“Nyi- kenapa Indah di ikat seperti itu Nyi?”
A Wawan berjalan perlahan mendekati Nyi Laras, terlihat dari wajahnya kini nampak sedih. Dia merasa tidak tega dengan adiknya sendiri yang kondisinya seperti hewan perliharaan. Kini tubuh Indah terlihat lemah, beberapa luka sayatan terlihat olehku, juga beberapa luka lebam di sekujur tubuhnya. Di leher Indah sekarang terikat tali yang terhubung ke Nyi Laras, bener-bener terlihat seperti hewan peliharaannya Nyi Laras.
Hiks hiks hiks
A Wawan secara tidak sadar kini menangis, tangannya gemetaran melihat adiknya yang kondisinya kini sangat memprihatinkan, dia terlihat memelas kepada Nyi Laras untuk melepaskan adiknya terlihat olehku A Wawan bersujud kepada Nyi Laras memohon agar adiknya di bebaskan seperti sebelumnya.
Namun.
Duakkkk
Tiba-tiba A Wawan terpental, badannya tersungkur tepat di depan warung, terlihat ekor ular yang besar dan hitam menghantam A Wawan dengan keras. Pak s
"Jang, Jang bangun bangun bangun!” Aku membuka mata secara perlahan dan aku melihat Ibuku yang sedang berusaha membangunkan ku dengan wajah yang nampak panik. Aku baru sadar, bahwa aku sudah berada di dalam kamar sekarang, kulihat pula cahaya matahari sudah teramat sangat terang. Aku kembali melihat sekeliling kamar yang nampak kosong pada siang itu, hanya angin berhembus dari jendela kamar menggerakan tirai jendela merah tua yang sudah lama dipasang, di sebelahnya ada Ibuku yang terlihat panik. Dia berbicara bahwa aku tersesat di hutan Gunung Sepuh dan terjatuh dari sana, sehingga Ibuku dibantu para warga menemukanku dalam keadaan tak sadarkan diri di dekat tebing. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi pada kemarin malam, namun ketika aku mengingatnya, tiba-tiba rasa sakit muncul di kepala. Seperti aku tidak bisa mengingat apa yang terjadi kemarin malam. “Agh, ” Aku memegang kepalaku pada saat itu, aku merasakan s
“Euggghh, Eugggh” Aku berusaha untuk bisa terbebas, namun ikatanya semakin kuat. Aku juga melihat ular-ular di sekeliling A Wawan kini semakin banyak, sehingga badan A Wawan hampir tertutup dengan ular tersebut. Ssssssssh sssssh “Ujannngggg! ” Nyi Laras secara perlahan mendekat mendekatiku, ekor ular yang melilitku tidak bisa membuatku terbebas. “Jangan kau berontak Jang, aku tidak akan membuatmu tersiksa di tempat ini.” Tanganya tiba-tiba membelaiku secara perlahan, meskipun ku lihat beberapa sisik ular yang ada di wajah dan tangannya, namun wajah cantiknya tetap terlihat begitu memikat, suaranya masih tetap menggoda, berusaha merayuku dengan kata-kata yang bisa membuat hasratku bergejolak. “Tak usah pedulikan mereka, mereka adalah makhluk malang yang memintaku untuk membantunya mendapatkan kekayaan,” kata Nyi Laras sembari menunjuk A Wawan yang sedang terduduk lemas dengan banyak ular
Sebuah ruangan putih yang membentang luas di mana aku berdiri sekarang, ruangan yang tidak tahu ujungnya dan semua yang terlihat hanyalah warna putih. Aku sekarang berdiri di mana. Aku sendiri tidak tahu tempat apa ini, yang aku tahu berlari meninggalkan A Wawan dan Indah. Lalu secara tidak sadar aku sudah ada di tempat ini. Tak lama kulihat ada seseorang yang sedang berdiri dari kejauhan, dia berdiri sembari melihatku pada saat itu. Aku awalnya ragu untuk mendekat, namun aku berusaha memberanikan diri dan berjalan secara perlahan mendekati orang itu. Semakin dekat pandanganku makin jelas, terlihat seseorang yang terlihat sangat tua dengan jengot panjang dan rambut yang sudah memutih, terlihat juga tubuhnya yang kurus kering di makan usia, dan juga Pakaian panjang berwarna putih yang sekilas menyatu dengan ruangan tempatku berdiri. Dia kemudian tersenyum, tangannya seakan melambai memanggilku untuk mendekatinya. Pikiranku seakan-akan mengingat
Malam sangat sunyi di depan warung saat itu, hanya ada jalan yang sepi tidak ada lalu lalang kendaraan sama sekali, di seberangnya hanya ada kebun milik warga tanpa diterangi oleh cahaya sedikitpun sehingga hanya lampu dari warung lah yang menerangi malam itu. Terlihat seseorang yang sedang duduk di dalam mobil di seberang warung dengan badan yang gemetaran, dia seperti ketakutan dan tidak berani keluar dari mobil tersebut. Hatinya sangat ingin segera pergi dari warung itu, namun apa daya. Ada seseorang yang harus dia tunggu tapi hingga sekarang belum juga datang. Sesekali dia melihat warung itu dengan perlahan dari dalam mobil, mencoba mencari tahu siapa yang datang ke warung pada saat itu. Terlihat wanita duduk menghadap warung sehingga hanya terlihat punggung nya dengan rambut panjang yang hampir menyentuh lantai. Dengan baju putih yang lusuh dan rambut panjang yang kusut terlihat beberapa daun kering yang menempel di rambutnya semakin membuatnya yakin bahwa wanit
Malam yang gelap menyelimuti Kampung Sepuh malam itu, hanya cahaya rembulan yang selalu menemani heningnya malam di sebuah kampung kecil tersebut. Juga cahaya dari obor menerangi setiap sudut rumah di Kampung Sepuh berjajar dengan rapi mencoba menyinari Kampung Sepuh ketika malam yang hening seperti biasanya. Tidak ada warga yang berani menampakan dirinya di luar rumah ketika malam. Yang terdengar hanya suara-suara hewan malam yang saling bersahutan membuat sebuah irama yang terdengar ke setiap rumah di kampung itu. Wusssh wuuush wuussh suara angin yang menerpa pohon-pohon besar, juga terdengar suara burung hantu di malam itu Kuk.. Kuk.. Kuk.. Kuk Terlihat beberapa orang terpaksa berada di luar rumah di malam itu karena suatu keharusan, ada suatu masalah yang harus mereka selesaikan. Sehingga mereka merelakan meninggalkan istri dan anaknya berada di rumah pada malam itu. Untuk membantu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi Kampung Sepuh di malam itu.
