Share

Bab 79

"Mas!" teriakku.

Mas Lian dan Ibu yang tengah menggendong Aya, segera menghampiri saat aku berteriak. Bagaimana aku tak marah, jika surat dari pengadilan ada di tanganku?

"Kenapa, Dek?"

"Apa ini?"

"Maksudnya?"

"Kamu mau menceraikan aku?"

"Hahhh? Apa sih Dek? Jangan mengada-ada."

"Lalu ini apa?"

Mas Lian segera mengambil surat itu dari tanganku dan membacanya. Matanya membeliak, lalu menepuk jidatnya sendiri. Kenapa ia berekspresi seperti itu?

"Ini, bukan untuk kam, Dek. Tapi untuk Mas Helmi."

"Apa?" Kali ini giliran aku yang terkejut, hingga Athaya menangis karena mendengar teriakan kami.

"Uuh, Sayang, maafkan Bunda, ya. Kaget, ya?" tanyaku sambil mengelus kepala anak yang sudah aktif itu.

"Mas Helmi? Apa Mbak Ambar menceraikannya?"

"Bisa jadi."

"Tapi kan dia lagi hamil loh, Mas. Mana boleh cerai."

"Kan perkiraan minggu depan lahiran."

Aku menepuk jidat. Benar-benar telmi aku ini. Kenapa Mbak Ambar menggugat cerai Mas Helmi? Mengingat kali terakhir sebelum ia pergi, si
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status