"Pa!"
Azka tidak mau menikahi wanita yang tidak di cintainya. Azka ingin menikahi Ayana dan hidup dengan bahagia dengan gadis pilihannya.
"Tidak ada protes, sekarang kamu mulailah untuk mendekati Aura karena dia akan menjadi istrimu dalam waktu dua bulan lagi."
"Pa, aku selalu melakukan apapun yang Papa mau. Untuk kali ini... aku tidak bisa, aku tidak mau menikahi wanita yang tidak aku cintai!"
"Jika kamu menolak perjodohan ini maka sama saja kamu membunuh Papa!"
Setelah mengatakan hal yang sangat mengerikan itu, akhirnya Ayah dari Azka beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan Azka yang bahkan belum sempat duduk sama sekali, kini Azka hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar.
"Sebaiknya kamu menikah saja Bro, Aura cukup cantik dan dia juga kaya raya. Dia sangat cocok denganmu."
Tiba-tiba saja Mahen muncul dari belakang tubuh Azka, Azka sedikit terkejut karena kehadiran sang adik. Tidak biasanya adik laki-lakinya itu pulang ke rumah orang tua mereka.
"Diam kamu! Jangan ikut campur urusanku."
Azka berkata sambil meninggalkan Mahen begitu saja, sudah hampir satu tahun Mahen tidak melihat atau bertemu dengan Kakaknya tapi sikap sang Kakak sama sekali tidak berubah sedikitpun.
"Cihk, dia selalu saja arogan. Dia pikir dia yang paling keren apa?" Cibiran Mahen sebenarnya masih terdengar oleh Azka tapi sang Kakak hanya berlalu dan menutup pintu utama dengan sangat kencang sekali.
Kedua saudara ini memang memiliki hubungan yang kurang akrab, mereka terlalu berbeda. Azka dan Mahen sama sekali di besarkan dengan cara yang berbeda, Azka di didik dengan sangat keras karena Azka memang di persiapkan untuk menjadi penerus sang Ayah.
Berbeda dengan Mahen yang di izinkan hidup sesuka hatinya, bahkan Mahen di izinkan untuk mengelilingi dunia dengan bebas. Sedangkan Azka harus merelakan masa mudanya terbuang dengan pekerjaan kantor dan mengurus para artis naungannya.
Itulah salah satu kenapa Azka sangat tidak suka dengan adiknya, dia mati-matian bekerja membantu Ayahnya namun malah sang adik yang menikmati hasilnya.
Selama ini Azka selalu jadi penurut kepada Ayahnya, tapi untuk yang satu ini Azka tidak yakin bisa menuruti apa kemauan sang Ayah. Jika Azka menikahi Aura, bagaimana dengan Ayana?
Azka baru saja merasakan jatuh cinta, rasa yang benar-benar sangat tertarik dengan seseorang, bahkan perasaanya untuk Ayana sangat baru dia rasakan. Azka tidak ingin putus dengan kekasihnya, tapi bagaimana dengan ancaman Ayahnya?
PRANGKKK
Sebuah gelas bening di lempar begitu saja oleh Azka ke lantai, dia sangat marah dengan keputusan Ayahnya. Satu hal yang sangat Azka benci dari Ayahnya, yaitu selalu memutuskan masa depan Azka tanpa berdiskusi terlebih dulu dengan dirinya.
"Brengsek! Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Azka berkata dengan meluapkan semua amarahnya, dia hanya menatap pecahan beling yang kini berserakan di lantai dapurnya. Sudah cukup selama ini dia selalu menerima perintah kedua orang tuanya, kadang Azka berpikir sebenarnya kedua orang tuanya itu menghargai perasaanya atau tidak?
Karena selama ini, Azka merasa jika orang tuanya hanya memanfaatkan dirinya saja. Mereka sama sekali tidak pernah bertanya, apa Azka menyukainya atau tidak? Apa Azka senang melakukannya atau tidak?
Azka tidak merasa seperti seorang anak, dia hanya seperti robot hidup yang di butuhkan untuk pencapaian kedua orang tuanya saja.
"Sampai kapan mereka menggunakan aku untuk kepentingan mereka? Sampai kapan mereka hanya memperalatku? Ada Mahen juga, kenapa harus selalu aku? Sialan!"
