Mentari pagi masih belum menampakan wajahnya di ufuk timur, namun suara bising dari kendaraan dan polusi udara yang keluar dari knalpot motor dan mobil sudah memadati jalanan pada pagi itu. Sibuknya para manusia mengalahkan suara kokok ayam, tanpa kenal lelah mereka sudah berangkat menuju tempat kerja mereka masing-masing meskipun gelapnya pagi masih menyelimuti.
Telihat banyaknya manusia yang memadati pusat-pusat transportasi, kereta api, bus, angkot, hingga transportasi online tak luput dari kesibukan di pagi itu dari segala penjuru.
Semuanya mengarah pada suatu tempat yang sama, tempat di mana menjadi mimpi para manusia yang hidup untuk bisa bekerja dan mencari rezeki di sana, yaitu Ibu Kota.
Namun di satu sisi, sebuah keluarga sedang berduka di rumahnya yang mewah. Sebuah keluarga kecil itu kini tidak bisa lagi lengkap setelah kepala keluarga meninggalkan mereka untuk selamanya, mungkin kepala keluarga tersebut bekerja terlalu keras untuk kesejahteraan or
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia Warung Tengah Malam jangan lupa vote dan komen ya untuk yang request upload lebih dari satu bab, saya coba usahakan jadi mohon ditunggu saja karena saya harus memaximalkan waktu untuk menulis supaya bisa mengupload bab lebih banyak terima kasih saya sedang membuat cerita baru yang berjudul KUTUKAN LELUHUR yang kini ada di aplikasi GN. jangan lupa dibaca ya
Santet, adalah salah satu keilmuan di tanah Jawa yang bisa mencelakakan manusia dari jarah jauh. Biasanya santet dilakukan oleh paranormal atau dukun yang mempunyai ilmu hitam dan digunakan atas permintaan seseorang yang mempunyai dendam tertentu atau sakit hati kepada orang lain. Santet adalah energi negatif yang mampu merusak kehidupan seseorang yang berupa penyakit, kehancuran rumah tangga hingga kematian. Biasanya mereka menggunakan foto, boneka, dupa, kembang tujuh rupa dan benda-benda lainnya, sebagai media pengiriman santet tersebut. Santet tidak jauh berbeda dengan ritual-ritual yang dilakukan di Gunung Sepuh, yang membedakan hanyalah tujuan dari apa yang mereka ingin lakukan. Gunung Sepuh sangat identik bagi mereka yang menginginkan kekayaan, namun santet adalah keilmuan bagi mereka yang bisa mencelakakan orang. Dua ritual tersebut sangat erat dengan perjanjian dengan para makhluk selain manusia, karena untuk mengirimkan penyakit atau suatu benda ke tubuh ko
Aku hanya terdiam melihat Eva bercerita tentang hidupnya. Aku kira manusia tidak akan sejahat itu, namun ternyata mereka bisa lebih jahat hanya karena balas dendam semata. “Jadi apa yang akan kalian lakukan sekarang?” Tanyaku. “Aku akan tinggal di Gunung Sepuh bersama Kania, aku berterima kasih kepada para manusia yang mengurus mayat itu. Meskipun mereka tidak tahu tentang identitas mayat tersebut, tapi mereka melakukan penguburan yang layak. ” “Dan aku akan berjanji meskipun di Gunung adalah tempat bagi mereka membantu manusia untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan segala ritualnya, namun aku tidak akan seperti itu. aku hanya ingin menetap di sana dengan Kania,” Kata sosok Eva sembari tersenyum. Secara tiba-tiba aku melihat Kania dan Eva perlahan-lahan mengilang. Tubuh mereka hilang secara perlahan menjadi debu yang tertiup angin, namun aku masih bisa melihat senyuman hangatnya yang perlahan-lahan memudar menjadi
Di beberapa tempat di selatan Jawa Barat, banyak orang yang seperti Mang Darman. Mereka berdagang segala kebutuhan yang para warga kampung butuhkan, biasanya mereka datang dan pergi menyusuri tiap kampung untuk menjajakan daganganya dengan cara berjalan kaki. Namun ada pula para pedagang yang memakai kendaraan bermotor seperti motor ataupun mobil bak terbuka, daganganya pun bermacam-macam. Ada makanan seperti tahu bulat, gorengan, kacang rebus, baso, sate, bahkan bubur ayam juga ada. Selain itu kebutuhan yang biasanya di cari warga, seperti perabotan dapur, sandal, mainan anak-anak, bahkan pakaian dalam wanita. Tentu saja keuntungan memakai kendaraan bermotor sangat banyak, selain dapat membawa barang dagangan lebih banyak juga tidak terlalu menguras tenaga juga dapat menjangkau lebih banyak tempat karena perjalanan lebih cepat di banding harus pemanggul dagangan ataupun memakai gerobak. Mereka biasanya datang dari kota terdekat, sengaja menyetok barang daganganya di
