga ikut terjerat masuk kedalam penjara karena terjerat kasus kekerasan dan penganiayaan. Mereka semua hanya bisa meratapi nasib sial yang menimpa, tak ada keluarga yang mau menolong atau pun membantu meringankan masa tahanan.Herman setiap hari mendampingi Azlan, bahkan tak segan membantu membersihkan tubuh keponakannya."Om," lirih Azlan.Herman mengangguk. "Ada apa?" tanyanya seraya mengusap punggung tangan Azlan."Aku ingin bertemu Nayra,"Herman menggaruk pelipisnya, dia bingung hen
Nayra bergeming menatap perempuan paruh baya yang juga menatapnya di balik jeruji besi. Tubuhnya sangat kurus, pipinya terlihat cekung, seperti tak ada semangat dan gairah untuk hidup. Perempuan paruh baya itu, Ira. Perlahan dia mendekati Nayra yang masih mematung, meskipun Ira sempat membenci Nayra, tapi rasa sayangnya pada Nayra masih ada. Sedari kecil dia merawat Nayra hingga dewasa, demi mendapatkan hati sang suami. Tapi ternyata, cintanya tetap bertepuk sebelah tangan.Dendam masa lalu, tak terbalaskan dan kini dirinya harus menghabiskan hidup didalam tahanan. Matanya mengembun saat melihat Nayra, terlintas bayangan wajah Amira perempuan yang dahulu dia sakiti karena dendam.Nayra reflek mundur ketika tangan Ira hendak menyentuh pipinya."Nay, ini mama nak," lirih Ira dengan suara parau.Nayra menundukkan wajahnya, air mata meluncur bebas membasahi pipinya. Hatinya merasa tak terima, walaupun dia sudah berusaha
Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah hampir sebulan Nayra berada di kampung halaman kakek dan neneknya. Kini dia sudah siap menjalani hari dan melanjutkan kembali pekerjaannya di kota, hatinya sudah berdamai dengan orang-orang di masa lalu. Kalaupun dipertemukan kembali, dia sudah biasa saja tak akan merasa sakit hati."Nay, sudah siap?" tanya Heru setelah merapikan kerah bajunya.Hari ini, Heru akan melamar Syifa sebelum mengantar adiknya pulang ke kota. Heru tak mau berlama-lama menggantung hubungannya dengan Syifa, karena dia tahu semua perempuan selalu ingin kepastian bukan hanya janji manis tanpa bukti."Gantengnya, abangku!" puji Nayra seraya menepuk bahu Heru.Heru tersenyum tipis. "Iya dong, ganteng!" sahut Heru jumawa.Aldo dan Aldi yang ada dibelakang mereka hanya tersenyummelihat tingkah abang dan adiknya. Mereka bahagia bisa berkumpul kembali, tak ada lagi pengkhianat yang