Azka kini berada di titik paling jenuhnya, dia tidak ngin hidup seperti ini. Dia juga ingin hidup seperti Mahen yang begitu bebas dengan kehidupannya. Sekolah di mana yang dia inginkan, tinggal di tempat yang dia impikan, kenapa Azka harus selalu patuh sedangkan sang adik terlalu bebas dengan pilihannya.
Azka juga ingin bisa memilih!
Memilih apa yang dia inginkan, apa yang dia sukai dan memilih kebahagianya sendiri.Merasa butuh penenang untuk kepalanya yang panas, Azka memutuskan meninggalkan kembali apartemennya. Dia menuju sebuah diskotik terkenal di daerah yang tidak jauh dari tempat dia tinggal.
Azka memesan dan juga meneguk beberapa gelas wine pesanannya. Dia sudah lama tidak menyentuh minuman beralkohol sejak dekat dengan Ayana. Mungkin tenggorokannya sudah enam bulan tidak menelan minuman yang memabukkan itu karena larangan dari sang kekasih.
"Hai, tampan. Sudah lama sekali aku tidak melihatmu, mau aku temani hingga pagi?"
Seorang wanita berpakaian kurang bahan menghampiri dan juga menyentuh pundak kekar Azka dengan sensual. Azka hanya berdecak karena tingkah wanita penggoda yang terus menyentuh tubuhnya.
"Aku sedang tidak ingin bermain-main jadi menjauhlah dariku!"
"Kasar sekali, aku hanya ingin menemanimu saja, tampan.
Azka tidak menjawab lagi, dia hanya fokus dengan minumannya yang ada di tangannya. Hingga akhirnya dia mulai mabuk dan sedikit kehilangan kesadarannya.
Melihat Azka yang semakin mabuk, wanita berlipstik merah menyala itu akhirnya mulai menyentuh wajah Azka dengan berani. Wanita itu memang kerap kali datang hanya untuk melihat Azka, tapi beberapa bulan ini dia tidak pernah melihatnya datang.
"Kamu sangat tampan, tapi sayang sekali kamu begitu dingin dan keras kepala sekali."
Azka yang masih setengah sadar mencekal pergelangan tangan wanita itu hingga terdengar ringisan keluar dari mulut tebalnya.
Azka menatapnya dengan tatapan yang tajam, dia membuat terkejut wanita yang menggodanya."Aku mempunyai kekasih, jangan pernah menyentuhku. Tubuhku hanya untuknya, bukan untuk sembarang wanita, apalagi wanita murahan sepertimu."
Azka menepis dengan kasar tangan kotor wanita itu, Azka merindukan Ayana. Tiba-tiba saja dia jadi semakin merindukan kekasihnya, dia ingin menemui Ayana sekarang juga. Azka merasa menyesal karena dia tidak tahu di mana kekasihnya itu tinggal.
Azka keluar dari tempat malam itu dengan sempoyongan, dia menaiki taxi karena dia masih waras dan tidak mungkin dia berkendara dengan keadaan kepala yang pening.
"Aku merindukanmu."
Rancau bibir Azka yang sudah sangat merindukan Ayana. Tiba-tiba saja dia mencari kontak sekretarisnya, dia akan bertanya di mana Ayana tinggal.
Beberapa kali Azka melakukan panggilan namun tidak ada jawaban, mungkin sekretarisnya sudah tidur. Hingga akhirnya Azka mendengar suara wanita di balik telepfonnya.
"Serly, cari tahu alamat Ayana sekarang juga!"
"Ayana? Siapa Ayana, Pak?"
"Kekasihku, cepat cari tahu di mana dia tinggal!"
Untuk beberapa saat suara wanita itu menghilang dan mengira apa bosnya itu sedang ngelantur atau sedang apa? Mana dia tahu kekasih bosnya tinggal di mana? Dia juga tidak kenal siapa itu Ayana! Yang dia tahu, hanya Ayana seorang office girl di kantor mereka.
"Bapak sedang bermimpi atau apa? Ayana yang saya tahu hanya Ayana office girl yang bekerja di kantor. Bapak mau alamat dia?"
"Iya! Kamu banyak tanya. Kamu mau saya pecat?"
"Huh?"
Terserah sajalah, dari pada jam tidurnya terus di ganggu oleh bosnya yang kurang kerjaan, akhirnya Serly memberikan alamat Ayana lalu kembali melanjutkan tidurnya.
"Pak, tolong antar saya ke alamat ini."
"Baik, Tuan."
Butuh tiga puluh menit untuk sampai di tempat Ayana dan Azka turun setelah membayar taxi yang baru saja dia tumpangi.
