Saat paling dingin di suatu tempat di pegunungan, adalah di mana waktu berjalan mendekati pagi. Suhu yang awalnya hanya sepuluh hingga lima belas derajat, kini bisa sampai lima derajat celcius di waktu tersebut.
Dan itu yang dirasakan oleh Pak Ardi dan para warga di Kampung Sepuh yang kini tampak kedinginan ketika mereka masih menungguku di depan gerbang yang menjadi salah satu pintu masuk ke Gunung Sepuh dari arah kampung.
Wajah-wajah mereka tampak pucat dan badan mereka menggigil kedinginan, meskipun mereka sudah memakai jaket, kupluk dan pakaian yang tebal serta sarung yang menutupi badannya, namun tetap saja. Mereka merasakan dingin yang sangat menusuk kulit hingga tubuh mereka menggigil.
“Ki...!” Kata salah satu warga yang berteriak di belakang sana ke arah Aki Karma.
“Kita tidak apa-apa buat api unggun di sini untuk sekedar menghangatkan badan?”
Rasa dingin yang menusuk itu membuat beberapa warga hampir menyerah. Bagaimana tidak, selama
Otakku mentok, sepertinya butuh vitamin sea Liburan dulu gitu ya hehe
Suara yang terdengar keras, seperti pohon yang tumbang di dalam hutan yang terdengar oleh semua warga yang menunggu di depan gerbang. Hal itu membuat mereka seketika menyalakan kembali senternya dan menyorotkannya ke segala arah, mencari pepohonan yang tumbang tersebut dengan senternya. Bahkan Mang Rusdi seketika berlari, dan ditahan oleh Pak Ardi dan Aki Karma agar tidak masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh. Pak Ardi sadar, dia harus menjaga para warga agar tidak bertindak sendiri dalam kondisi seperti ini. Karena apabila ada salah satu warganya yang keras kepala, maka mungkin saja hal itu adalah hal yang akan dia sesali. Karena dia tidak tahu, apa yang akan terjadi di dalam hutan Gunung Sepuh yang gelap gulita itu. “Sabar, sabar, jangan bertindak yang aneh-aneh,” Kata Pak Ardi kepada Mang Rusdi dan para warga yang ada di sekitar sana. “Kita harus percaya kepada si Ujang apa pun yang terjadi, jangan memaksakan diri masuk ke dalam hutan sebelum ayam berk
Dum Dum Dum Sebuah cahaya tipis yang membentuk lingkaran telah berhasil menutup Asri Manik dari segala penjuru. Cahaya tipis itu berlapis-lapis, sehingga sulit bagi Asri Manik untuk melarikan diri dari keilmuan yang dikeluarkan Ki Bajra, bahkan beberapa pohon terlihat terpotong dan ikut terkurung di dalam cahaya tipis tersebut. Ki Bajra dengan apinya yang panas hanya tersenyum ketika dia berhasil mengurung Asri Manik dengan keilmuannya, meskipun dia harus mengorbankan dirinya agar bisa ikut terkurung di dalamnya. “Menyerahlah kamu Asri Manik, ikutlah dengan Nyai dan gusti Kala di tempat ini, janganlah kamu mengikuti manusia yang kini sedang bertarung di sana! ” Kata Ki Bajra sambil tersenyum kepada Asri Manik. “Aku sebenarnya tidak ingin melukaimu lebih jauh, kekuatanmu yang menjadi pemimpin dari para makhluk di pemakaman sangatlah berguna bagi Nyai dan Kala. ” “Apabila kamu menuntut kebebasan para makhluk yang ada di pemakaman
“Pak, Pak Ardi!!! ” tiba-tiba Mang Rusdi menepuk-nepuk pundak Pak Ardi dengan sangat cepat “I... I... Itu Pak! ” Mang Rusdi tiba-tiba melihat salah satu titik di atas gunung yang kini terang akibat ada api yang menyala di dalam hutan yang semakin lama semakin besar. Rasa takut yang dirasakan warga kini semakin terasa. Banyak dari mereka yang ingin segera kembali ke kampung dan berlindung di dalam rumah Pak Ardi yang terang benderang tersebut, namun banyak juga yang masih berdiri seakan tidak percaya atas apa yang mereka lihat dengan kedua matanya sendiri. Sebuah api yang menyala terang di antara pepohonan terlihat sangat jelas, bahkan nyalanya lebih terang dibandingkan dengan cahaya yang tadi mondar mandir di dalam hutan. Yang disertai suara juga pepohonan yang bergerak seperti sedang terinjak oleh sesuatu. SRAAK, SRAAK, SRAAK, Mang Dadang dan Mang Uha malah sudah bersiap-siap paling depan. Bahkan mereka berdua menyuruh Pak Ardi untuk