“Pak Wawan sudah tidak bisa di selamatkan lagi. Dari semenjak pulang dari sini, dia tidak sadar lagi. Dari pihak Rumah Sakit sudah menyerah untuk menyelamatkan Pak Wawan, Jang, ” Kata Pak Sopir sembari menundukan kepala nya. Tentu saja Pak Sopir terlihat begitu berat menerima kenyataan atas meninggalnya A Wawan, Pak Sopir sudah lama bekerja dan menemani A Wawan ke sana ke mari. Mereka pasti sudah sangat dekat. A Wawan seseorang yang mempunyai kepribadian yang sangat baik kepada warga Kampung Sepuh, yang menjadi panutan bagi mereka kini sudah tiada. Selama ini dia menyembunyikan sesuatu yang sangat dilarang dilakukan oleh para warga Gunung Sepuh. Karena mereka sudah mengetahui bahwa apabila mereka melakukan hal yang di larang tersebut, akan ada hal buruk yang terjadi pada akhirnya, seperti yang terjadi pada A Wawan ini. “Apakah para warga sudah tahu Jang, tentang apa yang Pak Wawan kerjakan? ” kata Pak Sopir itu kepadaku. “Aku bel
Iman, adalah anak tertua dari Mang Rusdi. Seseorang warga yang tinggal di Kampung Sepuh, Mang Rusdi tinggal di salah satu sudut kampung yang berbatasan dengan pesawahan, sehingga setiap warga yang berangkat ke sawah pasti melewati rumah Mang Rusdi. Pekerjaan sehari-hari Mang Rusdi adalah beternak, di belakang rumahnya terdapat beberapa kandang ayam, bebek, kambing hingga sapi pun ada. Dia membeli hewan ternak tersebut selepas Iman bekerja menjadi buruh pabrik di Kota, yang setiap bulan Iman kirimkan untuk orang tuanya. Iman jauh lebih muda dariku, namun dia mencoba nekad merantau ke kota karena dia tidak mempunyai uang untuk meneruskan sekolahnya. Setelah itu akhirnya jerih payahnya terbayarkan. Iman diterima bekerja sebagai buruh pabrik yang tak lain pemiliknya adalah A Wawan. Namun sudah hampir 3 bulan ini Iman jarang pulang, dan sekarang aku tahu kenapa. Dia tidak ingin memberitahukan kebenaran tentang A Wawan, terutama kepada orang tuanya. Sehingga dia me
“Tidak bisa seenaknya kita menutup pintu masuk ke Gunung Sepuh Mang,” kata Aki Karma menjawab pertakaan Mang Rusdi. “Tapi Ki. Apakah Aki tidak lihat, semakin hari semakin banyak orang yang di sesatkan oleh para makhluk gunung di sana. Apakah kita akan menutup mata atas kejadian-kejadian tersebut hingga saat ini Ki? ” Mang Rusdi terlihat kekeh dengan keinginannya menutup pintu masuk ke Kampung Sepuh. "Tenang Mang, tenang dulu." Beberapa warga mencoba menenangkan Mang Rusdi pada saat itu. Dia terlihat begitu emosi kali ini. Setelah mendengar cerita dibalik kesuksesan A Wawan yang selama ini yang dikenal baik olehnya, sampai anaknya yang bekerja dengannya malah akan dijadikan tumbal. Kecewa dan juga terpukul hati Mang Rusdi, hingga dia menahan kepalan tangannya dengan begitu kuat seperti kalau ada A Wawan di depan mungkin sudah di layangkan beberapa pukulan padanya. “Sesat, itu gunung Sesat. Dari zaman kita dulu gunun