Tapi saat dia berjalan satu langkah saja tiba-tiba kepalanya semakin berat dan menjadi penglihatannya menjadi gelap, tubuh Azka ambruk membuat supir taxi tadi kembali menghentikan mobilnya dan turun untuk membatu Azka."Tuan? Tuan tidak apa-apa?"
"Eng!"
Supir taxi itu kemudian membawa tubuh Azka ke depan pintu rumah kecil milik Ayana.
TOK
TOK
TOK
Ayana yang sedang tertidur dengan pulas langsung tersentak karena ketukan yang ada pada pintu luar. Ayana memang gampang terbangun, dia merasa sakit kepala seketika karena langsung terbangun dalam keadaan terkejut.
"Ah, kepalaku. Sakit sekali," keluhnya. Namun ketukan pintu kembali terdengar oleh Ayana, hingga dia beranjak dari kamarnya. Dia terus bertanya-tanya siapa kiranya yang bertamu di tengah malam seperti ini?
"Siapa yang datang? Ini bahkan sudah hampir jam tiga pagi."
Komentar Ayana saat membuka pintu, dia sedikit terkejut dengan keberadaan dua pria yang ada di depannya.
"Permisi, ini Tuan muda meminta di antar kemari."
"Eh? Astaga, Azka?"
BERSAMBUNG...
Tak!Ponsel Ayana seketika terjatuh dari tangannya. Pikirannya sudah melayang entah kemana."Dia Kakakku yang perfeksionis itu, dulu aku sering bercerita tentang dia padamu, kan? Sampai saat ini hubungan kami masih seperti itu, seperti musuh saja. Menyebalkan sekali, kan?"Ocehan Mahen membuat jantung Ayana seketika berdetak tak karuan. Fakta yang sangat mengejutkan bagi Ayana, kenapa dia tidak tahu jika Mahen dan Azka adalah saudara?"Ayana? Ayana?"Mahen memanggil Ayana tapi Ayana sedang terkejut bukan main. Sehingga Mahen menutup panggilannya, sedangkan Ayana masih terdiam dengan tatapan tak percaya."Kenapa? Kenapa harus Mahen yahg menjadi adikknya? Kenapa?" Ayana menjatuhkan air matanya tanpa ia sadari.Baru saja Ayana merasa hidupnya bisa berlanjut tapi mengapa ia harus terus terlibat dengan keluarga Wijaya lagi? Apa sekarang dia harus kabur dari Mahen juga?"Hah... Ayana bodoh, kenapa kamu terus terlibat dengan keluarga mereka?" Gumam Ayana yang langsung mengusap air matanya.T
"Hahaha, apa yang kamu bicarakan? Bercandamu sangat tidak lucu sekali."Ayana menepuk pundak Mahen sambil tertawa. Tapi Mahen tidak merubah ekspresi wajahnya, dia masih begitu serius menatap Ayana. Sampai akhirnya, Ayana perlahan menghentikan tawanya.Mahen menatap dalam, penuh harapan, membuat Ayana menjadi merasa ada aura yang berbeda. Ayana pun mengedipkan kedua matanya dengan lucu."Apa aku terlihat sedang bercanda sekarang?" Tanya Mahen yang membuat Ayana menutup mulutnya rapat-rapat."Aku tidak bercanda, Ayana. Aku ingin menikahimu, kehamilanmu juga akan semakin membesar. Bayi ini membutuhkam sosok Ayah dan aku bersedia menjadi Ayahnya.""...."Ayana masih terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar. Perlahan, Mahen pun memegang tangan Ayana dan tatapan hangatnya sama sekali tidak pernah redup."Ayo, memulai hidup baru bersamaku, aku akan menerima semuanya. Aku akan mencintaimu dan juga anak dalam kandunganmu, biarkan dia menjadi anakku juga, Ayana."Pengungkapan Mah