Waktu semakin sempit dikala mereka sedang menunggu di depan Gunung Sepuh. Meskipun konsep waktu sangatlah berbeda antara alam manusia dengan alam para makhluk yang mendiami Gunung Sepuh. Namun tetap saja, di saat-saat seperti ini, mereka semua sangat khawatir akan apa yang terjadi kepadaku di dalam sana. Apalagi, apa yang mereka lihat kini, membuat para warga yang sedang menunggu tersebut dipenuhi oleh rasa ketakutan yang mendalam dalam diri-diri mereka. Terlihat dari raut wajah yang tampak tidak percaya atas apa yang mereka lihat dengan kedua matanya. Mereka seperti baru kali ini melihat sesuatu yang hanya menjadi mitos di masyarakat, itu pun mereka hanya mendengar tentang hal itu dari mulut ke mulut. Banyak dari mereka yang tercengang atas apa yang dilihat di depannya, banyak juga yang bergidik ketakutan bahkan membisu dan tak bisa bergerak dari tempatnya, ketika mereka melihat sesuatu yang rasanya tak mungkin ada di dunia ini, dan mereka tidak menyangka. B
Brug Beberapa dari warga yang merasa ketakutan tiba-tiba terjatuh, seperti ada sesuatu yang membuat mereka lemas seketika ketika melihat makhluk tersebut, badannya menggigil dengan keringat dingin yang memenuhi badannya. Pak Ardi dan Aki Karma sibuk menggelar alas yang terbuat dari sarung warga yang dibentangkan di atas rerumputan, dan mereka yang tidak kuat ketika melihat kejadian tadi, langsung diminta untuk duduk dan beristirahat. “Bagi yang masih tahan terhadap dingin, kasih jaketnya untuk menghangatkan para warga yang lemas! ” Aki Karma berteriak-teriak di depan gerbang. Mencoba membantu sebisanya di tengah-tengah udara yang sangat dingin. Sebagian dari warga yang melihat makhluk itu dari dekat, adalah para warga yang ingin pulang ke rumah Pak Ardi karena mereka sudah tidak sanggup lagi menungguku di depan gerbang. Namun, naas bagi mereka. Ketika baru saja mereka melangkahkan kakinya beberapa langkah menuju kampung yang kini sepi itu. Mer
Suara-suara benda yang bertabrakan kini terdengar kembali, namun kali ini terdengar dari arah pemakaman di sebelah kampung, yang berbatasan langsung dengan persawahan luas yang membentang hingga ke sungai perbatasan Kampung Sepuh. Pemakaman yang sangat luas tersebut, awalnya sunyi dan sepi. Karena jarang sekali dikunjungi oleh manusia, kini tampak gaduh dengan suara-suara benda yang saling beradu. Seperti suara-suara yang muncul di Gunung Sepuh beberapa saat yang lalu. Situasi semakin tidak terkendali, pikiran para warga semakin tidak karuan karena waktu semakin menipis. Namun terror yang mereka alami semakin terasa nyata. Banyak yang berpikir bahwa ini adalah akhir dari Kampung Sepuh, senekad apa pun aku melepaskan perjanjian yang selama ini mengikat mereka, aku masih dianggap belum mampu seperti bapak dan kakek yang lebih dulu berpulang. Namun, banyak juga yang percaya bahwa aku bisa melakukan hal itu. Meskipun kurang dari satu tahun ini, aku baru m
Di tengah-tengah tanah yang tandus yang berwarna merah darah tersorot oleh bulan yang tertutup oleh kabut berwarna merah di atasnya. Aku hanya bisa terkapar dengan banyak luka yang disebabkan oleh Kala. Luka-luka yang aku terima sebagai manusia biasa yang merasakan teror dari para makhluk yang menjadi penyebab dari segala hal yang terjadi di Kampung Sepuh. Meskipun aku kini dianggap lebih kuat daripada bapak dan kakekku sendiri, karena aku bisa membawa para makhluk yang ikut bersamaku untuk bertarung pada malam ini. Namun, tetap saja. aku tidak mempunyai pengalaman sebanyak Bapak dan Kakek, yang sudah belajar keilmuan ini dari saat mereka masih kecil. Sehingga mereka bisa memaksimalkan ilmu yang Ki Wisesa diturunkan kepadanya. Aku kini hanya bisa melihat hamparan pasir-pasir yang kini merah menempel di kepalaku saat ini. Aura biru yang menutupi wajahku rupanya tidak menganggap pasir-pasir merah itu bukan suatu ancaman, sehingga pasir-pasir tersebut dibiarkan
HWAHAHAHAHAHAHAHA Kala semakin tertawa hebat ketika pohon-pohon yang mati itu terbakar hebat di depanku, bahkan kini pohon-pohon yang berwarna hitam itu, secara perlahan menjadi abu dan menghilang sekejap. Aku melihat api yang membara membakar pohon tersebut di depan mataku, seperti ada tekanan hebat yang membuat pohon itu berhenti dan terbakar secara bersamaan. HAHAHAHA HAHAHAHA “Aku sekarang tidak bisa seenaknya mendekatimu lagi, Jang. ” “Karena aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama, ” “Jadi....” “AKU AKAN MENYERANGMU DARI JAUH!!!” Tiba-tiba, pasir-pasir yang ada di dekatku melayang dengan sendirinya, pasir-pasir itu berusaha untuk menutupiku dengan perlahan. Namun lagi-lagi, ketika pasir-pasir itu mendekat, ada tekanan hebat yang membuatnya berhenti dan menghitam secara perlahan. Tubuhku yang belum bisa aku kendalikan tiba-tiba menghentakan kakiku beberapa kali ketika pasir-pasir itu masih beru