“Pak Asep ko tumben sudah pulang dari sawah? ” Kataku kepada Pak Asep, seorang petani yang berjalan melewati warung siang itu. “Iya Jang, sengaja si Ibu minta pulang duluan. Soalnya ada hajatan di Kampung sebelah, Katanya ada dangdut sama wayang golek,” Kata Pak Asep. “Hajatan siapa pak?” Kataku “Itu anaknya ketua Kampung, si Rani nikah sama orang Kota. Hajat gede-gedean Jang, siangnya pengajian, sore nya dangdut, malamnya wayang golek,” Katanya sembari bersemangat. “Ya sudah atuh ya, mau lanjut jalan, kasian si Ibu sudah nungguin," Katanya sembari melambaikan tangan. Aku yang sedang duduk di depan warung membalas Pak Asep itu dengan melambaikan tanganku, dia mempercepat langkah kakinya untuk segera pulang ke rumah, mengabaikan panas terik di siang itu yang menyentuh kulitnya. Tujuannya hanya satu, agar segera menemui istrinya dan berganti baju dengan baju yang bagus, juga mengajak anak-anaknya
“Mat, beneran jalanya ke sini? ” Kata Mang Nandi sembari memperhatikan jalan yang gelap di depannya. “Bener Mang, jalannya kesini. Menurut info sih memang jalanannya memutar kalau pake mobil, soalnya kalau pake jalan utama harus lewat gang, kalau lewat gang kan mobil gak bisa masuk, ” Kata Mamat meyakinkan Mang Nandi. “Tapi kok serem ya Mat jalanannya? ” Kata Mang Nandi. “Namanya juga di Kampung Mang, wajar kalau serem. Paling ntar tiba-tiba nongol pocong di depan hehe,” Kata Mamat sembari bercanda. “Huss, jangan bercanda ah. Nanti kalau muncul beneran gimana? ” Katanya sembari ketakutan. Mobil mereka melaju di jalanan yang gelap, jalanan yang berbatu dan berdebu. Juga kerikil-kerikil kecil yang sering kali membuat mobil mereka terhenti, dan sering kali Mamat harus turun dan mendorong mobilnya agar bisa melaju kembali. Jalanan yang mereka lalui memang menyeramkan di sisi kanan jalan membenta
Ting nang ning nung....Ting nang ning nung....Suara galeman yang merdu dari kebun terdengar hingga depan warung tempatku berdiri, juga cahaya-cahaya merah yang muncul dan terlihat dari sela-sela pepohonan di kebun tersebut kini semakin banyak. Sepertinya selain di Kampung Parigi, para makhluk yang berada di sekitar Kampung dan Gunung Sepuh juga berpesta pora di sana.Bukan tanpa alasan, sepertinya memang adalah hal yang disengaja. Biasanya sudah menjadi tradisi bagi masyarakat di Kampung-kampung untuk memindahkan para makhluk yang berdiam diri di suatu tempat ke tempat lain, ketika di tempat itu akan diadakan suatu hajatan atau acara yang melibatkan banyak orang.Masih banyak orang yang percaya, bahwa ketika hajatan atau acara besar di gelar. Itu bisa menganggu para makhluk yang sudah lama berdiam di sana, sehingga seringkali mereka akan menganggu jalannya acara.Banyak kejadian, ketika seseorang mengadakan hajatan di Kampung dan tidak melakukan
Suasana kini hening, setelah Mamat terdiam akibat melihat sesosok nenek yang melambaikan tangannya, secara tidak langsung mengartikan melarang mereka melanjutkan perjalanan yang dia tempuh. Tapi Mamat tidak mengerti maksud dari nenek itu, dia hanya diam saja. Mang Nandi juga sama, dia lebih memilih untuk terdiam setelah Mamat merasakan ketakutan dalam dirinya, namun Mang Nandi masih berpikir positif atas apa yang Mamat lihat. Bukan tidak mungkin mereka bertemu dengan para makhluk yang sering menampakan dirinya di pinggir jalan, mengingat ini adalah jalan pegunungan yang sangat sepi apabila dilewati di malam hari. Mobil mereka pun terus melaju, menghempaskan kerikil-kerikil kecil yang berserakan di jalanan yang berbatu dan suasana yang begitu gelap gulita membuat roda mobil beberapa kali salip di lubang yang ada di jalan. Namun kini pepohonan dan kebun teh sudah tidak nampak lagi, yang ada kini hanya hamparan sawah yang membentang di kedua sisi jalanan itu. Yang menan
Wanita itu tersenyum, mendengar perkataan dari sosok yang tinggi besar itu. senyumannya yang anggun membuat kecantikannya semakin bertambah. “Tidak perlu repot-repot, aku sekarang tidak meminta hal-hal seperti itu lagi. Meskipun para manusia memberikan sesaji setiap tahun, tapi itu hanya sebagai sedekah bumi. Sebagai timbal balik atas keselamatan mereka ketika mereka pergi berlayar melewati tempatku berdiam diri di lautan lepas. ” “Aku sudah tidak lagi melakukan perjanjian yang mengorbankan manusia seperti itu, kita sudah melakukan kerja sama tanpa suatu ikatan antara dua alam, saling menjaga dan saling menghormati satu sama lain.” Wanita itu berbicara dengan sangat lembut kepada salah satu sosok yang ada di sana, tampaknya sosok tersebut tertawa, perutnya bergetar saking kerasnya dia tertawa di depan wanita itu. Namun wanita itu tidak bergeming. Dia masih mempertahankan keanggunanannya meskipun di depannya terdapat suatu sosok yang tinggi besar dengan tawa y