"Bagaimana? Apa sampai saat ini kamu tidak bisa mengetahui dia dimana?" Tio menunduk pasrah saat Azka bertanya dengan tatapan yang begitu tajam. Dia langsung memijat pelipisnya, hari demi hari rasanya semakin buruk karena kabar Ayana sama sekali tidak terdengar. "Maafkan saya, Tuan." "Ini sudah hampir 4 bulan, sebenarnya apa yang kamu kerjakan? Kerjamu sangat tidak becus!" Azka langsung saja pergi dari ruangan kerjanya. Kepalanya sedikit terasa berat dan dia pun berjalan menuju kantin, kebetulan sekali, Sang Genral manager itu melihat seorang gadis yang sedang makan dengan lahap di sudut kantin. Dengan kakinya yang gelisah, dia datang menghampiri Olivia, sahabat Ayana. Dia tidak punya pilihan lain, dia harus bertanya langsung pada Olivia. "Boleh saya duduk disini?" Tanya Azka yang membuat Olivia langsung tersedak dengan makanannya. "Uhuk!" "Ah, maaf, membuatmu terkejut." Olivia benar-benar akan mengeluarkan kedua bola matanya karena melihat siapa yang datang ke tempat
"Dengar... aku tidak akan bertanya jika kamu tidak ingin bercerita lebih dulu. Tapi satu hal yang bisa kamu ingat, aku akan selalu ada di sampingmu. Jadi ceritakan apapun yang ingin kamu bagikan denganku, aku siap menjadi pendengar yang baik untukmu."Kedua bola mata Ayana kembali berkaca-kaca, setiap ucapan Mahen sangat menyentuh hatinya. Dengan cepat, Ayana memeluk Mahen."Aku bingung, Mahen. Haruskah aku memberitahu Ayah dari bayi ini? Apa yang harus aku lakukan?"Mahen terdiam untuk sesaat, membiarkan Ayana meluapkan emosinya dengan menangis. Dengan sabar, Mahen menepuk-nepuk punggung Ayana dengan lembut. Berharap itu bisa membantu menenangkan hati Ayana yang kebingungan.Tapi jika boleh Mahen jujur, dia ingin tahu siapa yang telah berani menodai gadis sebaik Ayana. Kenapa Ayana sampai merelakan tubuh dan harga dirinya demi seorang pria?Itu sangat bukan Ayana yang Mahen kenal, dia pikir, Ayana tidak akan terjebak dalam hubungan seperti itu."Apa aku boleh berpendapat?" Tanya Mah
Setelah bertemu kembali dengan Ayana, Mahen semakin sering datang ke Cafe Cielo. Dia datang hanya untuk melihat Ayana, yang ternyata pandai beradaptasi. Sebenarnya Mahen masih merasa ada yang mengganjal, soal tangisan Ayana hari itu."Kenapa kamu terus menatapnya, apa dia gadis yang sering kamu ceritakan padaku?" Cielo bertanya sambil menyeruput kopi miliknya.Dia sejak tadi memperhatikan Mahen yang terus mantap Ayana yang sedang bekerja. Sampai akhirnya Cielo menghampiri Mahen untuk menemaninya sarapan."Dunia ternyata sangat sempit, ya, Cielo. Aku sekarang merasa sangat bodoh, seharusnya aku tidak jadi pengecut dan melarikan diri saat itu.""Kalian masih muda kala itu, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri. Aku dengar, dia datang kemari untuk pengobatan Neneknya. Dia juga belum menikah, kalian mungkin di pertemukan kembali agar kalian bisa bersama setelah kalian dewasa." Mahen melirik Cielo lalu tersenyum, "Apa aku boleh mengejar cintanya lagi?""Lakukan sesukamu! Bukankah sela
"Halo, selamat pagi?" Sapa seorang wanita bernama Cielo."Halo, Saya Ayana yang melamar kerja kemarin."Ayana bicara bahasa spanyol sebisanya, dan itu terdengar lucu di telinga Cielo. Cielo pun tersenyum dengan begitu ramah, sampai akhirnya Cielo berbicara bahasa Indonesia yang membuat Ayana sangat terkejut."Oh, kamu orang Indonesia, kan? Silahkan masuk, kita bicara di dalam.""Eh? Anda bisa bahasa Indonesia?" Tanya Ayana yang sangat terkejut dan tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya."Tentu saja, aku dulu pernah tinggal di Indonesia sebagai mahasiswa.""Ah, pantas saja.""Tenang saja, disini juga banyak orang Indonesia yang sering datang. Kamu akan mendapatkan banyak teman nantinya.""Aku harap begitu."Ayana masih malu-malu dengan keramahan yang diberikan oleh Cielo. Dia hanya mengikuti wanita berumur 35 tahun itu menuju ke dalam sebuah cafe yang masih tutup."Sengaja aku memintamu datang lebih awal agar aku bisa memberitahumu aturan kerja di sini." Ungkap Cielo yang hanya